KAJIAN
PUSTAKA
Kajian tentang Pondok Pesantren
- Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren
Lembaga pendidikan paling tertua yang telah berfungsi
sebagai salah satu benteng pertahanan umat Islam, pusat dakwah, dan pusat
pengembangan masyarakat muslim di Indonesia.[1] Kata
pesantren sering juga disebut ‘Pondok Pesantren’ yang berasal dari kata
‘santri’ menurut kamus umum bahasa Indonesia kata ini mempunyai dua pengertian
1). Orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh, Orang yang shaleh. Pengertian
ini sering digunakan oleh para ahli untuk membedakan antara oran yang taat beragama, Atau yang sering
juga disebut sebagai ‘Abangan’. 2). Orang yang mendalami pengajiannya dalam
agama islam dengan berguru ketempat yang jauh seperti pesantren dan lain
sebagainya. Adapun pengertian’ santri’ yang digunakan disini mengacu pada
pengertian yang kedua.[2]
|
Kata ‘pesantren’ yang terdiri dari kata asal “santri”
yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” , yang
menentukan tempat; jadi berarti ‘tempat para santri ‘. Kadang-kadang “sant”
(manusia) baik dihubungkan dengan suku kata “tra” (suka menolong), sehingga
kata “pesantren” dapat berarti “tempat pendidikan manusia baik-baik.
Pondok
Pesantren adalah bangunan untuk tempat sementara; rumah; bangunan tempat
tinggal yang berpetak-petak yang berdinding bilik dan beratap rumbia; madrasah
dan asrama (Tempat mengaji, belajar agama Islam.[3];
kosa kata”pondok” diduga berasal dari Arab “funduq” yang berarti hotel atau
asrama (Dhofier, 1983); kata “pesantren” diduga berasal dari bahasa Tamil India
“shastri”. Kata shastri berasal dari kata shastra yang berarti buku suci atau
mempelajari kitab suci bagi penganut agama Hindu. Mungkin karena pengaruh India
atau agama Hindu kemudian kata pesantren digunakan bagi agama Islam yang dapat
diartikan sebagai lembaga atau tempat untuk mempelajari kitab suci Al-Qur’an
(Ensiklopedia Islam, 1994).[4]
Tempat
tinggal para santri adalah “pesantren” yang menentukan ciri dan watak keislaman
dari kerajaan-kerajaan Islam dan penyebarannya sampai jauh memasuki
pelosok-pelosok pedesaan.[5]
“Pesantren” asrama tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji dsb;
pondok.[6]
Menurut
Prof. Dr. Mukti Ali, bahwa Pondok Pesantren adalah Pondok.[7]
Dari
definisi di atas dapat dapatlah dikatakan bahwa Pondok Pesantren adalah suatu
lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam yang
dimaksudkan untuk dapat memenuhi kebutuhan para santri dan masyarakat.
Jadi Pondok
Pesantren adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan Islam terutama di
daerah-daerah pedesaan terbesar luas di seluruh tanah air yang telah banyak
diketahui, namun biasanya orang segan untuk membicarakannya. Sebab
pesantren dianggapnya konservatif, kuno, terbelakang dan semacamnya. Tetapi
membiarkan kenyataan ini untuk tidak akan menyelesaikan masalah. Padahal
dipandang dari segi pembinaan bangsa, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, kesehatan, ketrampilan maupun Hankam, tanpa diikut sertakan pesantren baik sebagai subyek maupun
obyek mengandung arti membiarkan suatu kelompok sosial berkembang sendiri tanpa
pembinaan. Apalagi lembaga ini jumlahnya amat besar, puluhan juta rakyat Indonesia sejak
belum adanya sekolah telah mengalami proses pendidikan melalui sejumlah puluhan
ribu Pondok Pesantren yang terbesar di pedesaan di seluruh tanah air terutama
di Jawa. Sebagaimana yang diungkapkan, bahwa :
“Pondok Pesantren sebagai pusat pendidikan islam,
pengkaderan dan pembinaan umat yang lahir dari budaya bangsa sendiri telah terbukti
mampu berkompetisi dengan corak zaman yang mengitarinya, sehingga tidak sedikit
pemimpin umat dan bangsa yang pernah ditempa dari model pendidikan pesantren
ini. (Buletin Bina Pesantren, 1999:1)
Dewasa ini Pondok Pesantren mengemban beberapa peran, utamanya
sebagai lembaga pendidikan. Jika ada lembaga pendidikan islam yang sekaligus
juga memainkan peran sebagai lembaga bimbingan keagamaan, keilmuan,
kepelatihan, pengembangan masyarakat dan sekaligus menjadi simpul budaya, maka
itulah Pondok Pesantren.[8]
Dalam uraian selanjutnya, penulis akan mengungkan
perkembangan Pondok Pesantren dari masa ke masa hingga masa pembangunan
sekarang.
a.
