Minggu, 13 Januari 2013

AYAT YANG DI PERKOSA SALAFI WAHABI


Ayat di bawah ini sering dipotong dan di perkosa untuk menyalahkan amalan hasil ijtihad yang sudah menjadi tradisi yang ada. Golongan yang melakukan manipulasi ini tak bisa menerima pertemuan budaya yang sesungguhnya telah menyerap ajaran Islam dengan cara yang lebih lentur atau fleksibel. Mereka mengeksploitasi ayat-ayat al-Qur’an agar sesuai dengan misinya dengan dalih atas nama Allah dan RasulNya.
Mereka menggunakan slogan “kembali ke al-Qur’an dan Hadis” berdasar pemahaman salaf, namun dalam kenyataannya mereka justru melecehkan atau memanipulasi syarah dari para ulama salaf rodhiyallahu anhum, terutama terhadap interpretasi dan syarah atas dalil hadis atau ayat yang tidak sejalan dengan propaganda mereka, jadi pada dasarnya Mereka BerMANHAJ SALAF SEBATAS PENGAKUAN. Yang lebih buruk lagi, interpertasi atas ayat dan hadis yang ditunggangi oleh Yahudi mereka gunakan untuk menyerang atau menyesatkan saudara seiman. Bid’ah Bukan Hukum,  ia hanya merupakan pemisah antara amalan yang berdasar dengan perundang undangan Agama dan yang keluar murni dari hasil pemikiran.Naudzubillah min syururihim
ayat ayat quran
حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الخنزير وما أهل لغير الله به والمنخنقة والموقوذة والمتردية والنطيحة وما أكل السبع إلا ما ذكيتم وما ذبح على النصب وأن تستقسموا بالأزلام ذلكم فسق اليوم يئس الذين كفروا من دينكم فلا تخشوهم واخشون اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا فمن اضطر في مخمصة غير متجانف لإثم فإن الله غفور رحيم 
“Di Haramkan Atas Kamu Sekalian memakan Bangkai, Darah, dan Daging Celeng/Babi, dan apa2 yg di persembahkan selain kepada Allah (tidak di sembelih dg mengatasnamakan Allah) dan Hewan yg mati terjerat Lehernya, dan Hewan yg mati terpukul, dan Hewan yg mati karena jatuh, dan Hewan yg Mati sebab Berkelahi (“Gundangan” Jawa) dan Hewan yg di Mangsa Binatang Buas kecuali Hewan yg diburu dg menggunakan Anjing, atau di gigit binatang Buas sebelum mati di sembelih, dan Hewan yg di sembelih untuk persembahan Berhala, Dan Kalian juga di Haramkan membuat keputusan dg cara mengundi dg anak panah. Perbuatan2 seperti tersebut adalah bentuk kefasikan. Pada Hari ini orangorang Kafir itu putus harapan terhadap Agama Kalian, maka janganlah Kalian takut dg mereka, tapi takutlah dg Aku (Allah), Pada Hari ini telah Aku sempurnakan Agama kalian dan menyempurnakan juga Nikmat Kalian, dan Aku Ridlo Islam adalah Agama Kalian, Barang siapa yg berada dalam keadaan Darurat (sehingga andai tidak segera makan bisa menyebabkan mati) ia di perbolehkan memakan apaapa yg di haramkan tadi asal memakan dg sekedarnya, sesungguhnya Allah Maha Mengampuni dan Maha Berbelas Kasihan” (Ayat 3 surah Al Maidah)
Mungkin dg membaca keseluruhan Terjemah Ayat di atas Anda sudah dapat mebaca gerak PEMIKIRAN SALAFI dan segera dapat menyimpulkan  bahwa  ayat tersebut tidak sedang membicarakan tidak bolehnya ada pembaharuan (inovasi) dalam Agama, tapi ayat itu sedang berbicara masalah makanan yg di haramkan Allah, tentang  kemurahan yg di berikan kepada orang yg terpaksa, tentang Keputusasaan Kaum Kafir atas Agama Islam, serta tentang Kesempurnaan Islam dalam konteks sudah tersedianya Garis garis Besar Haluan dalam Hidup dan BerAgama. Sekali lagi tengok dan cermati  PENGERTIAN BID’AH MENURUT EMPAT IMAM MADZHAB agar tidak jatuh dalam penuduhan yang tidak berdasar.
Namun untuk lebih meyakinkan Anda bhw Para salaf juga sudah membicarakan Ayat tersebut dg cara pandang yg lebih luas dan lebih dekat dg Pemahaman yg sesungguhnya, dan karena yg menjadi Fokus pembahasan adalah penggalan ayat
اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا  
Maka saya  tidak akan membahas arti setiap kalimat yg ada dalam Ayat di atas, namun akan lebih menitikberatkan pada tema utama pembahasannya.  Mari kita pertama kali melihat sejarah yg melatarbelakangi di turunkannya ayat ini.
