Minggu, 22 September 2019

Orang Tua Durhaka

ORANG TUA DURHAKA
Ratusan pertanyaan masuk yg isinya hampir semua sama: "apakah ada orangtua yg durhaka?"
Jawaban sy: "YA"
Adakah dalilnya? "Ya, banyak, baik dari Alquran & Hadis"
Bisa dijelaskan?
Ya, tp sabar & mohon jgn disela, sbb sy sambil asuh anak2 & bantu isteri masak.
Siapakah orangtua durhaka itu?

Amalan Untuk Meluluhkan Hati


1) Q.12:100
إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِمَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
2) Q.18:19
وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا
3) Q.42:19
اللَّهُ لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ ۖ وَهُوَ الْقَوِيُّ الْعَزِيزُ
4) YA LATIF

A. Dibaca sebagai doa setiap hari bakda salat wajib
B. Dibaca sebagai amalan setiap hari no. 1-3 = @ 100x/hari
C. Ya Latif (Yang Maha Lembut): asmaul husna = 500x/hari
Zikir dari Alquran ini bisa untuk meluluhkan hati calon mertua, anak yang keras, murid yang nakal, istri/suami yang keras, dan seterusnya.
semoga benar-benar bermanfaat.

Jumat, 20 September 2019

Doa Agar Selalu Beruntung & Berhasil

‏Doa Agar Selalu Beruntung & Berhasil

Nabi saw. mengajarkan doa agar tiap hari menjadi hari yg baik, beruntung, & berhasil (jauh dr kesialan):

اللهمَّ اجعَلْ أولَ يومي هذا صلاحًا وأوسَطَه فَلاحًا وآخِرَه نَجاحًا أسأَلُكَ خيرَ الدُّنيا والآخِرَةِ برَحمَتِكَ يا أرحَمَ الراحِمينَ

"Allâhumaj'al awwala yawmî hazâ solâhan, wa awsatohu falâhan, wa âkhirohu najâhan, as'aluka khoyrod dunyâ wal âkhiroti, birohmatika yâ arhamar rôhimîn"

Artinya:
Ya Allah, jadikanlah permulaan hariku ini dg kebaikan, pertengahannya dg keberuntungan, dan akhirnya dg keberhasilan, Aku memohon kebaikan dunia & akhirat, dg rahmat-MU, wahai Yang Maha Pengasih."

(HR. Ibn Hajar Asqalânî, Ibn 'Adi, al-Syawkâni, al-Thabrânî, Ibn al-Sinnî, Abû Nu'aym, al-Daylâmî dari Abdullah Ibn Abî Awfâ).

*Doa ini dibaca bakda SUBUH
*Diiringi dg usaha yg keras, cerdas, & benar

‏Doa versi yg panjang:

أصبحنا وأصبح المُلكُ للهِ والعظمةُ والكبرياءُ والخلقُ والأمرُ في الليلِ والنهارِ وما سكن فيهما من شيءٍ للهِ ربِّ العالمينَ وحدَه لا شريك له اللهمَّ اجعل أولَ يومي هذا صلاحًا وأوسطَه فلاحًا وآخرَه نجاحًا أسألُك خيرَ الدنيا والآخرةِ برحمتِك يا أرحمَ الراحمينَ

KH. Ayang Utriza Yakin

Kamis, 19 September 2019

Bolehkah Muslim Masuk ke Gereja? Jangan Emosi, Kita Ngaji Kitab Fiqh Yuk!

Sahabat dan guru saya, Ustaz Yusuf Mansur meminta saya menjelaskan bagaimana hukumnya seorang Muslim memasuki gereja. Belakangan ini ada tokoh yang mengatakan, “murtad bagi Muslim yang masuk gereja.” Ada lagi yang mengatakan, “haram menurut mazhab Syafi’i”. Bagaimana status hukumnya yang sebenarnya? Ada baiknya penjelasan ini saya tuliskan dan bagikan untuk yang lain.

Sebenarnya tidak ada larangan dalam nash al-Qur’an dan Hadits yang secara tegas melarang Muslim masuk gereja atau rumah ibadah lain. Karena itu, perkara ini  masuk ke wilayah interpretasi, atau penafsiran para ulama. Itulah sebabnya para ulama berbeda pandangan mengenai status hukumnya.

Saya kutip keterangan dari kitab Mausu’ah Fiqh Kuwait. Kitab ini ensiklopedia persoalan fiqh dari berbagai mazhab. Begini penjelasannya:

‎يَرَى الْحَنَفِيَّةُ أَنَّهُ يُكْرَهُ لِلْمُسْلِمِ دُخُول الْبِيعَةِ وَالْكَنِيسَةِ، لأَِنَّهُ مَجْمَعُ الشَّيَاطِينِ، لاَ مِنْ حَيْثُ إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ حَقُّ الدُّخُول. وَذَهَبَ بَعْضُ الشَّافِعِيَّةِ فِي رَأْيٍ إِلَى أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ لِلْمُسْلِمِ دُخُولُهَا
‎إِلاَّ بِإِذْنِهِمْ، وَذَهَبَ الْبَعْضُ الآْخَرُ فِي رَأْيٍ آخَرَ إِلَى أَنَّهُ لاَ يَحْرُمُ دُخُولُهَا بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ. وَذَهَبَ الْحَنَابِلَةُ إِلَى أَنَّ لِلْمُسْلِمِ دُخُول بِيعَةٍ وَكَنِيسَةٍ وَنَحْوِهِمَا وَالصَّلاَةَ فِي ذَلِكَ، وَعَنْ أَحْمَدَ يُكْرَهُ إِنْ كَانَ ثَمَّ صُورَةٌ، وَقِيل مُطْلَقًا، ذَكَرَ ذَلِكَ فِي الرِّعَايَةِ، وَقَال فِي الْمُسْتَوْعِبِ: وَتَصِحُّ صَلاَةُ الْفَرْضِ فِي الْكَنَائِسِ وَالْبِيَعِ مَعَ الْكَرَاهَةِ، وَقَال ابْنُ تَمِيمٍ. لاَ بَأْسَ بِدُخُول الْبِيَعِ وَالْكَنَائِسِ الَّتِي لاَ صُوَرَ فِيهَا، وَالصَّلاَةِ فِيهَا. وَقَال ابْنُ عَقِيلٍ: يُكْرَهُ كَالَّتِي فِيهَا صُوَرٌ، وَحَكَى فِي الْكَرَاهَةِ رِوَايَتَيْنِ. وَقَال فِي الشَّرْحِ. لاَ بَأْسَ بِالصَّلاَةِ فِي الْكَنِيسَةِ النَّظِيفَةِ رُوِيَ ذَلِكَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ وَأَبِي مُوسَى وَحَكَاهُ عَنْ جَمَاعَةٍ، وَكَرِهَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَمَالِكٌ الصَّلاَةَ فِي الْكَنَائِسِ لأَِجْل الصُّوَرِ،

Dari penjelasan di atas, paling tidak ada 4 perbedaan pendapat ulama.