Sejarah lahirnya Pondok Pesantren.
Pesantren sebagai pusat penyebaran agama
Islam lahir dan berkembang semenjak masa-masa permulaan kedatangan agama Islam
di negeri kita. Di pulau Jawa pesantren ini berdiri untuk pertama kalinya di
zaman Walisongo, sekitar abad 14 M (tahun 1399 M) dibawa oleh Maulana Malik
Ibrahim dengan keponakannya bernaman Maqdum Ishaq yang menetap di Gresik.[9]
Syeikh Malik Ibrahim atau lebih dikenal dengan sebutan Syeikh Maghribi dianggap
sebagai pendiri pesantren pertama di tanah Jawa.
Sebagai
ulama yang berasal dari Gujarat India, agaknya tidak sulit bagi Syeikh Maulana
Malik Ibrahim untuk mendirikan dan mengadakan pengajian serta pendidikan
seperti Pondok Pesantren. Karena sebelumnya sudah ada Hindu dan Budha dengan
sistem biara dan asrama, sehingga pada waktu agama Islam berkembang, biara dan
asrama itu tidak berubah bentuk hanya namanya dikenal menjadi Pondok Pesantrennya
yaitu tempat tinggal dan belajar pada santri.
Sebagai pusat kegiatan dan percetakan
kader-kader mubaligh, para Wali Songo mendirikan masjid dan pesantren dalam
bentuk sederhana.
Terdapat kesepakatan diantara ahli sejarah
Islam yg menyatakan bahwa pendiri pesantren pertama adalah dari
kalangan Walisongo, namun terdapat perbedaan pendapat mengenai siapa dari
mereka yg pertama kali mendirikannya. Ada yg mengganggap bahwa Maulana Malik
Ibrahim-lah pendiri pesantren pertama[10],
adapula yg menganggap Sunan Ampel, bahkan ada pula yg menyatakan pendiri
pesantren pertama adalah Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah. Akan tetapi
pendapat terkuat adalah pendapat pertama. Sedang mengenai pendapat yg
menyatakan pesantren paling tua adalah pesantren Tegalsari Ponorogo maka hal
tersebut tidak sampai menafikan hal yg kami sebutkan diatas. Karena yg dimaksud
adalah pendirian dan pelembagaan pesantren pertama kali.[11]
Tujuan dari para wali mendirikan pesantren
itu adalah sebagai tempat menyiarkan agama islam dan membentuk guru-guru yang
akan meneruskan usaha tersebut dikalangan ummat.[12]
Dengan demikian, sejarah pesantren di Jawa
adalah semenjak datangnya para Walisongo menyiarkan agama Islam. Sepertinya
yang telah disebtukan di atas, bahwa orang yang pertama kali mendirikan
pesantren di Indonesia adalah Syeikh Maulana Malik Ibrahim.
b.
Pondok Pesantren Pada Masa Penjajahan
Pada masa Kerajaan Demak pendirian masjid
dan Pondok Pesantren mendapat bantuan sepenuhnya dari raja dan para pembesar
kerajaan. Bahkan raja sendiri yang mempelopori usaha-usaha untuk memajukannya.
