Sabtu, 06 April 2013

Membasuh Bagian Yang Terkena Najis

قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا شَرِبَ الْكَلْبُ، فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ، فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعًا (صحيح البخاري)
Sabda Rasulullah SAW : “Jika anjing minum dari bejana kalian maka hendaknya ia membasuhnya tujuh kali” (Shahih Bukhari)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
فَحَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala, Maha membuka kerajaana alam semesta dengan rahasia keindahanNya, yang terpendam di dalam mutiara-mutiara lantunan para nabi dan rasulNya hingga sampai pada bintang para nabi dan rasul, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh hakikat dari segala sesuatu yang kita lihat dan kita dengar dengan panca indera zhahir kita kesemuanya adalah tiada, sehingga Yang ada hanyalah Yang Maha Ada, Allah subhanahu wata’ala.
لاَ مَوْجُوْدَ إِلاَّ اللهُ لَا مَقْصُوْدَ إِلاَّ اللهُ
“ Tiadalah sesuatu itu ada kecuali Allah, tiadalah maksud (tujuan) kecuali Allah”
Adapun makna dari kalimat لاَ مَقْصُوْدَ إِلاَّ اللهُ adalah bahwa segala tujuan, keinginan dan semua yang didambakan oleh manusia akan lenyap dan sirna, kecuali hal-hal yang dicintai dan diridhai Allah subhanahu wata’ala, yaitu segala sesuatu yang merujuk dan didasari atas kecintaan dan keridhaan Allah subhanahu wata’ala, adapun semua hal selain itu akan hilang dan sirna. Sehingga tiada yang layak disembah selain Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Tunggal dan Maha Ada sebelum segala sesuatu ada yang kemudian tiada. Dan memberikan keabadian bagi yang dikehendakiNya, adapun salah satu makhluk yang dikehendakiNya untuk mencapai keabadian adalah kita sebagai manusia. Dimana manusia akan menghadapi kehidupan di dunia, kemudian akan memasuki kehidupan di barzakh setelah kematian, yang selanjutnya akan berlanjut dalam kehidupan akhirat yang kekal dalam kehinaan atau keluhuran, maka beruntunglah bagi yang mengikuti tuntunan keluhuran sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Di hari ketika setiap nafas kita seakan kembali digulung oleh Allah subhanahu wata’ala untuk diperlihatkan kemudian dipertanggungjawabkan kepada kita. Di saat itu beruntunglah orang-orang yang wajah-wajah bersinar dan bercahaya memandang keindahan Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ ، إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
 “Wajah-wajah (manusia) pada hari itu berseri-seri, Kepada Tuhannya mereka memandang”. ( QS. Al Qiyaamah : 22-23 )
Ketika itu wajah-wajah yang berseri dan terang-benderang memandang keindahan dzat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Indah dari segala yang indah, Yang Maha Menciptakan segala keindahan dari ketiadaan, dan Maha Mampu merubah segala sesuatu yang buruk menjadi indah, dimana Dia Allah Maha Mampu merubah dosa-dosa hamba yang sangat hina menjadi limpahan pahala dan keluhuran, sebagaimana firmanNya :
يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا (69) إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
( الفرقان : 69 – 70 )
“Akan dilipatgandakan siksa untuknya pada hari kiamat dan ia akan kekal di dalam siksa itu dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman serta mengerjakan amal baik, maka kejahatan mereka akan Allah ganti dengan kebaikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. ( QS. Al Furqan : 69-70 )