Pertama, Ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa MAKRUH bagi seorang Muslim memasuki sinagog dan gereja.

Kedua, Sebagian ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa TIDAK BOLEH bagi orang Muslim memasuki tempat ibadah non-Muslim KECUALI ada izin dari mereka. Sebagian ulama mazhab Syafi’i yang lain berpendapat bahwa TIDAK HARAM memasuki tempat ibadah non-Muslim meski tanpa ada izin dari mereka.

Ketiga, Ulama mazhab Hanbali berpendapat BOLEH bahwa memasuki sinagog dan gereja, dan rumah ibadah lainnya, serta melalukan shalat di dalamnya, tapi hukumnya MAKRUH menurut Imam Ahmad, jika di dalamnya ada gambar.

Keempat, Ibn Taimiyah berpendapat tidak mengapa masuk sinagog dan gereja jika tidak ada gambar di dalamnya, begitu juga shalat di dalamnya. Ibn Aqil berpendapat makruh karena ada gambar. Masalah ini ada dua pendapat: ada yang bilang tidak mengapa shalat di dalam gereja berdasarkan riwayat dari sahabat Nabi, Ibnu Umar dan Abu Musa, sebagaimana dikisahkan oleh banyak ulama, dan ada juga riwayat dari Ibn Abbas dan Malik bahwa shalat di gereja makruh karena ada gambarnya.

Penjelasan di atas terdapat dalam juz 20, halaman 245.

Adapun dalam juz 38, halaman 155, masih di kitab yang sama, ada tambahan keterangan:

‎وَيَرَى الْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ وَبَعْضُ الشَّافِعِيَّةِ أَنَّ لِلْمُسْلِمِ دُخُول بِيعَةٍ وَكَنِيسَةٍ وَنَحْوِهِمَا

“Ulama mazhab Maliki, Hanbali, dan sebagian ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa BOLEH bagi orang Muslim memasuki sinagog, gereja dan rumah ibadah lainnya.”

Bayangkan, kita masih berdebat soal boleh memasuki gereja atau tidak, para ulama bahkan sudah membahas bolehkah shalat di dalam gereja. Seperti tercantum di atas, mereka mengatakan sholatnya sah, dan ada yang membolehkan secara mutlak, namun ada yang memgatakan sah, namun makruh karena ada gambar di dalam gereja.

Kita tambahkan dengan mengutip satu kitab fiqh perbandingan mazhab lainnya, yaitu kitab al-Mughni karya Ibn Qudamah.

Dalam juz 2, halaman 57:

‎[فَصْلٌ الصَّلَاةِ فِي الْكَنِيسَةِ النَّظِيفَة]
‎(٩٦٩) فَصْلٌ: وَلَا بَأْسَ بِالصَّلَاةِ فِي الْكَنِيسَةِ النَّظِيفَةِ، رَخَّصَ فِيهَا الْحَسَنُ وَعُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَالشَّعْبِيُّ وَالْأَوْزَاعِيُّ وَسَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَرُوِيَ أَيْضًا عَنْ عُمَرَ وَأَبِي مُوسَى، وَكَرِهَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَمَالِكٌ الْكَنَائِسَ؛ مِنْ أَجْلِ الصُّوَرِ. وَلَنَا «، أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - صَلَّى فِي الْكَعْبَةِ وَفِيهَا صُوَرٌ» ، ثُمَّ هِيَ دَاخِلَةٌ فِي قَوْلِهِ - عَلَيْهِ السَّلَامُ -: «فَأَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ فَصَلِّ، فَإِنَّهُ مَسْجِدٌ»

Ibn Qudamah menjelaskan al-Hasan, Umar bin Abdul Azis, Sya’bi, Awza’i dan Sa’id bin Abdul Azis, serta riwayat dari Umar bin Khattab dan Abu Musa, mengatakan tidak mengapa shalat di dalam gereja yang bersih. Namun Ibn Abbas dan Malik memakruhkannya karena ada gambar di dalam gereja. Namun bagi kami (Ibn Qudamah dan ulama yang sepaham dengannya) Nabi Saw pernah shalat di dalam Ka’bah dan di dalamnya ada gambar. Ini juga termasuk dalam sabda Nabi: “jika waktu shalat telah tiba, kerjakan shalat di manapun, karena di manapun bumi Allah adalah masjid (tempat sujud).”

Ibn Qudamah juga mengutip kisah menarik dalam juz 7, halaman 283:

‎وَرَوَى ابْنُ عَائِذٍ فِي " فُتُوحِ الشَّامِ "، أَنَّ النَّصَارَى صَنَعُوا لَعُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -، حِينَ قَدِمَ الشَّامَ، طَعَامًا، فَدَعَوْهُ، فَقَالَ: أَيْنَ هُوَ؟ قَالُوا: فِي الْكَنِيسَةِ، فَأَبَى أَنْ يَذْهَبَ، وَقَالَ لَعَلِيٍّ: امْضِ بِالنَّاسِ، فَلِيَتَغَدَّوْا. فَذَهَبَ عَلِيٌّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - بِالنَّاسِ، فَدَخَلَ الْكَنِيسَةَ، وَتَغَدَّى هُوَ وَالْمُسْلِمُونَ، وَجَعَلَ عَلِيٌّ يَنْظُرُ إلَى الصُّوَرِ، وَقَالَ: مَا عَلَى أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ لَوْ دَخَلَ فَأَكَلَ،
‎وَهَذَا اتِّفَاقٌ مِنْهُمْ عَلَى إبَاحَةِ دُخُولِهَا وَفِيهَا الصُّورُ، وَلِأَنَّ دُخُولَ الْكَنَائِسِ وَالْبِيَعِ غَيْرُ مُحَرَّمٍ

Ketika Umar bin Khattab memasuki negeri Syam dan itu diketahui oleh kaum Nasrani negeri tersebut, mereka berinisiatif untuk menyambut Umar dengan menyajikannya makanan. Namun jamuannya itu disajikan di dalam gereja mereka. Lalu Umar menolak hadir dan memrintahkan ‘Ali untuk menggantikannya. Datanglah ‘Ali ke undangan tersebut lalu masuk ke dalamnya dan menyantap hidangan yang disediakan. Kemudian Ali berkata: “aku tidak tahu kenapa Umar menolak datang?” Kata Ibn Qudamah, ini bukti kesepakatan mereka para sahabat bahwa memasuki gereja/sinagog tidaklah haram.