Setelah perpindahan kekuasaan Demak ke Pajang, usaha untuk memajukan masjid dan
Pondok Pesantren itu tidak berkurang. Dari kalangan kerajaan masih tetap
mempelopori pendiriannya. Kalangan kerajaan tetap mempelopori langsung
pendirian masjid dan Pondok Pesantren. Dan setelah pusat kerajaan Islam
berpindah lagi dari Pajang ke Mataram dalam tahun 1588, perhatian untuk
memajukan Pondok Pesantren semakin besar. Lebih-lebih dimasa pemerintahan
Sultan Agung.[13]
Dalam Usahanya memakmurkan masjid, Sultan
Agung memerintahkan agar tiap-tiap desa didirikan masjid, pada setiap ibu kota
Kabupaten didirikan masjid raya. Sultan Agung memerintahkan agar setiap ibu
kota Kabupaten didirikan sebuah masjid raya (Masjid Agung), dan pada tiap-tiap
ibu kota distrik sebuah masjid Kawedanan. Demikian pula pada tiap-tiap desa.[14]
Dengan demikian, perhatian sultan agung
dalam bidang pendidikan agama Islam cukup besar, sehingga pada masa kerajaan
Mataram yaitu pada masa pemerintahan sultan agung merupakan zaman keemasan bagi
kemajuan pendidikan dan pengajaran agama Islam, terutama Pondok Pesantren.
Adapun faktor-faktor yang menguntungkan
perkembangan dan pertumbuhan Pondok Pesantren yang membuat lembaga ini tetap
bertahan di tengah-tengah masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Agama Islam telah
tersebar luas di seluruh pelosok tanah air dan sarana yang paling populer untuk
pembinaan kader Islam dan mencetak Ulama’ adalah masjid dan Pondok Pesantren.
2.
Kedudukan para ulama’ dan kyai di
lingkungan kerajaan berada dalam posisi kunci. Selain raja dan sultan-sultan
sendiri ahli agama, para penasehatnya adalah para kyai dan ulama’. Oleh karena
itu pembinaan Pondok Pesantren sangat mendapat perhatian para sultan dan
raja-raja Islam. Bahkan pendirian beberapa Pondok Pesantren disponsori oleh
Sultan dan raja-raja Islam.
3.
Usaha Belanda yang menjalankan politik
“belah bambu” diantara raja-raja Islam dan Ulama Islam semakin mempertinggi
semangat jihad umat Islam untuk melawan Belanda. Sehingga dimana-mana terjadi
pemberontakan yang dipelopori oleh raja-raja dan ulama Indonesia,
seperti Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro dan lain-lainnya.
4.
Faktor lain yang mendorong bertambah
pesatnya pertumbuhan Pondok Pesantren adalah adanya gairah agama yang tinggi
dan panggilan jiwa dari ulama’ dan kyai untuk melakukan da’wah.
5.
Semakin lancarnya hubungan antara Indonesia dan
Mekkah. Para pemuda Islam banyak yang bermukim
di Mekkah dan disana mereka memperdalam pengetahuan agama dan seorang ulama di
Masjidil Haram.[15]
Dari
ungkapan tersebut dapat dipahami, bahwa perkembangan dan pertumbuhan Pondok
Pesantren cukup pesat sekali pada penjajahan Belanda. Pertumbuhan tersebut,
disamping peran para ulama’ dan kyai sebagai pengelola pesantren, itu juga
karena adanya partisipasi dari dukungan yang besar dari para raja Islam dan
para Sultan yang ikut mempelopori pendirian Pondok Pesantren. Dan walaupun
Belanda terus menekan dengan beraneka upayanya untuk membinasakan dan
menghancurkan Pondok Pesantren itu tetap berkembang dan bertahan, bahkan
beberapa ulama terus mendirikan pesantren-pesantren baru di tempat-tempat yang
jauh dari intaian Belanda.
Pendidikan islam di Indonesia pada masa penjajahan
menurun kualitasnya dibandingkan masa sebelumnya (Kerajaan Islam) Belanda
sebagai penjajah pada masa itu tidak memperdulikan perkembangan pendidikan di
Indonesia terutama Islam karena Belanda sendiri menganut agama nashroni dan
bahkan Belanda cenderung menghalangi pendidikan islam di Indonesia. Penaklukan
bangsa barat atas Indonesia
memang membawa sedikit kemajuan teknologi. Tetapi kemajuan teknologi itu
tujuannya adalah untuk meningkatkan hasil penjajahan Belanda semata. Begitu
juga dalam bidang pendidikan, Belanda memperkenalkan sistem dan metode baru,
tetapi sekedar unntuk menghasilkan tenaga yang dapat membantu kepentingan
mereka dengan upah yang murah. Apa yang mereka sebut pembaharuan pendidikan itu
adalah werternisasi dari kristenisasi yakni untuk kepentingan barat dan
nashrani. Dua motiv inilah yang mewarnai kebijaksanaan penjajah barat di
Indoneia selama 3,5 abad.