Kita manusia ketika terjebak dalam perbuatan maksiat, terkadang syaitan berbisik kepada kita untuk tidak bertobat dulu, karena manusia bersifat lemah dan akan kembali melakukan perbuatan dosa tersebut, dan jika demikian maka tobat kita bukanlah tobat yang sebenarnya, begitu bisikan syaitan yang sering muncul pada diri manusia yang terjebak dalam perbuatan maksiat. Namun yang semestinya adalah ketika seseorang melakukan perbuatan maksiat maka segeralah bertobat dengan didasari niat yang ikhlas dan bersungguh-sungguh untuk meninggalkan perbuatan tersebut, sedangkan keadaan selanjutnya ia tidak mengetahui sesuatu yang akan terjadi, apakah ia betul-betul meninggalkan perbuatan dosa tersebut atau kembali melakukannya. Jika ia kembali terjebak dalam perbuatan tersebut maka kembalilah bertobat demikian seterusnya, hingga ia bosan melakukan perbuatan dosa tersebut. Maka janganlah seseorang bosan dari bertobat, akan tetapi senantiasalah bertobat ketika terjebak dalam perbuatan maksiat hingga ia bosan melakukan maksiat. Karena Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Menerima taubat akan senantiasa menerima taubat hamba-hambaNya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits qudsi riwayat Shahih Al Bukhari :
إِنَّ رَجُلا أَصَابَ ذَنْبًا ، فَقَالَ : رَبِّ ، إِنِّي أَصَبْتُ ذَنْبًا وَرُبَّمَا قَالَ : أَذْنَبْتُ ذَنْبًا فَاغْفِرْهُ لِي ، فَقَالَ رَبُّهُ : عَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ ، وَيَأْخُذُ بِهِ ، قَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِي ، قَالَ : ثُمَّ مَكَثَ مَا شَاءَ اللَّهُ ، ثُمَّ أَذْنَبَ ذَنْبًا آخَرَ ، فَقَالَ : رَبِّ ، إِنِّي أَذْنَبْتُ ذَنْبًا وَرُبَّمَا قَالَ : إِنِّي أَصَبْتُ ذَنْبًا فَاغْفِرْهُ لِي ، فَقَالَ رَبُّهُ : عَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رِبًا يَغْفِرُ الذَّنْبَ ، وَيَأْخُذُ بِهِ ، فَقَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِي ، ثُمَّ مَكَثَ مَا شَاءَ اللَّهُ ، ثُمَّ أَذْنَبَ ذَنْبًا آخَرَ ، فَقَالَ : رَبِّ ، إِنِّي أَذْنَبْتُ ذَنْبًا وَرُبَّمَا قَالَ : أَصَبْتُ ذَنْبًا ، فَاغْفِرْهُ لِي ، فَقَالَ رَبُّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : عَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ ، وَيَأْخُذُ بِهِ ، قَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِي فَلْيَعْمَلْ مَا شَاءَ .
“ Sesungguhnya ada seorang hamba yang melakukan dosa, kemudian ia berkata : “Wahai Tuhanku, aku telah melakukan dosa maka ampunilah aku”, maka Allah berfirman : “ HambaKu mengetahui bahwa ia mempunyai tuhan Yang mengampuni dosa, maka Aku telah mengampuni (dosa) hambaKu”, kemudian hamba tersebut berhenti berbuat dosa dengan kehendak Allah, lalu hamba tersebut kembali berbuat dosa yang lain, kemudian ia berkata : “Wahai Tuhanku, aku telah melakukan dosa maka ampunilah aku”, maka Allah berfirman : “ HambaKu mengetahui bahwa ia mempunyai tuhan Yang mengampuni dosa, maka Aku telah mengampuni (dosa) hambaKu”, kemudian hamba tersebut berhenti berbuat dosa dengan kehendak Allah, lalu hamba tersebut kembali berbuat dosa yang lain, kemudian ia berkata : “Wahai Tuhanku, aku telah melakukan dosa maka ampunilah aku”, maka Allah berfirman : “ HambaKu mengetahui bahwa ia mempunyai tuhan Yang mengampuni dosa, maka Aku telah mengampuni (dosa) hambaKu maka berbuatlah yang ia kehendaki”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda :
خُذُوا مِنَ العَمَلِ ما تُطِيقُونَ، فإنَّ الله لَا يَمَلُّ حَتى تَمَلُّوْا
“ Ambillah (kerjakanlah) perbuatan (amal baik) yang kalian mampu (istiqamah di dalamnya), sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala tidak pernah bosan (memberi pahala) hingga kalian yang merasa bosan”
Allah subhanahu wata’ala tersucikan dari sifat-sifat sifat bosan. Allah subhanahu wata’ala Maha Tau atas dosa-dosa manusia sejak zaman nabi Adam AS hingga detik ini, zaman telah berubah dan berganti namun Allah subhanahu wata’ala hingga saat ini tiada henti-hentinya mencurahkan pengampunan bagi hamba-hamba yang meminta pengampunan itu, maka orang yang sangat merugi adalah orang yang telah berbuat dosa namun tidak meminta pengampunan kepada Allah subhanahu wata’ala dan tidak berkeinginan untuk mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala sehingga orang itu berada dalam kerugian yang besar. Saat ini kita berada di penghujung bulan Dzulqa’dah, yang kemudian akan memasuki bulan agung dan mulia dimana para tamu Allah subhanahu wata’ala mulai bergerak menuju medan-medan haji dan umrah untuk melaksanakan rentetan ibadah haji mereka, dari melakukan thawaf, sa’i, melempar jumrah, dan wuquf di Arafah.
