Bahtsul Masa’il
28/02/2009
Majelis Ulama Indonesia (MUI) beberapa waktu lalu mewacanakan fatwa rokok haram. Sebagian kalangan menilai bahwa rencana MUI mengeluarkan fatwa rokok haram adalah sepihak. Mereka berdalih kalau rokok diharamkan, maka akan banyak pengangguran dan mengurangi devisa Negara yang didapat dari pajak rokok. Pada 2006 saja, suntikan cukai dan pajak rokok kepada pemerintah mencapai 50 triliun rupiah.
Sementara itu, banyak juga kalangan yang mendukung rencana MUI. Bahkan menurut suatu survei, total biaya konsumsi tembakau adalah Rp. 127,4 triliun, yang digunakan untuk belanja tembakau, biaya pengobatan sakit akibat mengkonsumsi tembakau, kecacatan dan kematian dini.
Selaras dengan itu, Survei Ekonomi dan Kesehatan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2003) juga membuktikan keluarga miskin rata-rata mengalokasikan 8-9 persen pengeluarannya untuk belanja tembakau. Sementara itu, pada saat yang sama keluarga miskin hanya mengalokasikan 2,6 persen untuk biaya pendidikan dan 1,9 persen untuk kesehatan dari total pengeluaran.
Pertanyaan
a. Bagaimana menurut fikih formal muatan fatwa MUI berkenaan fatwa rokok haram pada saat sekarang, apakah sudah dianggap proporsional?
Jawaban
Kurang dianggap proporsional karena:
•MUI tidak punya kapasitas untuk melahirkan hukum dari ijtihadnya sendiri, dan referensi hukum haram yang ada merupakan pendapat yang lemah.
•Pertimbangan yang disampaikan MUI belum memenuhi standar untuk memastikan haramnya merokok secara mutlak.
Referensi
1. Anwarul Buruq juz 1 hal. 217
2. Mausu’ah Fiqhiyah juz 11 hal. 101
3. Tuhfatul Muhtaj juz 4 hal. 238
4. Bughyah Mustarsyidin hal. 39
Pertanyaan
b. Apakah status MUI adalah Komisi Fatwa dalam kacamata fikih?
Jawaban
Statusnya adalah sebagai Mufti Majazi/Naqil al-Qoul
Referensi
1. Qowaidul Fiqh li Muhammad ’Amimi juz 1 hal. 565-567
2. Bughyah Mustarsyidin hal. 7
3. Al Faruq juz 4 hal. 53
4. Al Majmu’ juz 1 hal. 42
5. Adabul Fatwa wal Mufti juz 1 hal. 10-13
sumber: http://misykat.lirboyo.net/fatwa-haram-rokok/
28/02/2009
Majelis Ulama Indonesia (MUI) beberapa waktu lalu mewacanakan fatwa rokok haram. Sebagian kalangan menilai bahwa rencana MUI mengeluarkan fatwa rokok haram adalah sepihak. Mereka berdalih kalau rokok diharamkan, maka akan banyak pengangguran dan mengurangi devisa Negara yang didapat dari pajak rokok. Pada 2006 saja, suntikan cukai dan pajak rokok kepada pemerintah mencapai 50 triliun rupiah.
Sementara itu, banyak juga kalangan yang mendukung rencana MUI. Bahkan menurut suatu survei, total biaya konsumsi tembakau adalah Rp. 127,4 triliun, yang digunakan untuk belanja tembakau, biaya pengobatan sakit akibat mengkonsumsi tembakau, kecacatan dan kematian dini.
Selaras dengan itu, Survei Ekonomi dan Kesehatan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2003) juga membuktikan keluarga miskin rata-rata mengalokasikan 8-9 persen pengeluarannya untuk belanja tembakau. Sementara itu, pada saat yang sama keluarga miskin hanya mengalokasikan 2,6 persen untuk biaya pendidikan dan 1,9 persen untuk kesehatan dari total pengeluaran.
Pertanyaan
a. Bagaimana menurut fikih formal muatan fatwa MUI berkenaan fatwa rokok haram pada saat sekarang, apakah sudah dianggap proporsional?
Jawaban
Kurang dianggap proporsional karena:
•MUI tidak punya kapasitas untuk melahirkan hukum dari ijtihadnya sendiri, dan referensi hukum haram yang ada merupakan pendapat yang lemah.
•Pertimbangan yang disampaikan MUI belum memenuhi standar untuk memastikan haramnya merokok secara mutlak.
Referensi
1. Anwarul Buruq juz 1 hal. 217
2. Mausu’ah Fiqhiyah juz 11 hal. 101
3. Tuhfatul Muhtaj juz 4 hal. 238
4. Bughyah Mustarsyidin hal. 39
Pertanyaan
b. Apakah status MUI adalah Komisi Fatwa dalam kacamata fikih?
Jawaban
Statusnya adalah sebagai Mufti Majazi/Naqil al-Qoul
Referensi
1. Qowaidul Fiqh li Muhammad ’Amimi juz 1 hal. 565-567
2. Bughyah Mustarsyidin hal. 7
3. Al Faruq juz 4 hal. 53
4. Al Majmu’ juz 1 hal. 42
5. Adabul Fatwa wal Mufti juz 1 hal. 10-13
sumber: http://misykat.lirboyo.net/fatwa-haram-rokok/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda untuk menambah silaturahim.