Sabtu, 28 Juli 2018

MANAQIB SYAIKH ABDUL QODIR AL JILANY Part 1

Beliau adalah Sulthanul Auliya' (Rajanya para waliallah), al Ghouts Al A'dzom (Penolong yg paling Agung). Syaikhits Tsaqolain (Guru sekalian manusia dan jin), Sohibin Namus al Akbar (Pemilik Ruh yg paling Besar)

Para wali besar yg hidup sesudah Syekh Abdul Qodir hampir seluruhnya memiiliki sanad yg bersambung kepada beliau.
Sayyidina alFaqih alMuqoddam, al Ustadz al A'dzhom, al Quthb Ar Robbani Sulthonul Alawiyyin, mendapatkan khirqoh kewalian dari Syekh Abu Madyan Syu'aib al Maghribi, dimana khirqoh tsb berasal dari Syekh Abdul Qodir Al Jilany.
Wali Quthb Syekh Ahmad Badawy, Syekh Abil Hasan As Syadzili, dan Syekh Ibrahim Ad Dasuqi, ketiga-tiganya berguru kepada al Ghouts al Maktum Syekh Abdullah bin Masyisy. Dan Syekh Abdullah bin Masyisy adalah murid langsung Syekh Abu Madyan Syu'aib, dan Syekh Abi Madyan adalah salah seorang wali yg meletakkan pundaknya di kaki Syekh Abdul Qodir ketika beliau mengucapkan "Qodami ala roqobati kulli waliyy" , kakiku berada di atas pundak seluruh waliallah.
Syekh Muhammad bin Abdul Karim Samman al Madani mendapatkan futuh sesudah ditemui Syekh Abdul Qodir dalam kholwatnya kemudian diberikannya jubah putih.
AsSyaikh al Akbar Muhyiddin ibnu Aroby, sebelum beliau lahir, ayah beliau bertemu Syekh Abdul Qodir di musim haji lalu minta didoakan kpd Allah agar diberikan keturunan yg solih, maka lahirlah bayi AsSyaikh al Akbar.
Syekh Musthafa bin Kamaluddin bin Ali al-Bakri as-Shiddiqi, Sohibut Thoriqoh Khalwatiyyah, adalah murid Syekh Syihabuddin Abi Hafs Umar as-Suhrawardi al-Baghdadi (penulis kitab Awariful Maarif). Dan beliau Syekh asSuhrawardi adalah murid Syekh Abdul Qodir al Jilani.
Syekh Ahmad ar Rifa'i, Sohibut Thoriqoh Rifa'iyyah, hidup sezaman dg Syekh Abdul Qodir dan meletakkan pundaknya dg penuh ta'dzim di bawah kaki Syekh Abdul Qodir di saat beliau mengucapkan "Qodami ala roqobati kulli waliyy".
Syekh Bahauddin an Naqsyabandi mendapatkan futuhnya sesudah Nabi Khidr mempertemukannya dengan Syekh Abdul Qodir, kemudian beliau memberi isyarat dengan jari tangan kanannya ke arah dada Syekh Bahauddin, lalu beliau mentalqin lsmul 'Adhom pada hati Syekh Bahauddin. Maka masyhurlah thoriqoh Naqsyabandiyah.
Syekh Abdul Karim al Jili mengatakan, "Tidak seorang wali pun yg lebih agung, lebih tinggi dan lebih mulia maqomnya, bai'atnya, dan sirrnya daripada Syekh Abdul Qodir al Jilany baik dari golongan mutaqoddimin maupun muta'akhirin hingga hari kiamat".
Para auliya assolihin yg hidup sesudah beliau setiap menyebut beliau selalu disertai pujian ta'dzim dg menyebut gelar beliau Sulthanul Auliya', dan tidak segan-segan mengatakan 'ana fi khidmatihi' (aku berada dalam pelayanan kepada beliau), bahkan setiap hendak membaca aurod pun memulai dg mengatakan 'ala niyyati Syekh Abdul Qodir Al Jilany'.
Dalam kitab alFuyudhot ar Robbaniyah disebutkan, "Seluruh ulama' telah ijma' / sepakat atas kewalian Syekh Abdul Qodir rodiyallahu anhu tanpa ada satupun yg menyelisihkannya. Keagungan, kesempurnaan dan ketinggian maqom. Syekh Abdul Qodir disaksikan dan diakui oleh seluruh golongan."