Ketahuilah bahwa kemuliaan ibadah haji tidak terlepas dari perjuangan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dimana ketika perjanjian Hudaibiyah di Bulan Dzulqa’dah pada tahun 6 H, setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan 1500 kaum muslimin dilarang memasuki Makkah oleh kuffar Quraisy untuk melakukan ibadah Haji dan Umrah sehingga mereka kembali ke Madinah. Kemudian pada tahun 8 H terjadilah Fath Makkah, dimana ketika itu jumlah kaum muslimin telah mencapai 10.000 yang disaat itu Abu Sufyan sebagai pimpinan Quraisy setelah masuk Islam ia berkata :
يَا رَسُوْلَ اللهِ أُبِيْحَتْ خَضْرَاءُ قُرَيْشٍ، لَا قُرَيْشَ بَعْدَ الْيَوْمِ.
“Wahai Rasulullah telah diserahkan mahkota (kepemimpinan) Quraisy, tidak ada (kekuasaan) Quraisy setelah hari ini”
Yang dimaksud bahwa kekuasaan Makkah tidak lagi berada di tangan kaum Quraisy, akan tetapi kekuasaan Makkah telah diserahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membersihkan Ka’bah dari berhala-berhala di dalamnya dan disekitarnya. Dan di saat Fath Makkah jumlah kaum muslimin telah mencapai 10.000, kemudian 2 tahun setelah Fath Makkah terjadilah Haji Wada’ ( Haji Perpisahan ) dimana tidak lama setelah Haji Wada’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, dan etika itu jumlah para sahabat telah mencapai 120.000. Demikian perkembangan dakwah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dari masa ke masa. Dan kita ketahui hanya terdapat berapa ribu sahabat yang dimakamkan di Madinah Al Munawwarah, sedangkan para sahabat yang lainnya berpencar di penjuru barat dan timur untuk menyampaikan kalimat tauhid : لا إله إلا الله محمد رسول الله (Tiada Tuhan selain Allah subhanahu wata’la, Nabi Muhammad utusan Allah).
Hadits yang kita baca di malam hari ini menjelaskan bahwa jika suatu bejana atau wadah air diminum atau dijilat oleh anjing maka hendaklah dicuci sebanyak 7 kali. Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani menukil sebuah riwayat di dalam Shahih Muslim bahwa basuhan tersebut sebanyak 7 kali dan basuhan yang pertama dengan tanah, sedangkan dalam riwayat lain basuhan yang terakhir dengan menggunakan tanah, adapun dalam riwayat lain disebutkan bahwa yang ke delapan dengan tanah. Namun Al Imam An Nawawi berkata dalam kitab Syarh An Nawawiyah ‘ala Shahih Muslim menyatukan beberapa riwayat yang ada, bahwa basuhan tersebut sebanyak tujuh kali dengan air dan satu kali dibasuh dengan air yang dicampur dengan tanah, demikian yang terdapat dalam madzhab Syafii. Al Imam Ibn Hajar berkata bahwa di dalam madzhab Imam Maliki dalam masalah ini terdapat 4 pendapat yang berbeda, diantara mereka ada yang mengatakan bahwa anjing najis dan diantara mereka mengatakan bahwa anjing tidaklah najis akan tetapi air liurnya najis. Sedangkan di dalam madzhab Hanafi sebagian besar pendapat mengatakan bahwa anjing tidaklah najis. Akan tetapi menurut hadits diatas menunjukkan bahwa sesuatu yang terkena anjing harus dibasuh sebanyak 7 kali karena telah terkena najis (anjing). Maka Al Imam An Nawawi berkata bahwa madzhab Syafii adalah satu-satunya madzhab yang berhati-hati dalam hal ini sehingga mengatakan bahwa anjing adalah najis. Namun semua Imam 4 madzhab mempunyai dalil dan rujukan hadits dan sanad yang jelas atas hukum-hukum yang mereka ambil. Meskipun anjing adalah hewan yang najis namun bukan berarti bahwa anjing tersebut hewan yang jahat, sebagaimana disebutkan di dalam riwayat Shahih Al Bukhari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperbolehkan melatih anjing untuk berburu dan hewan buruan itu halal untuk dimakan, kecuali anjing yang tidak terdidik dalam hal berburu hingga anjing tersebut menggigit atau memakan hewan buruan tersebut, maka hewan buruan tersebut menjadi najis. Hal tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak membenci anjing dikarenakan hewan yang najis. Bahkan anjing juga dipuji oleh Allah subhanahu wata’ala karena memiliki sifat setia, sebagaimana dalam kisah Ashabul Kahfi, sebagai firman Allah subhanahu wata’ala :
