Peristiwa tsunami kecil di Wasior, Papua yang menelan lebih dari 150 warga, disusul banjir di DKI Jakarta yang mampu menghentikan denyut jantung aktivitas perekonomian ibukota.
Tak mau ketinggalan pula gempa dan tsunami di pantai Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat yang merenggut lebih dari 115 nyawa, dan awan panas Gunung Merapi mencapai suhu 8000C di Yogyakarta pun seakan ikut andil ‘menyapa’ manusia.
Fenomena alam ini tak ubahnya hanya secuil bukti tentang kekuasaan Allah untuk menggambarkan betapa kecilnya kuasa manusia di dunia.
Lebih dari empat miliar tahun planet bumi diciptakan beserta sumberdaya yang terkandung di dalamnya dengan keunikan dan keistimewaan bentuk, motif dan warnanya, tidak lain untuk memfasilitasi keperluan perjalanan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna ini.
Manusia pada hakikatnya sebagai makhluk nomaden yang berangkat dari alam azali, berpindah ke alam rahim, alam dunia, alam barzah dan tempat pemberhentian terakhir di alam akhirat.
Time limit khalifah di bumi ini sangat singkat laksana seorang pengembara yang mampir untuk sekadar minum, begitulah Rasullullah saw, sang manusia agung pilihan menggambarkannya.
Setiap bayi yang lahir di alam fana ini tidak punya pilihan untuk hidup melainkan dengan dua buah kitab, yakni kitab catatan perbuatan baik (sijjin) dan perbuatan buruk (illiyin) yang akan menyertainya sampai akhirat nanti. Ditambah lagi amanah dari Allah yang khusus diberikan kepada manusia, yakni shalat.
Suatu ketika sahabat melihat Ali bin Abi Thalib, ra ketika berwudlu kulitnya berwarna kuning, dan bergemetaran badannya ketika shalat.
Maka sahabat yang melihatnya bertanya kepada menantu Rasullullah itu, “wahai Ali mengapa engkau kelihatan seperti tidak sehat ketika berwudlu dan shalat?”.
Ali bin Abi Thalib pun menjawab “Bagaimana aku tidak gemetar jika gunung, pohon dan makhluk lain ciptaan-Nya saja tidak sanggup memegang amanah ini dari Allah”
Hidup di dunia sangatlah singkat, tak sebanding dengan kehidupan di akhirat. Sebagaimana firman Allah Surat Al Ma’arij Ayat 4 “Para malaikat dan jibril naik menghadap kepada Allah, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun”.
Berarti, sehari di akhirat sama dengan 50.000 tahun di dunia. Bila dikoversikan umur manusia berdasar tolok ukur usia Rasullullah SAW 63 tahun maka kehidupan manusia setara dengan dua menit enam detik di akhirat.
Maka sahabat yang melihatnya bertanya kepada menantu Rasullullah itu, “wahai Ali mengapa engkau kelihatan seperti tidak sehat ketika berwudlu dan shalat?”.
Ali bin Abi Thalib pun menjawab “Bagaimana aku tidak gemetar jika gunung, pohon dan makhluk lain ciptaan-Nya saja tidak sanggup memegang amanah ini dari Allah”
Hidup di dunia sangatlah singkat, tak sebanding dengan kehidupan di akhirat. Sebagaimana firman Allah Surat Al Ma’arij Ayat 4 “Para malaikat dan jibril naik menghadap kepada Allah, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun”.
Berarti, sehari di akhirat sama dengan 50.000 tahun di dunia. Bila dikoversikan umur manusia berdasar tolok ukur usia Rasullullah SAW 63 tahun maka kehidupan manusia setara dengan dua menit enam detik di akhirat.
Belum lagi ibadah yang dilakukan seorang hamba belum tentu diterima oleh Allah SWT. Oleh karena itu, berhitunglah!
sumber: REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof Dr Rokhmin Dahuri MS.
CATATAN: Ajat Jatnika
CATATAN: Ajat Jatnika
Koreksi di atas: kitab untuk perbuatan buruk adalah sijjin (Q.S. Al Mutaffifin: 7) sedangkan kitab untuk perbuatan baik adalah illiyyin (Q.S. Al Mutafiffin: 18).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda untuk menambah silaturahim.