I. ASBABUNNUZUL
Sebab sebab di turunkannya ayat ini seperti yangg terdapat dalam Kitab Asbabu Al Nuzul oleh Imam Al Naysaburi adalah sebagai berikut keterangannya:
a. Kitab Asbabu Al Nuzul oleh Imam Al Naysaburi
أسباب نزول الآية:
أَخرج ابن منده في كتاب الصَّحابة، من طريق عبد الله بن جبلة بن حبان بن أَبجر عن أَبيه عن جده حبان قال: كنَّا مع رسول الله صلى الله عليه وسلّم وأَنا أُوقد تحت قدر فيها لحم ميتة، فأَنزل تحريم الميتة فأَكفأَت القدر
.
“Di keluarkan oleh Ibnu Mandah di dalam Kitab Al Shohabah, dari jalur ‘Abdullah bin Jablah bin Hibban bin Abjar dari Bapaknya dari Kakeknya Hibban mengatakan: Pada waktu itu Kita bersama2 Rosulullah dan saya sedang membakar Daging Bangkai di atas Periuk/Bejana, maka turunlah Ayat tentang keharamannya Bangkai, maka seketika saya balikkan bejana itu”
b. Dalam Tafsir Al Qurthubi al Jaami’ li Ahkaamil Quran juz 6 halaman 62 menjelaskan sebagai berikut ketika sampai pada penggalan ayat di atas :
وذلك أن النبيّ صلى الله عليه وسلّم حين كان بمكة لم تكن إلاَّ فريضة الصَّلاة وحدها، فلما قَدِم المدينة أنزل الله الحلال والحرام إلى أن حجّ؛ فلما حجّ وكمل الدين نزلت هذه الآية
“Hal itu sehubungan karena ketika di Makkah tidak di bicarakan Hukum2 kecuali seputar Sholat, namun setelah Beliau صلى الله عليه وسلّم sampai di Madinah dalam Hijrahnya Allah menurunkan Wahyu2 yg berkenaan dg masalah Halal dan Haram sampai Beliau صلى الله عليه وسلّم melaksanakan Ibadah Haji. Nah setelah Hajji dan Sempurnalah Agama Islam itu, di turunkannyalah Ayat ini”
وقال الجمهور: المراد معظم الفرائض والتحليل والتحريم، قالوا: وقد نزل بعد ذلك قرآن كثير، ونزلت آية الربا، ونزلت آية الكلالة إلى غير ذلك، وإنما كمل معظم الدين وأمر الحج
“Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat, bahwa yang dikehendaki (dengan ‘menyempurnakan’) adalah sebagian besar dari perkara yang fardflu, penghalalan dan pengharaman”.
Mereka berkata: “Telah turun setelah itu (ayat) al Quran yang banyak. Dan turun (pula) ayat riba dan ayat kalalah. Adapun yang sempurna adalah sebagian besar (yang berkaitan dengan) agama dan masalah haji.”
II. TAFSIR “AKMALTU LAKUM DIINAKUM”
Lalu apa arti kesempurnaan itu? Jika sudah sempurna, kenapa Harus Ada Ahli Fatwa semacam Syaih Muhammad Bin Abdul Wahab, Bin Baz, Utsaimin, Al Albani dll? Apakah di dalam Al Quran telah semuanya komplit di bicarakan Hukum2nya? Mereka mengatakan Dalam ayat yang mulia ini, Allah subhanahu wata’ala memberitakan bahwa agama Islam adalah agama yang telah sempurna. Artinya telah sampai pada tingkatan paripurna. Tidak butuh lagi terhadap penambahan dan pengurangan, relevan di setiap keadaan dan zaman tanpa butuh revisi dan koreksi. Karena memang agama ini turun dari Pencipta dan Pengatur alam semesta, yaitu Allah subhanahu wata’ala Dzat Yang Maha Sempurna.
Lalu kenapa Nabi tidak mengatakan adanya Pembagian Bida’ah menjadi Lughowy dan Isthilakhy, atau Dunia dan Agama, atau Majazy dan Haqiqy? Atau menegaskan Tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah  atau Membagi Tauhid kepada 3 Bagian secara tersurat dan gamblang? kenapa kita tidak bisa  MENJAGA HATI untuk minimal memberi ruang bebas bagi mereka yang beramal dengan pengetahuannya?

Dan ternyata Atsar Sahabat berbicara apa yg di maksud “Akmaltu Lakum Dinakum” itu ,yakni  :

a. Tafsir Al Thobary :
حدثنا ابن وكيع قال، حدثنا يحيى بن أبي غَنِيَّة، عن أبيه، عن الحكم:”اليوم أكملت لكم دينكم”، قال: أكمل لهم دينهم: أن حجوا ولم يحجَّ معهم مشرك. 