وَكَلْبُهُمْ بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيدِ
 “Dan anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua”. ( QS. Al Kahf : 18 )
Selama berada di gua itu anjing tersebut tiada bergerak untuk mencari makan atau minum sebab menjaga majikannya hingga anjing tersebut mati di tempat itu, karena Ashabul Kahfi ditidurkan oleh Allah subhanahu wata’ala selama 360 tahun. Dalam ayat lain Allah subhanahu juga menyebutnya, dalam firmanNya :
سَيَقُولُونَ ثَلَاثَةٌ رَابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ .
( الكهف : 22 )
“ Orang-orang ada yang mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang, yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: (jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjingnya", sebagai terkaan akan sesuatu yang gaib; dan (yang lain) mengatakan: (jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya”. ( QS. Al Kahfi : 22 )
Mengapa Allah subhanahu wata’ala mengulang-ulang menyebut anjing dalam satu ayat hingga 3 kali?!. Kita ketahui bahwa Ashabul Kahfi bukanlah para nabi dan rasul, dan kisah ini telah terjadi ribuan tahun sebelum zaman kita, akan tetapi Allah subhanahu wata’ala menyebutkannya di dalam Al qur’an, untuk menunjukkan rahasia ma’iyyah (ikatan/kebersamaan) dengan orang-orang shalih, walau seekor hewan sekalipun jika ia mencintai orang shalih maka ia dimuliakan oleh Allah subhanahu wata’ala, terlebih lagi jika ikatan itu ada antara seorang dengan pemimpin para shalihin, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Semua makhluk menerima semua ketentuan Allah subhanahu wata’ala, kecuali 4 makhluk yaitu malaikat, manusia, jin, dan syaitan. Dimana 4 makhluk tersebut telah diberi ilmu pengetahuan oleh Allah subhanahu wata’ala, berbeda dengan hewan seperti anjing yang diberi pengetahuan sebagaimana 4 makhluk tersebut. Namun malaikat tidaklah menolak ketentuan Allah akan tetapi mereka hanya bertanya, sebagaimana ketika Allah akan menciptakan nabi Adam kemudian menjadikannya khalifah di bumi, dan sebagian malaikat telah diberi pengetahuan oleh Allah bahwa manusia akan menyebabkan kerusakan di muka bumi, maka para malaikat bertanya kepada Allah subhanahu, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ ( البقرة : 30 )
“Mereka berkata: "Apakah Engkau akan menjadikan (khalifah) di bumi itu, orang yang akan membuat kerusakan di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan menyucikan-Mu?" Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui". (QS.Al Baqarah : 30 )
Maka malaikat pun terdiam mendengar jawaban dari Allah, dan mereka bersujud kepada nabi Adam sebagaimana perintah Allah kepada mereka. Namun makhluk yang lain yang dahulunya merupakan makhluk yang paling taat dan banyak beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala yaitu iblis, dia tidak mau bersujud kepada nabi Adam karena rasa sombong yang ada dalam diri iblis, ia menganggap dirinya yang diciptakan dari api lebih mulia dari nabi Adam yang diciptakan dari tanah. Allah subhanahu wata’ala ingin menunjukkan bahwa hamba Allah yang memiliki ilmu adalah yang paling mulia, yaitu nabi Adam As. Begitu juga makhluk yang bernama jin, diantara mereka ada yang shalih dan ada yang fasiq dan kafir, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
وَأَنَّا مِنَّا الصَّالِحُونَ وَمِنَّا دُونَ ذَلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا ( الجن : 11 )
“Dan sesungguhnya di antara kami terdapat yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya, kami menempuh jalan yang berbeda-beda”. ( QS. Al Jinn: 11 )
Dan begitu pula makhluk yang bernama manusia sangatlah sering dan banyak memprotes terhadap ketentuan-ketentuan Allah untuk mereka. Maka haruslah kita fahami rahasia tuntunan keluhuran nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan juga harus kita fahami bahwa rahasia kehidupan kita di dunia ini adalah untuk mencapai kebahagiaan yang kekal kelak di akhirat dalam kedamaian, kelembutan dan kasih sayang Allah subhanahu wata’ala.