Nah, mungkin ada yang bertanya: mengapa Umar menolak datang? Kalau haram, mengapa Umar mengutus Ali? Kelihatannya alasan Umar tidak mau masuk dan menghadiri jamuan di  gereja adalah karena khawatir umat Islam akan memahami bahwa boleh merebut gereja itu dan mengubahnya dijadikan masjid. Ini juga yang dilakukan Umar saat menolak masuk ke gereja di Palestina. Umar menghindari kerusakan dan kekerasan. Namun, jelas bahwa Imam Ali dan para sahabat memasuki gereja dan menghadiri jamuan di dalamnya.

Demikianlah penjelasan dari kitab klasik yang otoritatif agar kita tidak memahami persoalan ini dengan emosi dan mudah mengkafirkan atau memurtadkan suadara kita yang masuk ke dalam gereja. Ini bukan jawaban orang liberal, syi’ah, orientalis, sekuler atau sebagainya. Ini murni jawaban dari kitab fiqh berdasarkan pendapat para ulama, dan praktek Nabi Saw dan para sahabat. Mari kita hormati keragaman pendapat ulama.

Tabik,

Nadirsyah Hosen

Do'a Rasulullah Agar diberi Kesehatan

Doa Nabi saw. agar Sehat

اللهم عافني في بدني، اللهم عافني في سمعي، اللهم عافني في بصري، لا إله إلا أنت

Allâhumma 'âfinî fî badanî, Allâhumma 'âfinî fî sam'î, Allâhumma 'âfinî basorî, lâ ilâha illâ anta

Ya Allah, sehatkan badanku, kupingku, mataku, tidak ada tuhan selain Engkau
Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam kitab Sahih Abu Dawud no. 5090 dari Abdurrahman bin Abi Bakrah.

Doa di atas HARUS diiringi dg OLAHRAGA, makan/minum yg halal, sehat, & baik, istirahat cukup, dan wisata, dg hati senantiasa bahagia.

Minggu, 15 September 2019

Kita Harus Tahu, Dari Mana Sumber Dana "Gerakan Khilafah".

Anda tidak akan bisa mengalahkan lawan, kalau tidak tahu kekuatan apa yang mereka gunakan.

Saya ingin sedikit cerita, bagaimana kelompok pengasong khilafah memiliki dana yang kuat untuk setiap gerakan mereka. Tidak sedikit dari kita yang menyimpulkan adanya aliran dana sangat besar dari untuk organisasi transnasional mereka. Ya, Anda tidak salah, dan saya juga percaya adanya dana tersebut. Tapi sumber dana terbesar mereka bukan dari luar, melainkan dari dalam negeri sendiri. Dan tanpa Anda sadari, mungkin Anda pernah menyumbang dana untuk mereka dengan membeli produk yang mereka jual.

Lho, kok bisa?

Sumber dana terbesar untuk gerakan mereka ya dari anggota sendiri. Mereka yang sudah expert jualan online menyumbangkan profitnya untuk organisasi dan gerakan khilafah.

Dan sumbangan terbesar yaitu dari bisnis property syariah.

Coba ketik di google dengan kata kunci/keyword :
- property syariah
- perumahan syariah
- kavling syariah
- kavling produktif syariah

Dan lain sebaginya dengan tambahan kata "syariah". Akan muncul segala jenis usaha dan kegiatan dengan label “Syariah”.

Bisnis property adalah bisnis inti, semua jenis usaha pasti butuh properti. Coba bayangkan, adakah bisnis yang tidak membutuhkan property?

Dari property, mereka bisa membuka lahan baru, pemukiman baru, sekolah baru, lembaga baru, mesjid baru... Sementara kita masih disibukkan rebutan masjid dengan Wahabi Tarbiyah yang tugasnya di bidang dakwah. Mereka banyak membuka lahan baru dan zona radikal baru.

Bayangkan, sekali proyekan perumahan atau kavlingan 1Ha saja, mereka dapat keuntungan lebih dari 2M dalam hitungan 1 - 6 bulan. Dan sekali proyekan, mereka bisa bebaskan lahan hektaran. Dan dengan hasil milyaran mereka aktif mendirikan mesjid, membuat sekolah, mendanai gerakan, mendanai cyber, dan lain sebagainya.

Dan mereka tahu sebuah pepatah : *Siapa yang menguasai media akan menguasai dunia*. Seperti halnya google dan facebook, yang lebih mengetahui hampir semua orang dari A-Z dibanding dengan pemerintahnya sendiri yang tidak bisa mengontrol melalui teknologi.

Untuk misi khilafiah, sebenarnya mereka punya target besar di 2020, tapi harus tertunda karena jagoan yang ditungganginya kalah pilpres.

Gerakan ini adalah sayap ekonomi mereka. Salah satu tokoh endorse mereka contohnya Syekh Ali Jaber, kini sedang garap proyek property besar di banyak kota. Cek di sini : https://madinah-city.id/gathering/

Di sayap yang lain ada tukang mancing emosi, agar para cendekiawan Nahdliyin terpancing dengan isu-isu. Akhirnya nahdliyin terjebak dalam pusaran konflik seperti mesjid Ahmad bin Hambal. Atau seperti Sugik Nur yang ngoceh terus-menerus. Dan Nahdliyin akan terus dipancing isu semacam itu, juga dengan isu-isu lainnya atau isu-isu khilafiyah, agar sayap ekonomi mereka bergerak leluasa. Ini semacam jebakan, bukan? Dan lihat hasilnya, suara PKS terus mendapatkan tambahan kekuatan.

Bisnis mereka sudah sangat besar di property, belum bisnis-bisnis lainnya.

Salah satu web mereka, dan menjadi organisasi terbesar penyumbang dana untuk gerakan khilafah :

https://www.developerpropertysyariah.id/
https://developerpropertysyariah.net/

Dan banyak sekali websitenya yang bergabung dalam Depelover Property Syariah (DPS).

Sekarang beberapa proyek mereka bermasalah karena izin tidak selesai, dan ini yang membuat mereka semakin membenci pemerintah.

Kalau saya boleh bertanya, di antara kita, atau di tingkat nasional, barangkali ada yang terjun di bisnis property?

Bayangkan saja, tanah seharga 15 - 100 ribu permeter, mereka jual minimal 350 rb permeter.