Ketika Belanda sudah mulai menguasai berbagai lini di
Indonesia dan pada saat Van Den Boss menjadi Gubernur Jendral di Jakartra pada
tahun 1831, kebijaksanaan bahwa sekolah-sekolah gereja dianggap dan diperlukan
sebagai sekolah pemerintah. Dan setiap keresidenan dibangun satu sekolah agama
kristen. Ini adalah salah satu usaha Belanda untuk membuat mundurnya pendidikan
islam di indonesia
Gubernur Jendral Van Den Capellen pada tahun 1819 M
mengambil inisiatif merencanakan berdirinya sekolah dasar bagi penduduk pribumi
agar dapat membantu pemerintahan Belanda. Jika kita lihat sekilas tentang
rencana ini memang baik, akan tetapi jika kita pel;ajari lebih dalam kita akan
menemukan makna bahwa dalam rencana ini Van Den Capellen menganggap pendidikan
agama is;lam yang ada di pondok-pondok belum membantu pemerintah Belanda, para
santri pondok masih dianggap buta huruf latin. Dan ini juga usaha Belanda dalam
memojokan pendidikan islam yang ada di Indonesia sehingga pendidikan islam
menurun.
Politik pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia
yang mayoritas Islam didasari oleh rasa ketakutan, rasa panggilan agamanya dan
rasa kolonialismenya.
Pada tahun 1832 M pemerintah Belanda membentuk suatu
badan khusus yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan islam
yang disebut Presterraden. Atas nasihat dari badan inilah maka pada tahun 1905
M pemerintah mengeluarkan peraturan yang isinya bahwa orang yang memberikan
pengajaran ( Pengajian) harus meminta izin lebih dahulu. Pada tahun 1925M
pemerintah mengeluarkan peraturan yang lebih ketat lagi terhadap pendidikan
agama islam yaitu bahwa tidak semua orang (kyai) boleh memberikan pelajaran
mengaji. Dan pada tahun 1932M keluar pula peraturan yang dapat memberantas dan
menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinya atau memberikan pelajaran
yang tidak disukai oleh pemerintah yang disebut ordanansi sekolah liar.
Kemudian pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan
yang disebut Netral Agama yakni bahwa pemerintah bersikap tidak memihak kepada
salah satu agama sehingga sekolah pemerintah tidak mengajarkan agama. Secara
tersurat keputusan ini memang baik untuk tidak memihak agama manapun. Akan
tetapi apabila kita telisik lebih dalam lagi, ketetapan ini amat sengaja dibuat
untuk memundurkan pendidikan agama islam, karena agama islam yang begitu
penting bagi masyarakat tidak lagi diajarkan di sekolah umum.
Dari uraian-uraian yang telah kita ketahui pastilah
kita mengira bahwasanya pendidikan Islam turun drastis, tapi pada kenyataannya
justru pendidikan islam semakin maju dari masa ke masa selama penjajahan. Ini
dikarenakan para kyai bersikap nonkooperatif kepada Belanda dan akhirnya dari
pendidikan islam yang ada diseluruh Indonesia munculah tokoh-tokoh
Nasional yang begitu luar biasa dengan gigihnya melawan Belanda.
Pada babak pertamanya Pemerintah Jepang menampakan
diri seakan-akan membela islam, yang merupakan suatu siasat untuk kepentingan
Perang Dunia II. Untuk mendakati umat islam Indonesia mereka menempuh
kebijaksanaan antara lain :
1.
Kantor urusan agama yang pada masa
Belanda dipimpin oleh orang-orang orientalis Belanda dirubah menjadi dipimpin
oleh ulama Islam sendiri yaitu K.H Hasyim Asy’ari
2.
Pondok Pesantren yang besar-besar sering
mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar Jepang
3.
Sekolah Negeri diberi pelajaran budi
pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama
4.
Pemerintah Jepang mengizinkan pembentukan
barisan Hizbullah untuk memberikan latihan dasar kemiliteran bagi pemuda islam.
6.
Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya
sekolah Tinggi Islam di Jakarta
7.
Para
ulama Islam bekerja sama dengan pimpinan-pimpinan Nasionalis diizinkan
membentuk barisan PETA.
8.