“Pada Hari ini telah Aku sempurnakan untukmu Agamamu” Al Hakam mengatakan yg di maksud adalah Agama Mereka (Para Sahabat) telah di sempurnakan dg Pelaksanaan Haji Mereka yg tidak di campuri oleh Orang2 Musyrik”
Ingat sebelum Fathu Makkah yang Haji di Baytullah al Haram itu justru lebih banyak dari Agama Yahudi!!! Dan setelah Fathu Makkah ada undang2 baru yaitu tidak di perbolehkannya Orang2 Musyrik memasuki Masjidil Haram!!!!

b. Tafsir Ibnu Katsir:
وقوله {ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱڎسْلَـٰمَ دِينًاۚ} هذه أكبر نعم الله تعالى على هذه الأمة حيث أكمل تعالى لهم دينهم، فلا يحتاجون إلى دين غيره، ولا إلى نبي غير نبيهم صلوات الله وسلامه عليه، ولهذا جعله الله تعالى خاتم الأنبياء وبعثه إلى الإنس والجن، فلا حلال إلا ما أحله، ولا حرام إلا ما حرمه، ولا دين إلا ما شرعه، وكل شيء أخبر به فهو حق وصدق لا كذب فيه ولا خلف كما قال تعالى: {وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْڕۚ} أي صدقاً في الأخبار، وعدلاً في الأوامر والنواهي، فلما أكمل لهم الدين، تمت النعمة عليهم ولهذا قال تعالى: {ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱڎسْلَـٰمَ دِينًاۚ} أي فارضوه أنتم لأنفسكم، فإنه الدين الذي رضيه الله وأحبه، وبعث به أفضل رسله الكرام، وأنزل به أشرف كتبه
“Adapun penjelasan {ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱڎسْلَـٰمَ دِينًاۚ} adalah: ini adalah Ni,mat besar yg Allah berikan kepada Ummat Islam sehubungan dg telah di sempurnakannya Agama ini, maka Ummat Islam tidak lagi membutuhkan Agama selain Agama Islam, dan tidak butuh lagi Nabi selain Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلّم, karena Allah telah menjadikan Beliau صلى الله عليه وسلّم sebagai penutup para Nabi dan Mengutusnya menyeluruh kepada Manusia dan Jin, maka yg di halalkannya adalah halal dan yg di haramkannya adalah haram. dan tidak ada Agama (Yg di akui Allah) kecuali apa yg di Syari’atkan olehnya  صلى الله عليه وسلّم , apa yang di Kabarkan Beliau صلى الله عليه وسلّم pasti nyata dan benar adanya, tidak berdusta dan tidak pula salah, seperti yg telah di sabdakan Allah  وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدلا (dan telah sempurna Kalimat2 Tuhanmu yg benar dan adil adanya) maksudnya adalah benar dalam pemberitaannya dan adil dalam perintah dan laranganNya. Maka ketika telah sempurna Agama mereka, sempurna pulalah Ni,mat Allah kepada mereka, dg alasan inilah ayat di atas di turunkan, dg maksud menfardlukan apa yg di fardlukan kepadamu, Allah meriDloi mereka semua Rodliyallahu ’anhum karena Agama inilah yg di sukai Allah, karena itu Allah mengutus Yg Paling Utama2nya Utusan untuk membawakan Agama ini, dan Allah menurunkan KitabNya kepada Beliau صلى الله عليه وسلّم . 
وقال علي بن أبي طلحة عن ابن عباس قوله {ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ} وهو الإسلام، أخبر الله نبيه صلى الله عليه وسلّم والمؤمنين أنه قد أكمل لهم الإيمان، فلا يحتاجون إلى زيادة أبداً، وقد أتمه الله فلا ينقصه أبداً، وقد رضيه الله فلا يسخطه أبداً
“Ali bin Abi Tholhah mengatakan dari Ibnu ‘Abbas yg di maksud PADA HARI INI TELAH AKU SEMPURNAKAN UNTUKMU AGAMAMU adalah Agama Islam, Allah memberitahukan hal itu kepada Nabi صلى الله عليه وسلّم dan Orang2 Mukmin bahwa sesungguhnya Allah telah menyempurnakan Iman mereka, maka tidak lagi butuh di tambah2 selamanya, dan Allah telah mematangkan Ni,matNya, maka tiada lagi akan berkurang selamanya, dan Allah telah meridloi mereka, maka tiada lagi Kemurkaan untuk selamanya”

c. Tafsir Rozy ada keterangan yang lebih terperinci dan sangat jelas sekali sebagai berikut:
وفيه مسائل:
المسألة الأولى: في الآية سؤال وهو أن قوله {ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ} يقتضي أن الدين كان ناقصاً قبل ذلك، وذلك يوجب أن الدين الذي كان صلى الله عليه وسلّم مواظباً عليه أكثر عمره كان ناقصاً، وأنه إنما وجد الدين الكامل في آخر عمره مدة قليلة.