Coba Anda iseng ketik di google, juga di penelusuran google image/gambar, ketik dan cari ini :

Kampung durian
Kampung kurma
Kampung buah
Kampung quran

Ya, itu juga beberapa contoh proyek mereka yang kekinian dengan polesan “syariah”.

*BAGAIMANA CARA MEREKA BERGERAK?*
Awalnya, mereka merangkul developer konvensional melalui pengajian-pengajian dan doktrin. Lalu terjadilah simbiosis mutual.
Mereka membangun organisasi aliansi bisnis sudah lebih dari 10 tahun.

Cara mereka mengeksekusi lahan sangat sederhana bahkan hanya modal secangkir kopi.

Konsep mereka hampir sama seperti ini :
https://youtu.be/525-lYquBnQ

Dan ini yang cukup serem “Kampung Juragan” https://lp.managix.id/kj-neng

*HATI-HATI DAN WASPADA*

Tools-tools dan software digital marketing atau aplikasi yang mereka jual ke publik juga sangat membantu mereka untuk riset. Kita yang bayar mereka, mereka yang dapat data. Satu prinsip yang mereka patuhi adalah : *Kalau jual boleh ke publik, tapi kalau beli harus dari mereka sendiri*.

Mereka menguasai bisnis plus digital. Dan strategi yang mereka lakukan adalah menyerang mainstream di setiap bidang. Bisnis lainnya yang sudah merambah digitalisasi:
1. Informasi dan Teknologi (IT)
2. Pertanian
3. Kehutanan
4. Pariwisata
5. Peternakan
6. Penguasaan mesjid
7. Kesehatan
8. Travel
9. Coahcing bisnis/Training
10. Dan lainnya jika saya uraikan akan terlalu banyak daftar dan contoh bisnisnya.

Kasus Enzo di TNI seharusnya meningkatkan kewaspadaan kita dan membuat kita berbenah. Jangan-jangan sudah masuk rumah kita?

Oh ya, prinsip digital marketing mereka juga terapkan untuk konten-konten propaganda untuk mendapatkan “pelanggan” dan pengikut baru sebanyak-banyaknya. Dalam dunia digital marketing istilahnya yaitu “copywriting” (bahasa iklan). Dan hasilnya, semakin banyak masyarakat awam yang “membeli propaganda dan konspirasi mereka” dengan bangga.

*SEBUAH MASUKAN*
Kalau mau menyalip mereka, kuncinya ada 3 : inovasi, kolaborasi, digitalisasi.

Seperti halnya mereka berkolaborasi dengan property konvensional, jadilah mereka property syariah. Hasilnya luar biasa. Semua hal mereka beri label syariah, dan menjudge yang lainnya bukan syariah. Halal mart, bekam syariah, dll.

*NAH, KAPAN ANDA MAU MULAI?*
Seharusnya Nahdlatut Tujjar menjadi pilar yang kokoh untuk membangun kemandirian dan kekuatan organisasi melalui kekuatan finansial. Seperti halnya yang dilakukan oleh KH. Wahab Chasbulloh sebelum mendirikan Nahdlatul Ulama.

Dan sudah seharusnya prinsip *wal akhdu bil jadiidil ashlah* kita patuhi di samping prinsip _al muhafadzotu halal qodiimis shoolih_ yang sudah melekat dengan kita.

Jadi, saya ingin berkolaborasi dengan Anda di bidang teknologi informasi, dan digitalisasi ekonomi.

Jika Anda sadar pentingnya bisnis dengan teknologi informasi, hubungi saya.

Sekian, terima kasih atas perhatiannya. Mohon maaf jika ada kesalahan.

Wallahul muwafiq ilaa aqwaamit thoriq,
Wassalamu’alaikum wr. wb.

Salam hangat,

Ditulis oleh Kang Ichsan
Nahdliyin Sukabumi.

Notes :
Mohon #SHARE seluas2nya agar masyarakat awam tidak tertipu oleh kedok kelompok mereka.

Sumber : klik

Sabtu, 14 September 2019

Hukum Menikah Dengan Jin

Dalam literatur klasik (fiqh) madzhab syafi’i, hukum perkawinan antara manusia dengan jin masih menjadi perdebatan antar ulama. Sebagian ulama menyatakan pernikahan jin dan manusia tidak sah, mereka berpendapat bahwa perbedaan jenis(dalam arti jenis manusia dan jenis yang lain) menjadi pertimbangan keabsahan sebuah pernikahan. Ini merupakan pendapat dari al-‘Imad bin Yunus yang difatwakan oleh Izzuddin bin Abdissalam dan al-Barizy, Yang kemudian di dukung oleh Ahmad bin Hajar al-Haitamy. Sayangnya, pendapat ini merupakan pendapat yang lemah. beberapa tendensi yang mereka gunakan di antaranya;

        Pertama, ayat :

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً إلخ َ 

“Allah menjadikan bagi kamu pasangan-pasangan dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari pasangan-pasangan kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu…….” (Qs  : an-Nahl ayat 72)

Dan ayat :

وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”  (Qs : ar-Rum ayat 21)

        Dari kedua ayat ini mereka menyimpulkan bahwa pasangan itu harus dari jenis yang sama. Namun, kesimpulan ini kurang tepat jika digunakan untuk tendensi pembahasan pernikahan antar jenis manusia dan jin. karena, meskipun kedua ayat tersebut menyatakan pasangan itu dari jenis yang sama, akan tetapi di dalam kedua ayat tersebut sama sekali tidak ada indikasi bahwa, kesamaan jenis adalah keharusan dalam sebuah pernikahan.

        Ke-Dua, Pada ayat diatas Allah SWT menyebutkan kebaikan-Nya dengan memberikan nikmat atau anugrah yang berupa pasangan dari jenis yang sama. Mereka berpendapat, andai pernikahan beda jenis antar manusia dan jin diperbolehkan, Maka akan menghilangkan anugrah Tuhan. Sayangnya, alasan ini kurang kuat, karena yang disebutkan oleh Allah SAW dalam ayat di atas adalah anugrah yang lebih besar dari dua anugrah (sama jenis dan beda jenis) dalam sebuah pernikahan. Maksudnya, anugrah yang diberikan oleh Allah SWT dalam sebuah pernikahan sama jenis(manusia dan manusia) adalah sebuah anugrah yang lebih besar daripada anugrah pernikahan beda jenis(manusia dan jin). Maka ayat ini belum dapat menafikan adanya pernikahan beda jenis adalah termasuk anugrah dari Tuhan, meskipun  anugrah pernikahan beda jenis tidak sebesar anugrah pernikahan sama jenis.