Umat Islam diizinkan meneruskan
organisasi persatuan yang disebut Majelis Islam A’la Indonesia yang bersifat
kemasyarakatan.[16]
Namun
pada puncak Perang Dunia II Jepang mengalami tekanan hebat dari sekutu dan
mulai saat itu Jepang menampakan sikap kesewenang-wenanganya sebagai penjajah
yang mengakibatkan penderitaan lahir batin rakyat Indonesia. Pendidikan umumpun
terbengkalai, namun untungnya Pondok Pesantren dan madrasah masih dapat
berjalan dengan agak wajar
c.
Pondok Pesantren Setelah Kemerdekaan
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus
1945, madrasah dan Pondok Pesantren tetap berjalan sesuai dengan kemampuan para
pengasuh dan masyarakat pendukungnya masing-masing.
Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP)
sebagai badan legislative pada waktu itu dalam pengumumannya bertanggal 22
Desember 1945 (Berita RI Tahun II No. 4 dan 5 halama 20 kolom 1) diantaranya
menganjurkan:
“Dalam memajukan pendidikan dan pengajaran
sekurang-kurangnya diusahakan agar pengajaran di langgar-langgar dan madrasah
berjalan terus dan dipersesat”.[17]
Setelah kemerdekaan banyak Pondok Pesantren telah menyesuaikan diri dengan
tuntutan zaman. Dengan berakhirnya masa penjajahan di bumi Indonesia, maka umat Islam Indonesia mendapat kesempatan yang
lebih luas untuk mengadakan kontak dengan dunia luar. Pondok Pesantrenpun
melakukan kontak dengan dunia ilmu pengetahuan yang ada di luar. Terlihat
adanya perkembangan di lingkungan pendidikan Pondok Pesantren. Pesantren mulai
banyak mendirikan/menyelenggarakan pendidikan formal terutama madrasah. Seperti
Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah, di samping tetap
meneruskan sistem lama berupa sistem Wetonan dan Sorongan.[18]
Sebagaimana kita semua
mengetahui Pondok Pesantren sebagai pendidikan Islam tertua di Indonesia telah
menunjukkan kemampuannya dalam mencetak kader-kader ulama’ dan telah berjasa
turut mencerdaskan bangsa Indonesia. Karena potensi Pondok Pesantren yang cukup
besar itu serta jasanya dalam turut mencerdaskan masyarakat Indonesia banyak
kalangan memberikan perhatian kepada Pondok Pesantren terutama ditujukan untuk
menjadi pelopor pembangunan masyarakat (agent of development).
Perkembangan Pondok
Pesantren pada zaman pembangunan ini boleh dikatakan telah berhasil dan
memuaskan walaupun di beberapa pesantren masih perlu diadakan pembenahan dan
pembinaan. Karena maju dan tidaknya suatu pesantren bergantung pada pengalaman
dan kemampuan yang dimiliki kyai sebagai pengelola pesantren itu.
Kita harus bersyukur
dan boleh berbangga dengan keberhasilan Pondok Pesantren dapat berkembang dan
menjalankan fungsinya sebagai lembaga pendidikan yang telah mampu menempatkan
dirinya dalam mata rantai dari keseluruhan sistem pendidikan nasional. Bila
melihat pertumbuhan Pondok Pesantren di zaman penjajahan sangat memprihatinkan
yaitu tertekan, terhambat dan semacamnya, tapi sekarang sungguh berlainan
keadaannya.
Presiden Indonesia
pertama Ir. Soekarno sewaktu menerima gelar Doktor Honoris Causa pada IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta memberikan kritik membangun pada Pondok Pesantren:
“Lepaskan jiwa saudara daripada jiwa
pesantren itu, tetapi naiklah ke angkasa setinggi-tingginya, laksana burung
Elang Raja Wali. Eh. Lihat seluruh dunia. Lepaskan saudara-saudara punya
pikiran hanya dari lingkungan pesantren”.[19]
Pada waktu Mr R Suwandi menjadi Mentri PP
dan K (2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947), beliau membentuk Panitia Penyelidik
Pengajaran Republik Indonesia. Dalam Panitia itu merekomendasi mengenai
sekolah-sekolah agama, seperti disebutkan dalam laporannya pada tanggal 2 Juni
1946 yang berbunyi:
“Bahwa pengajaran yang bersifat Pondok
Pesantren dan madrasah perlu untuk dipertinggi dan dimodernisasi serta diberikan
bantuan biaya dan lain-lain”, sesuai dengan yang telah diputuskan BPKNIP pada
akhir tahun 1945 diatas.[20]
Dengan demikian nyatalah bahwa perhatian
pemerintah sangat besar sekali dan Pondok Pesantren diakui sebagai lembaga
pendidikan yang berjasa membantu pemerintah dalam mencerdaskan bangsa.