Dalam Sabda Allah ini ada beberapa pertanyaan:
Masalah pertama: perlu di pertanyakan maksud ayat ini bahwa Sabda Allah “TelahAku sempurnakan bgimu Agamamu” mengindikasikan Kekurangan/kecacatan Agama sebelum turunnya ayat ini , dan Agama yg telah di jalankan Oleh Nabi pada sebagian besar Umurnya itu Naqish, karena pada kenyataannya Kesempurnaan Agama (setelah turunnya Ayat) baru di capai dalam sisa hidupnya yg sedikit.
 واعلم أن المفسرين لأجل الاحتراز عن هذا الاشكال ذكروا وجوهاً: الأول: أن المراد من قوله {أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ} هو إزالة الخوف عنهم وإظهار القدرة لهم على أعدائهم/ وهذا كما يقول الملك عندما يستولي على عدوه ويقهره قهراً كلياً: اليوم كمل ملكنا، وهذا الجواب ضعيف لأن ملك ذلك الملك كان قبل قهر العدو ناقصاً. الثاني: أن المراد: إني أكملت لكم ما تحتاجون إليه في تكاليفكم من تعلم الحلال والحرام، وهذا أيضاً ضعيف لأنه لو لم يكمل لهم قبل هذا اليوم ما كانوا محتاجين إليه من الشرائع كان ذلك تأخيراً للبيان عن وقت الحاجة، وأنه لا يجوز. الثالث: وهو الذي ذكره القفال وهو المختار: أن الدين ما كان ناقصاً، البتة، بل كان أبداً كاملاً، يعني كانت الشرائع النازلة من عند الله في كل وقت كافية في ذلك الوقت، إلا أنه تعالى كان عالماً في أول وقت المبعث بأن ما هو كامل في هذا اليوم ليس بكامل في الغد ولا صلاح فيه، فلا جرم كان ينسخ بعد الثبوت وكان يزيد بعد العدم، وأما في آخر زمان المبعث فأنزل الله سريعة كاملة وحكم ببقائها إلى يوم القيامة، فالشرع أبداً كان كاملاً، إلا أن الأول كمال إلى زمان مخصوص، والثاني كمال إلى يوم القيامة فلأجل هذا المعنى قال: {ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ} .
“Ketahuilah demi kehati hatian, Para Ahli, tafsir dalam menyikapi Kemusykilan ini, mempunyai beberapa pandangan:
Yg di maksud “Telah aku sempurnakan Bagimu Agamamu” adalah hilangnya rasa takut dan tampaknya kekuatan atas para musuhnya. Pandangan seperti ini selaras dg ketika raja telah menguasai musuh2nya di katakana telah sempurna kekuasaan penguasa itu dg penaklukan. Pandangan seperti ini lemah, karena jika begitu berarti sebelum adanya penaklukan atas musuh2nya Kerajaan itu masih kurang (Naqish). Yg dimaksud adalah ketercukupannya ayat2 Taklif (Pembebanan) dalam masalah halal dan haram. Pandangan seperti ini juga Lemah Argumen, karena jika ketercukupan itu hanya bisa di capai pada hari itu, bagaimana akan bisa mencukupi kebutuhan pengamalan Syari’at pada masa lalunya? Sedangkan kebutuhan untuk mengamalkan ajaran Agama tidak terbatas pada hari itu saja. Ini adalah pendapat terpilih yg di sampaikan oleh Al Qoffal, Selamanya Agama itu tidak akan Kurang dan terpotong2, tetapi selamanya dalam keadaan Sempurna, artinya Syaria’t yg di turunkan pada saat itu telah menyempurnakan kebutuhan  pada waktu itu juga, hanya saja Allah yg Maha Tahu tentu tahu juga pada saat pertamakali Syari’at itu di turunkan pasti bersesusaian dg kebutuhan pada saat itu yg tidak akan selaras dg kebutuhan hari esok, maka tidak salah jika ada suatu penetapan hokum yg kemudian di hapus stelah di tetapkan atau di tambah setelah tidak tercantum. Adapun Pada Akhir Zaman ini Allah telah menurunkan Syari’at yg sempurna dan akan selalu eksis sampai hari Kiyamat. Syari’at yg pertama itu sempurna menurut ukuran zamannya, dan yg kedua menyempurnakan untuk segala zaman, maka sehubungan dg hal ini ayat “Telah aku sempurnakan bagimu Agamamu” ini di turunkan”.
المسألة الثانية: قال نفاة القياس: دلت الآية على أن القياس بالطل، وذلك لأن الآية دلت على أنه تعالى قد نص على الحكم في جميع الوقائع، إذ لو بقي بعضها غير مبين الحكم لم يكن الدين كاملاً، وإذا حصل النص في جميع الوقائع فالقياس إن كان على وفق ذلك النص كان عبثاً، وإن كان على خلافه كان باطلاً.
