www.rmol.co |
Dalam satu dua hari ke depan, William Jefferson Clinton alias Bill Clinton, mantan presiden Amerika Serikat akan mengunjungi Indonesia dengan memakai bendera Clinton Global Initiatives (CGI), akan tetapi beberapa kalangan mencurigai bahwa maksud kedatangan Bill Clinton tersebut adalah sebagai perwakilan pemerintah Amerika untuk melakukan intervensi terhadap pilpres yang sedang berlangsung di Indonesia supaya KPU memenangkan kubu Jokowi-Jusuf Kalla.
Kecurigaan beberapa kalangan tersebut sama sekali tidak berlebihan sebab Amerika memiliki kebiasaan melakukan intervensi dalam proses pemilihan yang dilakukan oleh rakyat sebuah negara dengan tujuan pemimpin terpilih akan pro kepentingan Amerika. Mereka tidak peduli dan tidak akan mengedipkan mata sekalipun intervensi tersebut akan memecah belah kesatuan bangsa setempat. Contoh teranyar adalah Ukraina yang pemilihan presiden negara tersebut dalam 10 tahun terakhir merasakan dua kali intervensi Amerika dan Eropa melalui Revolusi Orange dan Euromaidan, sebuah intervensi yang menyebabkan Ukraina mengalami perang saudara sampai hari ini dan membunuh banyak rakyat.
Khusus Indonesia, harian New York Times pada tanggal 20 Mei 1998 atau sehari sebelum Presiden Soeharto menyatakan berhenti menerbitkan berita bahwa sejak tahun 1995, Amerika di bawah administrasi Bill Clinton, melalui jaringan The United States Agency for International Development (USAid) telah memberikan uang sebesar US 26juta kepada LSM/NGO di Indonesia yang dimaksudkan sebagai dana menjatuhkan Presiden Soeharto. Dalam artikel di maksud, Peter Galbraith dari USAid mengakui bahwa tujuan pemberian dana secara diam-diam tersebut adalah untuk: “…to prepare for a possible transition from Suharto to what we hope will be a more democratic and stable system.”
Selain itu, dalam artikel yang sama William Liddle, profesor Ohio University mengatakan bahwa salah satu tujuan USAid adalah “mencari bibit” yang dipersiapkan untuk memimpin kelompok perlawanan terhadap presiden Soeharto: ”…The point of the program was to try to develop these groups. The groups are now leading figures in the opposition,” dan hari ini para mantan binaan Amerika Serikat tersebut masuk sebagai timses pasangan Jokowi-JK (silakan periksa siapa saja aktivis zaman Orde Baru di kubu Jokowi-JK yang pernah menerima beasiswa dari Amerika untuk sekolah).
http://www.nytimes.com/1998/05/20/world/unrest-indonesia-opposition-us-has-spent-26-million-since-95-suharto-opponents.html
Menurut temuan kompasianer Go Teng Shin, William Liddle dan anak didiknya yang pernah mengecap pendidikan di Ohio University sudah sejak tahun 2004 bermain dan berusaha mempengaruhi opini publik Indonesia, antara lain melalui komentar atau bermain menggunakan quick count. Tidak heran bila pada pileg dan pilpres 2014 ini William Liddle dan murid-muridnya seperti Saiful Mujani, Eep Saifulloh Fatah, Denny JA, Kuskridho Ambardi mengintervensi pemilu Indonesia dengan mendukung dan menjadi timses salah satu pasangan calon yaitu pasangan Jokowi-JK.
http://m.kompasiana.com/post/read/667757/2/demokrasi-indonesia-jadi-mainan-ohio-boys.html
Sekarang kita kembali ke Bill Clinton dan pemberian “dana perang” melalui USAid kepada oposisi presiden Soeharto di Indonesia. Keinginan Bill Clinton untuk menjatuhkan presiden Soeharto dimulai sejak tahun 1992 saat dia mencalonkan diri sebagai capres untuk pertama kalinya, di mana saat kampanye dia mengatakan karena perang dingin sudah usai maka Amerika sudah tidak lagi membutuhkan presiden Soeharto. Saya menduga kebencian capres Bill Clinton ada hubungannya dengan pidato presiden Soeharto selaku Ketua Gerakan Non-Blok berjumlah 108 negara atau dua pertiga dari anggota PBB pada tanggal 24 September 1992 berpidato di PBB dan meminta perubahan dan demokratisasi PBB serta meminta agar keanggotaan Dewan Keamanan diperluas.
Pernyataan presiden Soeharto di depan PBB tersebut dianggap menantang hegemoni Amerika di PBB yang sudah berlangsung selama puluhan tahun dan perbuatan demikian tidak dapat diterima oleh capres Bill Clinton sebab saat itu sebagian besar rakyat dan pemimpin politik Amerika sedang euforia karena sukses meruntuhkan Uni Soviet dan menjadi satu-satunya kekuatan super power di dunia sehingga melahirkan doktrin exceptionalism atau “pengecualian” Amerika yang artinya tindakan Amerika di dunia akan dikecualikan dari ketentuan hukum internasional, termasuk melakukan invasi dan mengebom negara manapun di dunia. Kesombongan ini baru berakhir setelah peristiwa 9/11.
