الفتح
الكبير في ضم الزيادة إلى الجامع الصغير – (ج 1 / ص 104
إذا رَأى أحَدُكُم امْرَأةً حَسْناءَ
فأعْجَبَتْهُ فَلْيَأتِ أهْلَهُ فإنَّ البُضْعَ واحِدٌ ومَعَها مِثْلُ الذِي
مَعَها
“Jika diantara kalian melihat perempuan yang membuatmu
terpana, maka segeralah mendatangi istrimu. Karena sesungguhnya budh’ (alat
kelamin perempuan) itu satu. Kenikmatan bercumbu mesera bersama perempuan itu (yang
engkau lihat) sama saja kenikmatan bercumbu mesra dengan istri”
Hadits di atas memiliki beberapa catatan. Pertama, merupakan
sifat manusiawi kagum atau terpana pada perempuan lain, apalagi lebih cantik
dari istri kita. Kedua, ketika kagum atau terpana melihat pada perempuan lain, solusinya
kembali pada istri. Ketiga, sesungguhnya kenikmatan bercumbu mesra bersama
perempuan manapun, rasanya sama saja dengan istri kita.
Ketiga catatan tersebut cukup untuk memberi pemahaman
bagaimana mempertahankan kesetiaan. Jadi, wajar saja siapapun bisa kagum atau
terpana kepada selain istri. Ketika hal ini menjadi kewajaran, maka jangan
pernah dijadikan masalah. Yang perlu dijadikan masalah ketika kekaguman itu
diwujudkan dengan sikap atau dilanjutkan dengan tindakan. Semisal, ketika
melihat perempuan lain lalu kagum, kemudian sampai mengungkapkan kekagumannya
dan ditambah lagi dengan mengikat hubungan. Inilah yang menjadi masalah.
Oleh sebab itu, ketika kagum pada perempuan lain, segeralah
mendatangi istrinya. Jika tidak mungkin, cukup ingat saja bahwa kita sedang
memiliki istri, kita memiliki hubungan cinta yang harus dijaga.
Rasulullah menyuruh segera mendatangi istrinya kepada
orang yang melihat perempuan lain lalu kagum dan terpana karena kecantikannya. Karena
kekaguman itu hanya sekedar penasaran semata. Jika sudah dilampiaskan kepada
istrinya, maka penasaran itu hilang seketika. Artinya, sama saja.
Begitulah Rasulullah mengajari orang-orang (laki-laki) yang
kagum dan terpana pada perempuan lain. Jelasnya, cara mempertahankan kesetiaan
pada istri. Ketika setiap kekaguman pada orang lain dilampiaskan pada istrinya,
maka secara otomatis kesetiaan akan bersemi tanpa perlu diusahakan. Ketika
berhasrat pada perempuan lain, istrinya yang menjadi perwujudan bercumbu mesra.
Kesetiaan seperti inilah yang pasti berpahala dan mulia.
Lalu bagaimana bagi yang belum halal. Solusinya sama, namun
caranya berbeda. Yaitu, ketika melihat yang lebih cantik dari kekasih kita, maka
segera kembali pada kekasihnya. Kembali maksud di sini tentu tidak sama dengan
kembalinya suami pada istri, tetapi diartikan dengan kembalinya hati pada
kekasih, dengan cara ingat padanya. Hadirkan wajahnya di hadapan mata untuk
menutupi wajah yang lain. dengan seperti ini, hati akan tetap istiqamah pada
satu cinta saja.
Ingat kepada kekasih, apalagi sampai menghadirkan
bayangannya, akan membuat kita tidak akan melakukan hubungan dengan yang lain. Seperti
inilah kesetiaan. Kesetiaan yang nyata adalah ketika kita jauh, kita tetap
menjaga hati agar tidak beralih pada yang lain.
Mempertahankan kesetiaan bisa juga dengan mengingat di
saat kita menjalin cinta, di saat kita mengikat janji, di saat kita selalu
merasakan kebahagiaan bersama, dan di saat kita berprinsip untuk selalu setia. Meskipun
seseorang yang kita lihat itu lebih baik atau sempurna, kita harus tetap
mempertahankan kesetiaan. Kita harus tetap memilih pada kekasih kita. Jangan
pernah memilih karena yang lebih baik atau sempurna, memilihlah karena
kesetiaan. Kesetiaan itu tidak karena yang lebih baik atau sempurna, melainkan
karena cinta.
Apalagi, kita memilih atau tidak setia ketika melihat
yang lain, hanya karena lebih cantik atau lebih tampan. Tentu, tanpan dan
cantik itu arahnya pada fisik. Jika sudah karena fisik, maka landasannya nafsu.
Rasulullah sudah menjelaskan dalam hadits di atas, bahwa kenikmatan alat
kelamin itu sama saja. Jika masih merasa berbeda, itu hanya penasaran semata. Namanya
penasaran jika sudah tahu, jadinya biasa saja. Orang yang mencari kepuasan
dalam kenikmatan hal ini, selama-lamanya tak akan pernah kunjung menemukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda untuk menambah silaturahim.