Silsilah/nasab emas Syekh Abdul Qodir
Nasab dari ayah :
Syeh Abdul Qodir bin Abu Shalih bin Abu Abdillah bin Yahya az-Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah Tsani bin Musa al-Jaun bin Abdul Mahdhi bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan as-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam
Nasab dari Ibu :
Syeh Abdul Qodir bin Ummul Khair Fathimah binti Abdullah Sum’i bin Abu Jamal bin Muhammad bin Mahmud bin Abul ‘Atha Abdullah bin Kamaluddin Isa bin Abu Ala’uddin bin Ali Ridha bin Musa al-Kazhim bin Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainal ‘Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah Az-Zahra binti RasulullahShallallahu ‘alaihi Wassalam
Dengan demikian, Syekh Abdul Qodir Jaelani adalah Hasani dan sekaligus Husaini.
Pada malam beliau dilahirkan ada lima karomah (kemuliaan) :
1. Ayah Syekh Abdul Qodir Jaelani, yaitu Abi Sholih Musa Janki, pada malam hari bermimpi dikunjungi Rasulullah SAW., diiringi para Sahabat dan Imam Mujtahidin, serta para wali. Rasulullah bersabda kepada Abi Sholih Musa Janki: "Wahai, Abi Sholih kamu akan diberi putra oleh Allah. Putramu bakal mendapat pangkat kedudukan yang tinggi di atas pangkat kewalian sebagaimana kedudukanku diatas pangkat kenabian. Dan anakmu ini termasuk anakku juga, kesayanganku dan kesayangan Allah."
2. Setelah kunjungan Rasulullah SAW, para Nabi datang menghibur ayah Syekh Abdul Qodir : "Nanti kamu akan mempunyai putra, dan akan menjadi Sulthonul Auliya, seluruh wali selain Imam Maksum, semuanya di bawah pimpinan putramu".
3. Pada malam dilahirkan, Syekh Abdul Qodir diliputi cahaya sehingga tidak seorangpun yang mampu melihatnya. Sedang usia ibunya waktu melahirkan ia berusia 60 tahun, ini juga sesuatu hal yang luar biasa.
4. Di belakang pundak Syekh Abdul Qodir tampak telapak kaki Rasulullah SAW, dikala pundaknya dijadikan tangga untuk diinjak waktu Rasulullah akan menunggang buroq pada malam Mi'raj.
5. Syekh Abdul Qodir sejak dilahirkan menolak untuk menyusu pada siang hari Ramadhan, baru menyusu setelah matahari terbenam.
Penentuan Awal Ramadhan Melalui Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani :
Ibunya, Ummul Khair Fatimah binti Syaikh Abdullah Sumi, pernah menuturkan: “Anakku , Abdul Qadir , lahir di bulan Ramadhan. Pada siang hari bulan Ramadhan, bayiku itu tak pernah mau diberi makan.”
Dikisahkan pada suatu Ramadhan ketika Abdul Qadir masih bayi, orang-orang tak dapat melihat hilal karena tertutup awan. Akhirnya untuk menentukan awal puasa, mereka mendatangi rumah Ummul Khair dan menanyakan apakah bayinya sudah makan hari itu. Saat mengetahui bayi itu tak mau makan, mereka yakin bahwa Ramadhan telah tiba.
Ketika ditanya mengenai apa yang menghantarkannya kepada maqam ruhani yang tinggi, beliau menjawab: “Kejujuran yang pernah kujanjikan kepada ibuku” Kemudian Syaikh Abdul Qadir al-Jailani menuturkan sebuah kisah.
“Pada suatu pagi di hari raya Idul Adha, aku pergi ke ladang untuk membantu bertani. Ketika berjalan di belakang keledai, tiba-tiba hewan itu menoleh dan memandangku, lalu berkata: “Kau tercipta bukan untuk hal semacam ini.” Mendengar hewan itu berkata-kata, aku sangat ketakutan. Aku segera berlari pulang dan naik ke atap rumah. Ketika memandang ke depan, kulihat dengan jelas para jamaah haji sedang wukuf di Arafah.