“Masalah yg kedua: Bantahan Para penganut tidak adanya Qiyas (salah satu Imam Madlhab yg menolak Qiyas yg saya ketahui adalah Imam Madlhab Abu Dawud al Dlohiri) dalam masalah Agama mengatakan: Ayat ini menunjukkan bahwa Qiyas itu adalah Hal yg Bathil. Karena dg jelas ayat ini menunjukkan tercakupnya semua hokum waqi,iyyah, andai dalam Agama itu ada satu saja hokum yg tertinggal penjelasannya, itu menunjukkan Kekurangan Agama itu sendiri, jika qiyas yg di hasilkan itu bersesuaian dg Nash2 itu sama saja Qiyas itu tidak ada artinya, jika Qiyas itu ternyata tidak sesuai dg Nash, maka Qiyas itu menjadi Batal”.
أجاب مثبتو القياس بأن المراد بإكمال الدين أنه تعالى بيّن حكم جميع الوقائع بعضها بالنص وبعضها بأن بين طريق معرفة الحكم فيها على سبيل القياس، فإنه تعالى لما جعل الوقائع قسمين أحدهما التي نص على أحكامها، والقسم الثاني أنواع يمكن استنباط الحكم فيها بواسطة قياسها على القسم الأول، ثم أنه تعالى لما أمر بالقياس وتعبد المكلفين به كان ذلك في الحقيقة بياناً لكل الأحكام، وإذا كان كذلك كان ذلك إكمالاً للدين
“Jawaban dari Penganut adanya Qiyas demikian: Kesempurnaan Agama yg di maksud adalah Allah telah menjelaskan segala kejadian itu terkadang dg Nash yg jelas, dan terkadang untuk bias mengetahui Hukum2 Kejadian itu dg cara Qiyas. Allah Ta’ala membuat sebuah kejadian itu dg 2 cara, ada yg dg mendapat Nash yg jelas, dan ada yg dg jalan menarik kesimpulan dari Nash yg jelas tadi. Nah maka ketika Allah membuat metode Qiyas, kemudian Para Mukallaf beribadah dg berdasarkan Qiyas tadi, itu sama artinya dg pernyataan akan kesempurnaan Agama itu sendiri”.
Keterangan yg bersumber dari Kitab Tafsir Ruhul Bayan sebagai berikut:
{ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ} بالنصر والإظهار على الأديان كلها أو بالتنصيص على قواعد العقائد والتوقيف على أصول الشرائع وقوانين الاجتهاد {وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى} بالهداية والتوفيق أو بإكمال الدين والشرائع أو بفتح مكة ودخولها آمنين ظاهرين وهدم منار الجاهلية ومناسكها والنهي عن حج المشركين وطواف العريان {وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱڎسْلَـٰمَ دِينًاۚ} أي: اخترته لكم من بين الأديان وهو الدين عند الله لا غير
“Telah Aku sempurnakan Bagimu Agamamu dg Pertolongan dan menyemarakkan Agama itu mengalahkan Agama2 yg lain. Atau dg Nash2 Kaidah Keimanan dan selesainya Garis2 besar Syari’at dan kodefikasi Ijtihad, Dan telah Aku Sempurnakan Untukmu Nikmatku dg petunjuk dan Anugrah, atau dg Kesempurnanaan Agama dan Syari’at, atau dg di bukanya Makkah dan memasukinya dg aman serta semarak, dan merubuhkan tonggak kejahiliahan dan tata cara peribadatannya. Dan pelarangan orang2 Musyrik untuk berhajji, dan thowaf dg telanjang, Dan Aku Ridlo Islam sebagai Agamamu maksudnya Allah telah memilihkan Agama untuk kalian dari sekian Agama yg ada, Islamlah Agama satu2nya menurut Allah, tidak yg lain”.
III SOAL
Dari beberapa Penafsiran di atas maka اليوم أكملت لكم دينكم واتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا
Terjemahnya adalah:
“pada hari ini sudah aku lengkapkan bagimu agamamu, dan aku sempurnakan atasmu ni’mat dariku serta aku restui bagimu islam sabagai agama “(q. s Al- Mua’idah 53)
Berdasar atas ayat ini kiranya dapat dimengerti bahwa yang tersedia bagi umat islam berkenaan dengan agamanya tidak perlu lagi berijtihad yang mengakibatkan perbedaan pendapat karena sebagaimana ditegaskan dalam ayat diatas segala sesuatu yang berkenaan dengan agama sudah disempurnakan adanya atau dengan bahasa kita. Agama sudah (sempurna) dan paripurna. Selain dinyatakan dalam surat Al-Ma’idah tadi dalam ayat lain juga disebutkan bahwa dalam Al-Qur’an tersedia penjelasan untuk segala hal.
ونزلنا عليك الكتاب تبينا لكل شيئ
Artinya: dan kami turunkan kepadamu al-qur’an untuk menjelaskan segala sesuatu (Q.s Al-Nahi Ayat 89 juz 14)
Untuk melepaskan diri dari pertanyaan yang dikatomis tadi ada hal yang dapat kita sepakati:
1.kesempurnaan Al-Qur’an sebagaimana ditegaskan diatas bukanlah tatanan texnis yang bersifat detail, terperinci dan juz’iyahnya melainkan tatanan yang prensifil dan foundamental.