       Ke-Tiga, hadits dlo’if yang diriwayatkan oleh Harb dari Ahmad dan Ishaq . Beliau berdua berkata:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى الْقَطِيعِيُّ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ يُونُسَ بْنِ يَزِيدَ عَنْ الزُّهْرِيِّ

قَالَ { : نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نِكَاحِ الْجِنِّ }

            Pada hadis ini Rasulullah Saw. Mencegah untuk menikahi jin. Namun, sesuai dengan apa yang telah di kemukakan oleh Nuruddin ‘Ali bin Ibrohim al-Halaby, bahwa hadits ini diarahkan pada pencegahan yang hanya berdampak pada kemakruhan (للتنزيه) tidak sampai haram (للتحريم).

           Selain itu, masih ada beberapa alasan lagi yang digunakan sebagai dasar bagi pendapat lemah ini, yang disebutkan oleh Syaikh Jalaluddin as-Suyuthy dalam kitabnya al-Asybah wa an-Nadho’ir.

          Sedangkan pendapat yang kuat adalah pendapat dari al-Qomuly yang dijadikan qoul mu’tamad oleh  Syamsyuddin Muhammad bin Ahmad ar-Romly as-Shoghir dan Syaikh Hasan al-Manthowy al-Mudabighy dalam Hasyiah at-Tahrir.

         Dari pertentangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendapat yang kuat, yang menjadi pendapat unggulan adalah pendapat yang menyatakan menikah dengan jin adalah diperbolehkan. Akan tetapi, kita sebagai umat generasi akhir kiranya tak baik, bila mengabaikan pendapat-pendapat dari generasi ulama salaf meskipun pendapat itu lemah secara kaidah madzhab. Oleh karenanya, alangkah bagus bila kita tidak menikah dengan jin untuk menghindari berbeda dengan ulama. Dengan menikahi jin, maka kita akan bertentangan dengan ulama yang tidak memperbolehkannya. Sebaliknya, dengan menyatakan tidak diperkenankan menikahi jin, maka kita akan bertentangan dengan ulama yang memperbolehkannya.

        Sebaiknya kita mengambil jalan tengah yaitu tidak menikah dengan jin serta tidak menyatakan bahwa hal itu tidak di perbolehkan. sikap seperti ini guna menghindari pertentangan para ulama salaf tersebut diatas. Karena dengan menghindari khilaf atau pertentangan maka kita akan mendapat kesunahan. Senada dengan Kaidah fiqh :

الخروج من الخلاف مستحب

“Keluar dari pertentangan adalah disunahkan”

Wallahu a’lam.

­­

DAFTAR PUSTAKA

Fathul Mu’in, Syaikh Zainuddin Ibn Abd al-Aziz al-Malibary

Ianatut Tholibin, Syaikh Aby Bakr bin Muhammad Syatho ad-Dimyathy

Al-Iqna’, Syaikh Khothib as-Syirbiny

Tuhfatul Habib, Syaikh Utsman bin Sulaiman bin Hijazi bin Utsman as-Suwafy

Nihayat az-Zain, Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar bin ‘Aroby al-Bantany

Nihayatul Muhtaj, Imam Muhammad bin Ahmad bin Hamzah ar-Romly as-Shoghir

Hasyiah Nihayatul Muhtaj, Syaikh Nuruddin ‘Ali bin ‘Ali asy-Syabromallisi

Hasyiah Bujairimy ‘ala Syarhil Manhaj, Syaikh Sulaiman al-Bujairimy

Al-Asybah wa an-Nadho’ir fi al-Furu’, Jalaluddin Abdurrohman bin Abi Bakr bin Muhammad as-Suyuthy

Majmu’at Sab’at Kutub Mufidah, as-Sayyid ‘Alawy bin Ahmad as-Saqof

Oleh:

ketua Kajian Bahtsu Masail kwagean & ketua Perpustakaan Fathul Afkar kwagean

Sumber: Kwagean.net

Selasa, 10 September 2019

24 Amalan Pribadi dan Harian

Amalan pribadi harian & mingguan

1. Baca QS. al-Mulk sebelum tidur

2. Baca QS. al-Waqiah setelah Subuh

3. Baca QS. Yasin tiap malam Jumat

4. Baca QS. al-Kahfi tiap hari Jumat

5. Baca QS. al-Ikhlas, al-Falaq, & al-Nas: min.3x/hari

6. Baca QS. al-Insyirah: 7x/hari

7. Ayat Kursi 1x/hari

8. 5 ayat pertama QS. al-Baqarah 1x/hari

9. 3 ayat terakhir QS. al-Baqarah 1x/hari

10. Salawat Kamilah/Nariyah min.11x/hari

11. Salawat Nabi min.100x/hari

12. Zikir 'Allah' min.165x/hari

13. Istigfar 100x

14. Salat duha (min.2 rakaat)

15. Salat tahajud+witir (min.3 rakaat)

16. Sedekah

17. Puasa Senin-Kamis/Dawud/Ayyamul Biydl

18. Doa untuk orang tua/mertua & keluarga besar

19. Doa untuk para ulama/guru/ustaz/kyai

20. Doa untuk NKRI & umat Islam

21. Doa untuk isteri & anak2

22. Baca Alquran min.1 lembar

23. Baca buku2 keislaman

24. Salat di masjid

Insya Allah, hidup penuh berkah!

KH. Prof. Ayang Utriza Yakin

Senin, 09 September 2019

Cepat mempunyai Rumah Sendiri

Amalan Punya Rumah Sendiri

1. Bekerja keras, cerdas, & halal + nabung

2. Minta doa & rida orangtua (& mertua)

3. Salat hajat + doanya

4. Baca Salawat Nariyah 4444x selama 3 hari : Selasa - Kamis sambil puasa Ayyamul Biydl

5. Baca QS. al-Waqiah 1000x

6. Istigfar 100x/hari

7. Sedekah

Itulah Amalan ingin mempunyai Rumah sendiri, Semoga bermanfaat.

