CERDAS
1.
Pengertian Cerdas
Cerdas adalah sempurna perkembangan akal budinya
(untuk berfikir, mengerti, dsb); tajam pikiran; sempurna pertumbuhan tubuhnya
(sehat, kuat) dan Mencerdasan adalah Mengusahakan, dsb; supaya sempurna akal budinya; menjadikan cerdas.[1]
kecerdasan adalah kapasitas seseorang untuk: 1) memperoleh pengetahuan (yakni
belajar dan memahami), 2) mengaplikasikan pengetahuan ( memecahkan masalah),
dan 3) melakukan penalaran abstrak. Kecerdasan adalah kekuatan akal seseorang,
dan itu jelas-jelas sangat penting bagi kehidupan manusia karena merupakan
aspek dari keseluruhan kesejahteraan manusia.[2]
penulis menyatakan cerdas sangat berkaitan dengan dengat kekuatan memori otak
atau akal, sehingga kata cerdas erat sekali hubungannya dengan kekuatan
berfikir, yang kemudian berfikir itu mempunyai masa (waktu rentan menyimpan
sumber-sumber yang telah direkam dalam otak) masing-masing.
2.
Peranan Akal Dalam Kecerdasan
Pendekatan
tradisional tentang memori ini ada tiga bagian, yaitu:1) memori sensoris adalah
sebuah pengalaman yang berlangsung pada setiap waktu yang pendek, karena pada
saat itu saraf-saraf sensoris membutuhkan sedetik atau dua detik untuk kembali
dari stimulasinya. 2) memori jangka pendek atau disebut memori bekerja, hal ini
merupakan aspek memori yang menerangkan bahwa Anda sadar akan sesuatu atau bisa
kembali dengan sangat cepat dan mudah. 3) memori jangka panjang, memori ini
mengandung memori yang bisa kita gunakan untuk waktu yang lama, bahwa sering
kali bisa digunakan seumur hidup kita.[3]
Tentang
akal atau kekuatan memori, Imam Ghozali dalam Ihya’nya menyebutkan bahwa;
a)
Sifat yang membedakan manusia terhadap seluruh binatang. Bahwasanya akal
adalah naluri yang dengan siap untuk mengetahui ilmu-ilmu penalaran, jadi akal
seolah-olah cahaya yang diletakkan di dalam hati yang disiapkan untuk
mengetahui beberapa hal.
b)
Ilmu-ilmu yang keluar kepada wujud dalam diri anak kecil yang mumayyiz
terhadap bolehnya barang-barang yang mungkin dan kemustahilannya barang-barang
yang mustahil. Jadi hal itu adalah benar juga dalam dirinya, karena ilmu-ilmu
itu ada dan memberi nama dengan akal itu adalah jelas.
c)
Ilmu-ilmu yang diperoleh dengan pengalaman dengan berjalannya
keadaan-keadaan.
d)
Kekuatan naluri itu berakhir sampai mengetahui kesudahan berbagai urusan
dan memotong syahwat yang segera dan memaksa.[4]
Dalam
pandangan Imam Ghozali, peran akal dalam suatu pendekatan adalah sangatlah
penting karena akal dan naluri itu saling bersangkutan.
Dalam
sebuah hadis, Imam Ghozali menyebutkan sabda Rasulullah SAW:
إِنَّمَا الْعَاقِلُ مَنْ آمَنَ بِاللهِ وَصَدَّقَ رُسُلَهُ
وَعَمِلَ بِطَاعَتِهِ
“Orang-orang yang berakal
hanyalah orang yang beriman kepada Allah, membenarkan para RasulNya dan beramal
dengan taat kepadaNya”. H.R. Ibnul Mahbar dari hadis Sa’id bin Musayyab.[5]
Jadi menurut asal bahasa, asal nama akal itu mirip
bagi naluri itu. Demikian juga dalam penggunaan. Dan itu dipergunakan untuk
menyebut ilmu, karena ilmu itu adalah buahnya (naluri), sebagaimana sesuatu itu dikenal dengan
buahnya.
untuk footnote memang penulis sembunyikan.
Silahkan di copy, jika bermanfaat, jangan lupa cantumkan sumber linknya.
nice artikel gan
BalasHapus