2.ajaran-ajaran prinsipil yang dimaksud dalam al-qur’an selaku kitab suci agama adalah sepiritualitas dan moral ajaran mana yang baik dan yang buruk untuk kehidupan manusia sebagai hamba allah yang beraqal budi sebagai acuan moral dan etika yang bersifat dasariyah. Al-Qur’an sepenuhnya sempurna tidak kurang satu apa. Adapun yang muncul dalam manusia yang dinamis dan terus berubah bisa dicarikan jawabannya dari sudut moral dengan mengembalikan pada ajaran Al-Qur’an yang prinsipil tadi inilah yang dimaksud dengan Al-Qur’an merupakan kitab yang sempurna yang menjelaskan segala hal. Jadi jangan ssekali-kali kita bayangkan bahwa kesempurnaan Al-Qur’an terus dibuktikan dalam kemampuannya menjawab pertanyaan juz’iyah apalagi yang bersifat texnis operasional
Lagi pula penjelasan moral atau etika yang tersedia tidak selalu terapan pada semua kasus etika yang terjadi dalam kehidupan kita, karena Al-Qur’an bukan kamus Ensiklopedia sehingga untuk menagkap petunjuk Al-Qur’an atas persoaan-persoalan etika yang kita hadapi dalam kehidupan nyata terlebih dulu kita mengenal prinsip-prinsip universal yang dicanangkannya. Ikhtiyar menyambungkan prinsip ajaran yang bersifat universal pada kasus-kasus kehidupan yang juz’iyah itulah disebut ijtihad yang terus dipukul dengan ketajaman nalar dan kejujuran hati manusia sebagai hambanya. Dan hasil ijtihad (sebagai proses intlektual untuk menurunkan ketentuan Universal pada kasus-kasus yang bersifat partikular sekaligus kerangka texnis operasional nya) itulah yang disebut fiqh. Seringnya terjadi perbedaan pendapat para intlektual tersebut karena dipengaruhi beberapa faktor .
a.Ajaran agama yang dicanangkan dalam Al-Qur’an atau Al-Hadits ada yang qoth’i ajaran yang bersifat prinsip dan absolut dan tidak dapat ditawar lagi sebagaimana kewajiban Sholat sewaktu puasa Rhomadlon dan lain-lainnya. Dalam hal ini tidak mungkin ajaran yang bersifat juziyah (Partikular) dan oprasional yang masih mungkin di interpretasikan denagn berbagai ma’na contoh dalam ayat Al-Qur’an disebutkan:
حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الخنزير ” الأية” (المائدة أية 3)
Dalam ayat ini jelas sekali alloh mengharomkan darah dan daging babi namun tidak jelas dari berbagai hal:
Pertama: apa arti maitah itu sendiri sehingga terjadi perbedaan apa tulang dan bulu itu termasuk bagian maitah sebagaimana yang dikemukakan pendapat Syafi’I atau bukan? Sebagaimana pendapat hanafi atau tulang tergolong maitah sedangkan rambut bukan maitah, perbedaan ini muncul karna perbedaan tentang apa itu arti hidup? Imam Syafi’i berpendapat bahwa hidup adalah berkembang dan menerima makanan lain halnya dengan imam hanafi beliau berpendapat bahwa yang dikatakan hidup adalah anggota yang dapat merasakan sesuatu, demikian pula dengan imam malik hanya saja beliau berpendapat tulang dapat merasakan sesuatu.
Setelah mereka sepakat bahawa rambut yang terlepas dari hayawan yang halal untuk dimakan dagingnya ketika masih hidup tergolong barang yang suci setelah ia sepakat bahwa setiap sesuatu yang lepas dari hayawan yang masih hidup adalah maitah, karena ada suatu hadits:
ما قطع من البهيمة وهي حية فهو ميتة
Artinya : sesuatu yang lepas dari hayawan yang hidup termasuk dari pada bangkai
Kedua : mengenai sesuatu yang lepas dari hayawan yang masih hidup termasuk bangkai apakah khusus apa segala penggunaan karna kata-kata hewan hanya hanya berlaku pada kata kerja bukan kata benda.
Yang ketiga : bangkai apa saja yang diharomkan?
Contoh lagi dalam kitab al-Qur’an disana disebutkan :

اذا قمتم الى الصلاة فاغسلوا وجوهكم وايديكم ……الأية المائدة 6
Dalam ayat ini jelas sekali bahwa orang yang akan melakukan sholat secara ayat disana ada tuntutan untuk melaksanakan wudlu namun kurang jelas dalam berbagai segi :
Segi pertama : apa arti sholat itu sendiri ? dan apakah sholat jenazah termasuk pada sholat yang ada dalam kata sholat yang berada dalam ayat diatas karana dalam sholat jenazah disitu tidak terdapat ruku’ dan sujud, padahal Rosululloh pernah bersabda :
صلوا كما رأيتموني اصلي
Artinya : sholatlah kalian semua sebagaiman kalian mengetahui aku sholat.