jangan lupa tulis Qobiltu di kolom komentar Twitter KH. Prof. Ayang Utriza Yakin

Kamis, 05 September 2019

Gus Baha’ : Soal Bismillah, Syaikh Sudais Takut Sama Orang Surabaya

“Sedunia shalat itu sama. Paling wong NU nyoal, Sudais tidak membaca Bismillah, seperti itu. Paling debatnya kan debat kecil.. Perkoro opo? Bismillah! Nanti, paling Ketua KBIB (mengatakan), yo membaca, tapi tidak banter…” Ungkap Gus Baha
.
“Tapi saya (pernah shalat) di belakangnya (Sudais) pas, itu tidak dengar (dia baca Bismillah). Padahal menggunakan mik, hehehe..” tutur anggota Dewan Tafsir Nasional ini.
.
“Tapi nanti, (saat) Sudais diundang di Surabaya, (dia) baca Bismillah. Ya, Sudais yang terkenal itu. Di Masjid Akbar Surabaya, baca Bismillah. Ternyata dia, ya takut juga. (Saat) ditanya, “Limadza taqara’ Bismillahirrahmanirrahim?” (Kenapa Anda kok baca Bismillah…?). “Khaufan minal fitnah,” Weddhi fitnah (Takut fitnah), jawabnya. Takut juga dia sama orang Surabaya, hahaha.. (Di Surabaya) Sudais bisa baca Bismillah…” Ungkap Gus Baha’ disambut tawa jamaah.
.
Pada intinya menurut Gus Baha’ jika seseorang mengajinya lengkap dan tuntas maka tidak akan mudah menyalahkan orang lain. Sebab, ia tahu dasar dari apa yang dilakukan orang lain meskipun tidak sama dengan apa yang ia lakukan sendiri atau berbeda dengan kebiasaan umum.
.
Gus Baha’ mengambil contoh, satu riwayat seorang Ulama Tabi’in yang menasehati anaknya yang membaca basmalah dalam surat Al-Fatihah saat shalat. “Saya ini pernah shalat di belakangnya Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali; saya tidak mendengar (Fa Lam Asma’) satu di antara mereka yang membaca Bismillah,” kata Gus Baha
.
Namun demikian, lanjut Gus Baha’, Imam Syafi’i punya pendapat lain dengan merujuk kepada sabda Nabi. Dalam sabdanya, Nabi SAW menyatakan ketika malaikat Jibril mengajari Surat Fath, ia membaca basmalah. Maka untuk menghindari resiko, Imam Syafi’i membaca basmalah dalam Surat Al-Fatihah. Sementara pendapat Tabi’in di atas, menggunakan redaksi Fa Lam Asma‘ : “Saya tidak mendengar,” sehingga bisa jadi para Sahabat Nabi itu membaca basmalah, namun Tabi’in tadi tidak mendengarnya. Mengingat, kata “Tidak mendengar,” bisa saja karena ia berada di barisan belakang saat jadi makmum, karena gangguan pendengaran, riuhnya keadaan dsb.

Kisah Romo KH. Abdul Hamid Pasuruan Dan Al-Habib Abdulloh Bilfaqih Malang

Suatu ketika Mbah Hamid memondokkan putranya, Gus Nu'man, di Pesantren Darul Hadis Malang yang diasuh oleh Ulama Besar pakar Hadis Prof Dr Habib Abdulloh Bilfaqih.

Namanya juga anak muda, pasti ada nakalnya. Begitu juga dengan Nu'man. Nampaknya kenakalannya terdengar sampai ke telinga Habib.
Lalu Nu'man dipanggil oleh sang pengasuh. Dia diberi pengarahan dan nasihat agar dia tidak nakal lagi, tapi tidak sampai dita'zir.
Satu dua kali dia dipanggil tetap saja belum ada perubahan. Akhirnya untuk yang ketiga kalinya dia dihukum langsung oleh sang pengasuh. Nu'man di pukul berkali-kali dengan penjalin (bambu kuning yang masih muda).

Hingga pada suatu malam Habib Abdullah di tegur Abahnya (Al Qutb al Habib Abdul Qodir Bilfaqih) lewat sebuah mimpi dengan berkata "Nak koen ndak wero tah ana'e sopo seng koen tandangi iku? Iku putrone kyai Hamid, kyai seng dadi wali abdal, opo koen gak wedi kualat?" (Nak, kamu tidak tahu? Anak siapa yang kamu pukuli itu? Itu adalah anak kyai Hamid, kyai yang menjadi wali abdal, apa kamu tidak takut kualat?).

Dan selang beberapa hari beliau juga mimpi bertemu dengan kyai Hamid sedang menuju pintu surga. Sang Habib berusaha menggapai kyai Hamid tapi tidak bisa. Mimpi itu datang sampai beberapa hari.
Setelah mendapat teguran dari sang ayahanda dan bermimpi bertemu kyai Hamid, beliau merasa sangat bersalah kepada kyai Hamid.
Beliau lalu mendatangi kediaman kyai Hamid untuk meminta maaf.
Kebetulan waktu itu bertepatan hari Ahad, ada pengajian umum rutinan di ndalem Kiai Hamid. Begitu Kiai Hamid melihat kedatangan Habib, beliau menyongsong dan mempersilakan Habib untuk memimpin pengajian rutin tersebut.

Tak dinyana, dalam pengajiannya, Sang Habib justru menceritakan apa yang beliau perbuat kepada Gus Nu'man dan mimpi-mimpinya kepada para jamaah pengajian yang puluhan ribu jumlahnya. Mendengar apa yang dituturkan oleh Sang Habib, tanpa terasa air mata Mbah Hamid mengalir deras.
Menurut sumber, kyai Hamid tidak pernah menangis sampai parah seperti itu sebelumnya. Beliau malu kalau kelebihan beliau diceritakan di muka umum.

Allahumma Sholli A'laa Sayyidina Muhammad  Wa A'laa Aali Sayyidina Muhammad .

12 AMALAN DI HARI ASYURA (10 MUHARRAM)

Orang NU memiliki amalan suro, yang sudah berjalan bertahun-tahun, amalan tsb Disebutkan dalam kitab Nihayatuz-Zein Syekh Nawawi, sebagai berikut ;

وَنُقِلَ عَنْ بَعْضِ الأَفاَضِلَ أَنَّ الأَعْماَلَ فيِ يَوْمِ عاَشُوْرَاءَ اِثْناَ عَشَرَ عَمَلاً الصَّلاَةُ وَالأَوْلىَ أَنْ تَكُوْنَ صَلاَةُ التَّسْبِيْحِ وَالصَّوْمُ وَالصَّدَقَةُ وَالتَّوْسِعَةُ عَلَى العِياَلِ وَالاِغْتِساَلُ وَزِياَرَةُ العاَلِمِ الصَّالِحِ وَعِياَدَةُ المَرِيْضِ وَمَسْحُ رَأْسِ اليَتِيْمِ وَالاِكْتِحاَلُ وَتَقْلِيْمُ الأَظْفاَرِ وَقِرَاءَةُ سُوْرَةِ الإِخْلاَصِ أَلْفَ مَرَّةٍ وَصِلَّةُ الرَّحْمِ , وَقَدْ وَرَدَتْ الأَحاَدِيْثُ فيِ الصَّوْمِ وَالتَّوْسِعَةُ عَلَى العِياَلِ وَأَمّاَ غَيْرُهُماَ فَلَمْ يَرِدْ فيِ الأَحاَدِيْثِ (نهاية الزين - ص 196)