- Pondok Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan
Sebagai lembaga pendidikan yang mempunyai ciri-ciri
tersendiri, pesantren memiliki tradisi
keilmuan lembag-lembaga lain. Pesantren pada dasarnya adalah sebuah lembaga
pendidikan, walaupun ia mempunyai fungsi tambahan yang tidak kalah pentingnya
dengan fungsi pendidikan tersebut.
“Pondok Pesantren sebagai pusat kajian islam, jadi
pada dasarnya Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mendalami dan
mengkaji berbagai ajaran dan ilmu pengetahuan agama islam (tafaqquh fi al-din)
melalui buku-buku klasik dan modern berbahasa arab (kitab al-qodimah dan
al-‘ashriyyah)”.[21]
Menurut Drs. Marwan Saridjo dkk.
Pondok Pesantren diartikan sebagai berikut :
“Suatu lembaga
pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya pendidikan dan
pengajarannya diberikan dengan cara non klasikal (Sistem bandongan dan
sorongan) dimana seorang kyai mengajarkan santri berdasarkan kitab-kitab yang
ditulis dalam bahasa arab oleh para ulama’ besar abad pertengahan, sedangkan
para santri biasanya tinggal dalam pondok/asrama di lingkungan pesantren
tersebut”.[22]
Menurut Timur Djaelani MA.
bahwa :
“Pondok
Pesantren dewasa in diartikan sebagai suatu lembaga gabungan antara sistem
pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam
dengan sistem bandongan dan sorongan ataupun vektoran dengan para santri dan
disediakan pemondokan atau merupakan santri kalong yang dalam istilah pondok
modern memenuhi kriteria pendidikan non formal serta menyelenggarakan
pendidikan formal berbentuk Madrasah, dan bukan sekolah umum dalam berbagai
bentuk tingkatan dan aneka kejuruan menurut kebutuhan masyarakat masing-masing”.[23]
Dari uraian di atas dapat diambil suatu
pengertian, bahwa Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan agama Islam, yang
minimal terdiri dari 5 bagian :
a.
Kyai / Syekh / Ustadz sebagai pendidik
b.
Santri dan murid sebagai peserta didik
c.
Masjid atau musholla sebagai sentral
kegiatan[24]
d.
Pondok / asrama tempat santri menginap
e.
Sistem pengajaran yang khas yaitu sistem
wetonan / bandongan, sorongan, hafalan, diskusi dan majlis taklim.[25]
Sedangkan kegiatannya mencakup “Tri Darma Pondok
Pesantren” yaitu:
a.
Peningkatan keimanan dan ketakwaan
terhadap Allah SWT.
b.
Pengembangan keilmuan yang bermanfaat dan
c.
Pengabdian terhadap agama, masyarakat dan
Negara.[26]
Pada umumnya Pondok Pesantren dewasa ini
juga mengikuti sistem klasik atau sistem madrasah, tetapi juga tidak melepaskan
sistem aslinya (bandongan, wetonan dan sorongan). Sehingga Pondok Pesantren
seakan-akan merupakan jenis perguruan agama Islam yang terdiri dari beberapa
unit, seperti berikut :
a.
Pondok Pesantren dengan sistem khasnya
b.
Pendidikan Raudlatul Athfal (TK)
c.
Madrasah dengan tingkatannya :
1.
Ibtidaiyah (dasar)
2.
Tsanawiyah (menengah tingkat pertama)
3.
Aliyah (Menengah tingkat keatas)
d.
Madrasah diniyah yang meliputi :
1.
Awwaliyah
2.
Wusto
3.
Ulya
e.
Takhas-shush (kejuruan) meliputi :
1.
Tanfidzul Qur’an bil ghoib/bin nadzor
2.
Jahit menjahit (keputrian)
3.
Pertukangan
4.
Dll.