Sedangkan sholat yang kita ketahui dari Rosululloh adalah sholat yang ada ruku’ dan sujudnya sebagaiman apa yang telah sitegaskan dalam al-Qur’an :
واركعوا مع الراكعين….. البقرة 43
Demikian halnya sengan masalah thowaf apakah juga harus suci dari hadats karna ada hadits yang diceritakan oleh Imam turmudzi yang mengatakan :
الطواف بالبيت صلاة الا ان الله احل فيه الكلام
Segi kedua : perimtah wudlu’ dalam ayat diatas ini semata-mata hanya menjadi sarana sholat sehingga tidak perlu niyat sebagaimana pendapatnya imam Hanafi, karena berbeda dengan menutup aurot ataukah memang wudlu’ termasuk iabadah yang diperintahkan bukan hanya menjadi sahnya sholat saja terbukti walau masih belum hadats orang akan sholat tetap diperintahkan wudlu’ maka harus niat karena termasuk dalam ayat :
وما امروا الا ليعبد الله مخلصين له الدين………حنفاء
b. Karena berbeda menentukan ajaran qot’i dan dzonni sebagaiman dilakukan satu jama’ah jum’ah dalam satu balad tanpa ada hajad mulai zaman Rosul sampai pada orang-orang yang lemah yang merasa kesulitan untuk mendatangi pada jama’ah tsb. Dan didukung dengan penuh perhatian Rosul pada kaum-kaum yang lemah . Ini berarti hal yang qot’I dan tidak dapat ditawar lagi tapi juga mungkin karena jama’ah Rosul dianjurkan satu jama’ah karena untuk mendengarkan wahyu darinya, sedangkan ada zaman shohabat hanya du hawatirkan adanya fitnah sehingga jika acuab siatas taelah tiada maka tidak ada masalah jum’atan lebih dari pada satu jama’ah, berarti ajaran tersebut dikategorikan dzonni. Demikian pula ada perbedaan penelitiian dzonni dan qot’i adanya imam harus seorang pria.
c. Berbedanya situasi dan kondisi umat sebagaimana yang terjadi dalam menentukan ajaran agama diantara intelektual Hijaz dan intelektual Irak, bagi hijaz telah mempertahankan teks hadits dan fatwa shohabat dan bagi intelektual irak lebih mengedepankan esensi dari pada teks dengan dirasionalkan dan mempertahankan dari pada tujuan syareat, contoh saja dalam hadits
ان في كل اربعين شاة شاة وان صدقة الفطر صاع من تمر او شعي وان من الشاة المصراة بعد اجتلاب لبنها رد معها صاعا من تمر
Intelektual Irak memahami hasits diatas dengan rasional dan disesuaikan dengan tujuan syareat yaitu bagi pemilik 40 kambing harus memberi santunan pada fuqoro’ dengan satu kambing atau yang senilai. Orang yang mengeluarkan zakat fitroh, wajib satu sho’ kurma atau yang senilai, air susu yang telah diperas harus diganti dengan sesamanya atau yang senilai, berbeda dengan intelektual tanah Hijaz mereka memahami teks tersebut dengan apa adanya tanpa meniggalkan syareat oleh karenannya mereka mengharuskan mengeluarkan kambing dan juga khusus dengan sho’, tidak diperbolehkan mengeluarkan dengan nilai dari barang tersebut
Hal ini dipengaruhi setidaknya tiga hal yaitu :
>>Hadits dan fatwa shohabat yang diterima oleh para intelektual Irak tidaklah sebanyak apa yang diterima oleh para intelektual Hijaz.
>>Situasi dan kondisi di Irak telah tersebar beberapa fitnah karna negara tersebut telah menjadi pangkalan pelarian orang-orang syiah dan khowarij sehingga banyak pemalsuan hadits atau perubahan sehingga sangat perlu adanya selektif yang sangat ketat yang berakibat pada sangat minimnya hadits ynga lulus sensor.
>>Lingkungan di Irak tidak sama dengan lingkungan di Hijaz, ketegasan hukum dan kasus juga tidak sama, karena pemerintah paris telah meninggalkan beberapa adat istiadat dan muamalah yang tidak ada pada tanah Hijaz
4. Karena berbedanya cara memberi pertimbangan pada hadits dan mengedepankan satu riwayat yang lain. Misalnya Abu Hanifah dan para pengikutnya telah membuat dasar hukum dengan hadits mutawatir dan masyhur dan mengedepankan hadits yang tidak diriwayatkan oleh para intelektual agama, oleh karenya Abu yusuf berkata :
وعليك بما عليه جماعة من الحديث وما يعرفه الفقهاء
Artinya : Anda harus mengambil hadits yang telah didukung oleh golongannya ulama’ dan telah diketahui oleh para intelektual agana.