Dikutip dari sebagian Ulama besar, bahwa amal ibadah yang layak diperhatikan di 10 Muharram ada 12 :

1. Melaksanakan Shalat sunnah yang paling utama shalat Tasbih,

2. Melakukan Puasa Sunnah, berikut tanggal 9 Muharram-nya, dan paling utama 10 hari, dari tanggal 1 s/d 10 Muharram

3. Melakukan Sodaqoh,

4. Melakukan keleluasaan keluarga artinya menambah dana belanja, membelikan baju baru dll.

5. Melakukan Mandi Sunnah,

6. Melakukan kunjungan pada Alim Ulama yang soleh,

7. Menengok orang yang sedang sakit,

8. Mengusap kepala yatim, artinya memberi kasih sayang seperti dengan menyantuni mereka,

9. Memakai celak mata,

10. Menggunting kuku,

11. Membaca surat Al-Ikhlas seribu kali,

12. Melakukan silaturrahmi terutama kepada saudara dan keluarga, sama seperti pada hari raya.

Melakukan Puasa asyuro dapat menghapus dosa selama setahun,dan melakukan Keleluasaan keluarga adalah berdasar makna redaksi hadits yang sudah tersurat, sedang ibadah yang lainnya (sperti 12 ibadah yg sisebutkan di atas) merupakan makna yang tersirat baik dari ayat -ayat Qur’an ataupun hadits-hadits.

Semoga bermanfaat

Minggu, 01 September 2019

MENGENAL METODE TERJEMAH “UTAWI IKI IKU”

Oleh : Ust. Muafa

Metode terjemah “utawi iki iku” disebut juga “metode terjemah gandul” (MTG) atau “hanging translation method”, atau “Thoriqoh At-Tarjamah Al-Wazhifiyyah Al-Mu’jamiyyah Al-Mu’allaqoh”.

Penciptanya nampaknya tidak memberi nama khusus metode ini. Praktikan dan sebagian akademisi-lah yang memberikan nama dan istilah untuk metode ini agar mudah dipersepsikan dalam pembicaraan ilmiah.

Metode ini sangat terkenal di pesantren dan diadopsi menjadi metode resmi untuk mengajarkan kitab-kitab berbahasa Arab “gundul” (yang tidak berharokat) atau yang lebih populer dengan sebutan “kitab kuning”. Popularitas metode ini bukan hanya di pesantren Jawa tetapi juga di Sunda, Madura, dan Melayu secara umum.

Sejarah awal kemunculan dan perkembangannya sampai hari ini masih sulit dipastikan, terutama terkait; siapa penciptanya, apa bahasa pertama yang dipakai, dan kapan pertama kali metode ini diciptakan?

Ibnu Burdah dalam “Journal of Indonesian Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya, vol.5 no.2 tahun 2011” mencoba menelitinya, tapi tetap memberi catatan bahwa hasil penelitiannya bukan jawaban final. Masih terbuka untuk penelitian lebih lanjut dan lebih dalam.

Semua teori dan informasi yang menyebut nama secara lugas siapa pencipta metode ini (seperti menyebut penciptanya adalah syaikh Nawawi Al-Jawi atau Syaikh Sholeh Darat) adalah informasi yang baru mencapai taraf “takhmin”/spekulasi karena tidak didukung argumentasi, dokumen dan bukti yang bisa diterima.

Laporan Martin Van Bruinessen menyebut bahwa pada Abad 16 M sudah ada naskah kitab pesantren yang memakai metode ini dan dikirim ke Eropa. Jika informasi ini benar, hal ini menunjukkan bahwa metode ini sudah ada sebelum abad 16 M. Artinya, sebelum era syaikh Nawawi Al-Jawi metode ini sudah biasa digunakan di pesantren.

Metode terjemah “utawi iki iku” termasuk salah satu fenomena menarik di negeri ini, terutama ketika kita berbicara penyebaran Islam dan bahasa Arab di negeri yang bahasanya sangat beragam ini. Barangkali di negeri-negeri lain di dunia Islam yang awalnya tidak berbahasa Arab, waktu itu Islam dan bahasa Arab juga disebarkan dengan cara yang mirip dengan apa yang dipraktekkan di Indonesia, yakni dengan memakai bahasa lokal dengan kekhasan masing-masing.

Inti dari metode terjemah ini adalah teknik menerjemah memakai bahasa Jawa (untuk pesantren jawa) yang bukan hanya menerjemahkan kata Arab tetapi juga menerjemahakan unsur nahwu dan shorof yang terkandung dalam teks secara detail dan rinci. Unsur tersebut diungkapkan dengan bahasa yang bersifat khas dan dibakukan.

Ciri utama metode ini adalah penulisan bahasa target (“target language”/TL, dalam konteks ini adalah bahwa Jawa) langsung di bawah bahasa sumber (“source language”/SL) secara menggantung dan miring dengan tulisan Arab pegon. Cara ini secara fisik akhirnya membentuk penampilan terjemahan antar baris yang membuat tampilan tulisan kitab menjadi penuh dan terkesan padat. Karena itulah metode ini dinamakan juga metode terjemah “gandul”, karena “gandul” dalam bahasa Jawa bermakna “menggantung”.

Ciri lain metode ini adalah dalam menerjemah, unsur yang diterjemahkan bukan hanya makna leksikal (ma’nan mu’jami) tetapi juga makna fungsional (ma’nan wazhifi). Bahkan juga kadang memasukkan tafsir lafaz-lafaz tertentu.

Jika bahasa yang dipakai untuk menerjemah adalah bahasa Jawa, maka bahasa Jawa yang dipakai sedikit berbeda dengan yang biasa dipakai sehari-hari. Seakan-akan bahasa Jawa yang dipakai untuk metode terjemah ini sudah menjadi bahasa Jawa yang khas pesantren dan dipahami hanya oleh kalangan pesantren.

Metode ini memang secara brilian “menitipkan” konsepsi-konsepsi sintaksis/nahwu/i’rob maupun konsepsi-konsepsi morfologis beriringan dengan terjemahan kata. Artinya, orang yang belajar bahasa Arab dengan metode ini secara otomatis dia juga belajar konsepsi gramatikal Arab sekaligus. Kemudian, melalui “gempuran” ngaji kitab kuning setiap hari dengan sekian banyak macam kitabnya, santri di “drill” habis-habisan mempraktekkan pemahaman konsepsi gramatikal itu dalam teks praktis yang dipelajari. Dengan cara ini santri memang akhirnya “dipaksa” belajar untuk memahami sehingga lama-lama menguasai juga.