Di tengah kebanggaan ini, tiba-tiba seorang presiden dari negara miskin yang memimpin sesama 108 negara terbelakang lain berani menantang hegemoni Amerika? Tentu saja tidak dapat diterima dan presiden itu harus diturunkan. Itulah sebabnya sejak menjabat sebagai presiden Amerika per Januari 1993, Bill Clinton dan administrasinya merancang kejatuhan presiden Soeharto termasuk memberikan “dana perang” sebesar US 26juta yang merupakan angka terbesar yang pernah diperoleh NGO/LSM di Indonesia. Niat jahat tersebut terungkap dari fakta bahwa dari tahun 1970an NGO seperti LBH Jakarta memang sudah menerima donasi asing secara teratur namun dana tersebut tidak besar dan hanya sebagai dana operasional, dan pada tahun 1995 adalah untuk pertama kalinya USAid memberikan dana perang kepada NGO di Indonesia untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah dan berdaulat.
USAid sendiri didirikan oleh Presiden John F. Kennedy sebagai lembaga sosial untuk membantu pembangunan di negara-negara miskin, dan sekalipun secara teknis adalah sebuah lembaga yang independen namun USAid beroperasi berdasarkan panduan kebijakan luar negeri Presiden Amerika, Sekretaris Negara dan National Security Council (NSA). NSA adalah salah satu lembaga intelijen di Amerika yang baru-baru ini dipermalukan oleh Edward Snowden karena membongkar kegiatan NSA memata-matai diplomat dan pemimpin negara sahabat Amerika. Selain NSA, USAid juga bekerja sama dengan CIA sebagaimana diungkap William Blum, dalam buku Killing Hope: U.S. Military and CIA Interventions Since World War II (hal. 142, 200 dan 234) bahwa USAid berhubungan dengan CIA sejak awal berdiri dan agen CIA sering menyamar sebagai staf USAid ketika melakukan sebuah operasi intelijen seperti Orange Revolution dan Euromaidan di Ukraina.
USAid beroperasi dengan pengendalian dari pemerintah Amerika dan sebagai bagian dari operasi intelijen CIA dan NSA, maka tidak heran ketika Amerika tidak menyukai rezim sebuah negara maka USAid akan diminta untuk secara diam-diam mendukung dan mendanai gerakan oposisi setempat dengan tujuan menjatuhkan rezim tersebut dan digantikan dengan rezim yang “disukai” oleh Amerika Serikat dengan alasan “mendorong demokrasi”. Tentu saja Presiden Soeharto adalah salah satu korbannya. Karena USAid sering mendanai kegiatan makar di sebuah negara atas perintah Amerika Serikat inilah maka banyak negara seperti Rusia dan Ekuador mengusir USAid dari negara mereka. Selain itu pada tahun 2012 lembaga ALBA menyerukan kepada anggotanya (Venezuela, Kuba, Ekuador, Bolivia, Nikaragua, San Vicente, Dominika, dan Antigua) untuk mengusir USAid dari negara masing-masing.
Bukti lain yang menunjukan bahwa Bill Clinton memiliki motif melakukan intervensi pada pilpres di Indonesia adalah fakta bahwa Selain itu terungkap pula bahwa sejak 1991 James Riady, donatur Jokowi-JK telah memberi uang kepada Bill Clinton sebesar US 800,000 kepada Bill Clinton dan saat pencapresan Bill Clinton sebesar US 425,000 melalui Arief Wiriadinata, menantu Hashim Ning yang tidak lain adalah teman bisnis Mochtar Riady, ayah James Riady. dan beberapa mantan eksekutif grup Lippo bekerja untuk pemerintahan Bill Clinton.
http://edition.cnn.com/ASIANOW/asiaweek/96/1101/nat4.html
Berdasarkan bukti dan fakta di atas maka kita bisa mengambil sebuah kesimpulan bahwa kedatangan Bill Clinton ke Indonesia sesungguhnya atas undangan James Riady yang merupakan donatur/cukong bagi pencapresan Bill Clinton dan Jokowi untuk bisa membantu lobi kepada KPU RI supaya memenangkan pasangan Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia berikutnya. Untuk itulah segenap rakyat Indonesia harus menolak kedatangan Bill Clinton yang intervensinya di Indonesia tahun 1995-1998 telah membunuh puluhan ribu rakyat Indonesia yang tidak berdosa hanya karena Amerika ingin melihat pergantian rezim di Indonesia. Bila kita gagal mencegah kedatangan Bill Clinton maka semua kegiatannya di Indonesia harus diawasi dengan seketat mungkin guna meminimalisir usaha mengintervensi pilpres di Indonesia. Ingat, Bill Clinton bukan sahabat Indonesia, dia adalah musuh besar rakyat Indonesia!
sumber: kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda untuk menambah silaturahim.