Sedang Imam Malik dan para shohabat dan pengikutnya lebih mengedepankan apa saja yang menjadi keputusannya ahli Madinah dan tidak memakai hadits Ahad yang berbeda dengan keputusan Ahli Madinah. Untuk mujtahid lain telah mengambil hadits ysng diriwayatkan orang-orang adil baik intelektual atau bukan, identik dengan fatwa Ahli Madinah atau tidak. Dari faktor ini kan berkembang bahwa intelektual Irak seperti Abu Hanifah telah membuat keputusan bahwa Hadits Masyhur sama dengan hadits mutawatir ampu mentakhsis dalil al-Qur’an yang masih umum, dan mampu mengqoyidi dalil yang mutlak, berbeda dengan intelektual yang lain.
5. Karena berbeda memberi pertimbangan fatwa shohabat yang hasil dari ijtihad mereka, Abu Hanifah dan santrinya telah menggunakan dasar hukum atas keputusan shohabat walau hasil ijtihad bagi Syafi’I serta pengikutnya menganggap bahwa hasil ijtihad shohabat tidak ma’sum ( ada jaminan kebenaran ) maka perlu ijtihad sendiri walau hasilnya berbeda dengan hasil ijtihadnya shobat.
6. Karena menanggapi dasar-dasar yang timbul karena gramatika ( susunan bahasa ) sebagaimana yang berpendapat bahwa teks dapat dijadikan dasar penetapan dalam dalil mantuq ( bahasa nyata ) dan mengantarkan keputusan dalam dalil mafhum mukolafahnya ( asumsi yang terkandungnya ) sebagian tidaklah demikian, ada yang berpendapat dalil yang masih umum maka qot’I dalam semua yang dimuat, sebagian lain ada yang berpendapat dzonni ( dugaan ) dan jika ada amar mutlaq berarti menunjukkan dasar hukum wajib kecuali ada dalil yang merubahnya, sebagian malah justru sebaliknya masih banyak. Masih banyak lagi fakyor-faktor yang mengakibatkan berbeda oendapat yang tidak mungkin disebutkan disini dengan keseluruhan.
IV PENUTUP
Allah telah menjelaskan sebuah hukum pada suatu kejadian dengan dua cara; yang pertama dengan cara menetapkan nashnya langsung yaitu ketetapan hukum pastinya, dan yang kedua dengan cara metode yang memungkinkan bisa menarik kesimpulan dari nash tersebut. Maka ketika Allah memerintahkan dengan adanya qiyas dan mukallaf beribadah atas dasar qiyas (banyak masalah khilafiah didasarkan atas dasar qiyas yang hal ini sebenarnya bukanlah bid’ah namun diklaim bid’ah oleh SALAFI sebab mereka tidak mengikuti aturan dalam istinbat yang telah disepakati para ulama ushul fiqih ) , maka pada hakikatnya itu adalah sebuah penjelasan bagi setiap hukum, dengan demikian hal itu merupakan kesempurnaan agama.Dan Q.S. al-Maidah : 3 bukanlah merupakan ayat yang terakhir yang diturunkan Allah SAW sebab setelah ayat ini turun masih ada ayat lagi yang turun sepertii ayat tentang riba dan kalalah. Sebagian mufassir juga memaknai ayat tersebut bahwa Makkah al-Mukarramah sebelumnya selalu masih dimasuki orang musyrik mengikuti hajinya orang muslim. Mulai kejadian turunnya ayat ini, maka Allah mengabarkan bahwa Nabi SAW dan orang-orang yang beriman kepadanya telah disempurnakannya dengan sebab orang-orang musyrikin tidak dapat lagi memasuki masjidil haram .Dengan demikian, ayat di atas tidak relevan dijadikan dalil untuk menolak adanya bid’ah hasanah
Nah kiranya lebih dari cukup tulisan di atas untuk membongkar sarang kutu busuk yg mencoba menutupi otak kaum muslimin selama ini, sehingga tiada lagi kata basi yg menydutkan, melecehkan, dan merendahkan peran Ulama untuk berintraksi dg budaya sekitarnya yang jelas jika WAHABI/SALAFI TIDAK MAMPU MENERIMA PERBEDAAN, maka sebaiknya buatlah Sorga dan Neraka sendiri. Kita tentu masih teringat dg jasa imam Syafi,I manakala manusia telah berani menyimpulkan, mengartikan, menafsirkan dan menyimpulkan Nash2 suci itu dg seenak udelnya sendiri, Beliau telah berhasil meminimalir itu semua dg di ciptakannya sebuah rumusan metode berijtihad yg tentu saja pada Zaman Nabi dan Sahabat tidak ada, yaitu apa yg di sebut Ushul Fiqih. Yg mana Rumusan itu telah di pakai oleh Para Pakar generasi berikutnya, karena belum pernah ada yg mampu menyaingi ketelitian Rumusan Beliau Rodliyallahu ‘anhu.
 http://warkopmbahlalar.com/2011/08/ayat-yang-di-perkosa-salafi-wahabi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda untuk menambah silaturahim.