Istilah-istilah yang dipakai untuk mengngkapkan konsepsi sintaksis (nahwu/i’rob) dan morfologi (shorf) bersifat khas. Jika bahasa target yang dipakai menerjemah adalah bahasa Jawa, istilah dan simbol yang dipakai untuk menjelaskan fungsi gramatikal sebuah kata pada saat menerjemahkan bisa dicontohkan dan diberi gambaran sebagai berikut,

“utawi” untuk menjelaskan posisi kata sebagai “mubtada’”, simbolnya (م)

“iku” untuk menjelaskan posisi kata sebagai “khobar”, simbolnya (خ)

“sopo” untuk menjelaskan posisi kata sebagai “fa’il ‘aqil”, simbolnya (سف)

“opo” untuk menjelaskan posisi kata sebagai “fa’il ghoiru ‘aqil”, simbolnya (ف)

“ing” untuk menjelaskan posisi kata sebagai “maf’ul bih”, simbolnya (مف)

“kerono” untuk menjelaskan posisi kata sebagai “maf’ul li -ajlih”, simbolnya (ع)

“kelawan” untuk menjelaskan posisi kata sebagai “maf’ul muthlaq”, simbolnya (مط)

“apane” untuk menjelaskan posisi kata sebagai “tamyiz”, simbolnya (تم)

“haleh” untuk menjelaskan posisi kata sebagai “hal”, simbolnya (حا)

“rupane” untuk menjelaskan posisi kata sebagai “badal”, simbolnya (بد)

“bayane” untuk menjelaskan posisi kata sebagai “bayan“, simbolnya (ب)

“ing dalem” untuk menjelaskan posisi kata sebagai “zhorf”, simbolnya (ظ)

“kang” untuk menjelaskan posisi kata sebagai “na’at/shifat”, simbolnya (ص)

“mongko” untuk menjelaskan posisi kata sebagai “jawab”, simbolnya (ج)

“ora” untuk menjelaskan posisi kata sebagai “nafi”, simbolnya (نف)

“piro-piro” untuk menjelaskan kuantitas kata yang bermakna “jamak”, simbolnya (ج)

dan lain-lain.

Sekilas dari uraian di atas, bisa dipahami bahwa metode ini tentu saja akan cocok untuk orang yang asli Jawa atau mengerti bahasa Jawa. Orang yang tidak mengerti bahasa Jawa akan bekerja dua kali; belajar bahasa Jawa dan belajar bahasa Arab. Hal ini bisa membuat waktu belajar lebih lama lagi.

Barangkali metode ini akan lebih efektif dan efisien jika sebelum diajarkan ke santri mereka dibekali dulu dengan materi pengantar yang memberikan gambaran sejarah metode ini secara sekilas, penjelasan makna istilah, penjelasan nahwu-sharf dasar, hubungan dengan cabang-cabang ilmu bahasa Arab dan semisalnya.

Metode ini juga bisa dikembangkan lagi lebih bagus dengan mengkaji kelemahan-kelemahannya, lalu diperbaiki dengan memanfaatkan ilmu-ilmu lingusitik terbaru dan hasil-hasil penelitian kebahasaan.

Sebagai penutup, kita mencoba menganalisis satu ayat dalam surah Al-Fatihah agar memperoleh gambaran bagiamana metode ini digunakan. Contoh ini kita petik dari kitab tafsir “Al-Ibriz” karya Kyai Bisyri Mushthofa dari Rembang.

الحمد لله رب العالمين

Terjemah:

أتوي سكابيهني فوجي إيكو كاكوغاني الله تعالى كغ مغيراني ووغ عالم كابيه

“Utawi sekabehane puji iku kagungane Allah kang mangerani wong alam kabeh”

Kata “utawi” adalah penanda bahwa kata “al-hamdu” berposisi sebagai “mubtada’”. Kata “sekabehane” yang bermakna “seluruhnya” adalah terjemahan “alif lam istighroqiyyah” yang melekat pada kata “al-hamdu”. “Alif lam istighroqiyyah” memang bermakna mencakup semua jenis makna kata yang dilekati. Karena “hamdun” bermakna puji, maka ketika dilekati “alif lam istighroqiyyah” maknanya adalah “segala macam dan jenis puji”. Kata “puji” adalah terjemahan “hamdu”.

Kata “iku” adalah penanda bahwa kata sesudahnya yaitu “lillahi” berposisi sebagai “khobar”. Sebagian kyai kadang-kadang menambai terjemahan “tetep” setelah kata “iku”. Terjemahan “tetep” di ambil dari “khobar mahdzuf muta’alliq” dengan “harf jarr” sesudahnya. Khobar mahdzuf itu boleh diperkirakan lafaz “istaqorro” atau “mustaqirrun”

Kata “kagungane” adalah adalah terjemahan dari harf “lam istihqoqiyyah” yang melekat pada kata “lillah”. Kata “kang” menandai bahwa kata sesudahnya yaitu “robbi” berposisi sebagai na’at/sifat. Kata “mengerani” adalah terjemahan dari kara “robb”. Kalimat “wong alam kabeh” adalah terjemahan “alamina” yang sekaligus mengandung konsepsi “jamak mudzakkar salim”.

Contoh terjemahan ini tentu saja tidak harus kaku dengan kata-kata persis seperti ini. Dalam versi lain bisa jadi ada sedikit variasi, penambahan dan pengurangan. Hanya saja perbedaan tersebut tidaklah esensial, hanya berbeda di level kedetailan, pilihan kata terjemah dan penambahan makna tafsir saja.

Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari bahasa Arab dari nol sampai sanggup membaca, memahami dan menerjemahkan teks-teks tidak berharokat dengan memakai metode ini?

Hanya anak pesantren yang lama mondok yang bisa menjawab pertanyaan ini.

Yang jelas, saya pribadi kebetulan takdir membuat saya tidak memakai metode ini untuk belajar bahasa Arab. Bukan apa-apa, hanya karena kisah hidup yang memang tidak memungkinkan ke pesantren. Metode yang saya gunakan adalah metode yang saya namai metode MUNTAHA dan sudah pernah saya buatkan tulisan ringan di sini;
klik...
Tulisannya

Semoga Allah merahmati ulama yang menciptakan metode terjemah gandul itu. Kreatifitas beliau jelas bermanfaat selama ratusan tahun, terbukti mampu melahirkan kyai-kyai/ulama-ulama berkualitas di nusantara, dan membentuk satu kultur ilmiah pesantren yang khas yang bermanfaat bagi dakwah Islam di negeri ini.

Copyright © 2016 IRTAQI