Kudatangi ibuku dan memohon kepadanya: “Izinkanlah aku menempuh jalan kebenaran, biarkan aku pergi mencari ilmu bersama para ahlul hikmah dan orang-orang yang dekat dengan Allah.”
Ketika ibuku menanyakan alasan keinginanku yang tiba-tiba, kuceritakan apa yang terjadi. Mendengar penuturanku, ia menangis dengan sedih. Kemudian ia keluarkan delapan puluh keping emas, harta satu-satunya warisan ayahku. Ia sisihkan empat puluh keping untuk saudaraku. Empat puluh keping lainnya dijahitkannya di bagian lengan mantelku. Ia memberiku izin untuk pergi seraya berwasiat agar aku selalu bersikap jujur apapun yang terjadi.
Sebelum berpisah ibuku berkata: “Anakku, semoga Allah menjaga dan membimbingmu. Aku ikhlas melepas buah hatiku karena Allah. Aku sadar aku takkan bertemu lagi denganmu hingga hari kiamat.”
Aku ikut kafilah kecil menuju Baghdad. Baru saja meninggalkan kota Hamadan, sekelompok perampok, yang terdiri atas enam puluh orang berkuda, menghadang kami. Mereka merampas semua anggota kafilah. Salah seorang perampok mendekatiku dan bertanya: “Anak muda apa yang kau miliki?” Kukatakan bahwa aku punya empat puluh keping emas.
Ia bertanya lagi: “Di mana?” Kukatakan di bawah ketiakku.
Ia tertawa-tawa dan pergi meninggalkanku. Perampok lainnya menghampiriku dan menanyakan hal yang sama. Aku menjawab sejujurnya. Tetapi seperti kawannya, ia pun pergi sambil tertawa-tawa mengejek.
Kedua perampok itu mungkin melaporkanku kepada pimpinannya, karena tak lama kemudian pimpinan gerombolan itu memanggilku agar mendekati mereka yang sedang membagi-bagi hasil rampokan. Si pimpinan bertanya apakah aku memiliki harta. Kujawab bahwa aku punya empat puluh keping emas yang dijahitkan di bagian lengan mantelku.
Akhirnya ia menyobeknya dan ia temukan keping-keping emas itu. Keheranan, ia bertanya: “Mengapa engkau meberi tahu kami, padahal hartamu itu aman tersembunyi?”
Jawabku: “Aku harus berkata jujur karena telah berjanji kepada ibuku untuk selalu bersikap jujur.”
Mendengar jawabanku, pimpinan perampok itu tersungkur menangis. Ia berkata: “Engkau begitu memegang teguh janjimu kepada ibumu sementara aku sudah berkali-kali melanggar janjiku dengan Tuhanku. Selama ini aku telah merampas harta orang dan membunuh. Betapa besar bencana yang akan menimpaku !”
Anak buahnya yang menyaksikan kejadian itu berkata: “Kau memimpin kami dalam dosa. Kini, pimpinlah kami dalam taubat!”
Kata beliau rodiyallahu anhu, "Keenam puluh orang itu memegang tanganku dan bertaubat. Mereka adalah sekelompok pertama yang memegang tanganku dan mendapat ampunan atas dosa-dosa mereka"
اللهم انشر نفحات الرضوان عليه # وامدنا بالا سرار التى اودعتها لديه
allahummansyur nafahatir ridwani alaih wa amiddana bil asrorillati auda'taha ladaih
ya Allah tebarkanlah keridhoanMu kepada Syekh Abdul Qodir al Jilany dan berikanlah kpd kami asror (rahasia) yg Engkau berikan kepadanya
Sebagian kalam Syekh Abdul Qodir Al Jilany,
"Seorang Syekh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya:
-Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang sattar (menutup aib) dan ghaffar (pemaaf).
-Dua karakter dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam yaitu penyayang dan lembut.
-Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.
-Dua karakter dari Umar yaitu amar ma'ruf dan nahi munkar.
-Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.
-Dua karakter dari Ali yaitu alim/cerdas dan pemberani."
Semoga Allah memberikan taufiqNya kepada kita semua.
allahumma sholli ala Sayyidina Muhammad wa alihi wa sohbihi wa sallim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda untuk menambah silaturahim.