Hadirin ynag dimulikan Allah

Senjata yang paling tajam bagi nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan ummatnya adalah doa dan munajat, dimana tidak ada hal yang dapat merubah ketentuan Allah kecuali doa, maka doa dapat merubah ketentuan Allah dengan kehendak Allah subhanahu wata’ala. Begitu pula kehancuran alam semesta ini masih akan tertahan oleh Allah selama masih ada orang yang menyebut nama Allah, sebagaimana dalam riwayat Shahih Muslim :
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى لَا يُقَالَ فِي الْأَرْضِ اللَّهُ اللَّهُ
“ Tidak akan datang hari kiamat hingga tidak lagi diucapkan “Allah Allah” di bumi”
لاَتَقُوْمُ السَّاعَةُ عَلَى رَجُلٍ يَقُوْلُ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ
“ Tidak akan terjadi hari kiamat terhadap orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah”
Oleh sebab itu guru mulia kita Al Musnid Al Habib Umar bin Muhammad bin Hafizh selalu menggemuruhkan lafadz الله dalam setiap majelis beliau, dan karena memang nama اللهlah yang paling berhak untuk diseru dan digemuruhkan dari semua nama yang ada. Kelak ketika hamba-hamba yang telah masuk surga dan wajah-wajah mereka memandang keindahan Allah subhanahu wata’ala, mereka akan tertunduk malu dan menyesal akan perbuatan dosa yang dulu pernah dilakukan ketika di dunia, yang telah banyak berpaling dari Allah subhanahu wata’ala, mereka akan tertunduk malu dan menyesal sebab kewibawaan dan keindahan Allah subhanahu wata’ala yang mereka lihat ketika itu. Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani mengatakan sebagaimana yang terdapat dalam salah satu riwayat yang tsiqah, bahwa penduduk surga diantara mereka akan melihat Allah di surga sekali dalam 1000 tahun, diantara mereka setiap 100 tahun sekali melihat Allah, diantara mereka setiap 10 tahun sekali melihat Allah, diantara mereka setiap 1 Tahun sekali melihat Allah, dan diantara mereka setiap 1 bulan sekali melihat Allah, dan diantara mereka diberi kesempatan untuk melihat Allah setiap hari Jum’at. Dan nikmat memandang Allah adalah kenikmatan terbesar bagi penduduk surga. Sebagaimana disebutkan bahwa orang yang terakhir keluar dari api neraka, setelah melewati pedih dan dahsyatnya siksa api neraka selama puluhan ribu tahun, kemudian Allah subhanahu wata’ala berfirman : “Wahai Jibril, temui hambaKu itu dan keluarkan ia dari neraka”, dan ketika hamba itu dimasukkan ke dalam surga, kemudian Allah mengizinkan hamba tersebut untuk memandang keindahan dzatNya dan bertanya : “Wahai hambaKu, berapa lama engkau berada di dalam neraka?”, maka hamba itu menjawab : “aku tidak pernah melihat api neraka wahai Allah”, ia telah lupa akan siksaan dan pedihnya api neraka yang dilaluinya selama beribu-ribu tahun sebab memandang keindahan Allah subhanahu wata’ala…
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ

sumber: disini