Dalam pelaksanaanya sekarang ini, Pondok
Pesantren dapat digolongkan dalam dua bentuk yang penting: Pondok Pesantren
Salafiyah. Dan Pondok Pesantren khalafiyah.[27]
Menurut data tahun 2000 Pondok Pesantren Salafiyah berjumlah 7.462 (65.97 %)
dari 11.312 Pondok Pesantren seluruh Indonesia. Sedangkan yang Khalafiyah
sebanyak 599 (5,30 %) dan Pondok Pesantren yang mengombinasikan keduanya
sebanyak 3.251 (28.74 %).[28]
Dilihat dari beberapa pengertian tersebut di
atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa andil sebuah Pondok Pesantren yaitu
hendaknya menyediakan madrasah dan sekolah umum, dari sekolah dasar sampai
perguruan tinggi dengan catatan sistem tradisional yang menjadi ciri khas Pondok
Pesantren yaitu sistem wetonan dan sorongan tetap diperhatikan, sehingga
lembaga pendidikan Pondok Pesantren tetap khas dan tidak akan sama dengan
lembaga pendidikan lain.
Meskipun tidak semua pesantren, menempuh hal
tersebut di atas, kemampuan pesantren sebagai agent of change terhadap
masyarakat mempunyai kemampuan yang benar, apalagi pesantren yang sudah membuka
program keterampilan, minimal itu sudah mampu menjawab terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Pondok Pesantren sebagai Pusat Penyebaran Agama Islam
Pondok Pesantren adalah salah satu lembaga
pendidikan yang hasil pendidikannya dengan sendirinya akan terjun dalam masyarakat
untuk mengamalkannya. Tentunya masyarakat mengharapkan pada Pondok Pesantren
agar tamatan santri dari pendidikannya juga mampu menjawab tantangan dewasa
ini. Apabila kalau dilihat secara kwalitatif, Pondok Pesantren mempunyai arti
terhadap perkembangan pembangunan dewasa ini.
Asimilasi antar penduduk sangat beperan
sekali dalam penyebaran Islam itu sendiri, karena perintah Allah dalam surat
At-Taubaat ayat 122 menyatakan:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا
نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ
وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ.
“Tidak sepatutnya bagi
mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari
tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya. (Al-Huda,
2005:207)
Selain itu Pondok
Pesantren sebagai lembaga da’wah dan sebagai kelompok elit desa sangat
membutuhkan dukungan masyarakat disekitarnya, selama ini hubungan antara
pesantren dan masyarakat di bangun berdasarkan motivasi keagamaan, sehingga
masyarakat menjadi dukungan utama pesantren baik secara sosial keagamaan maupun
politik. Sehingga pesantren mempunyai pengaruh yang kuat terhadap
masyarakat sekitarnya sebagai pemberi bimbingan pada masyarakat.
Kyai merupakan guru masyarakat yang karena
ilmu dan kebijaksanaan, perkataan, petunjuk dan fatwa-fatwanya yyang dimiliki
menjadi panutan seluruh lapisan masyarakat. Dan pada umumnya mempunyai tempat
tersendiri di hati masyarakat bahkan kehadirannya mempunyai pengaruh tersendiri
di masyarakat yang besar terhadap dinamika kehidupan masyarakat dan ia pandang
sebagai orang yang banyak mengetahui masalah keagamaan.
Kyai yang karena ilmu, akhlaq amaliyah
sehari-hari menjadi ia sebagai pusat mengadu dan bertanya, serta sebagai
konsultan bagi anggota masyarakatnya yang terutama sebagai pembimbing dan
penuntun umat menuju kehidupan yang diridhoi Allah Kyai mereka diangkat menjadi
pimpinan tidak resmi, hanya karena terpanggil untuk memperbaiki keadaan
masyarakat.
Karena mengingat besarnya tugas yang harus
dipikulnya, maka sangat diperlukan kehadiran seorang pemimpin atau kyai yang
berkemampuan memadai, berpandangan luas jauh kedepan beserta dekat dengan warga
masyarakat yang ada di sekitarnya, sehingga mampu membawa mereka ke arah
perubahan yang semakin maju sifatnya, dan mengantarkan untuk mencapai
masyarakat sejahtera lahir dan batin, menterjemahkan ide-ide pembangunan ke
dalam bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat.
untuk footnote memang penulis sembunyikan.
Silahkan di copy, jika bermanfaat, jangan lupa cantumkan sumber linknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda untuk menambah silaturahim.