Minggu, 02 September 2018

Kisah Hilangnya Dukuh Legetang Banjarnegara, Jawa Tengah.

Kisah Nyata Yang Pernah Terjadi Di Indonesia Akibat Warga Kampung Sudah Tidak Takut Dengan Maksiat.
Dalam Semalam Desa Ini Lenyap, Kisah Nyata dari dukuh legetang di Banjarnegara

Ada sekelumit kisah nyata yang pernah terjadi pada sebagian bangsa ini yang mungkin kita telah lupa. Dan sayangnya, peristiwa yang penuh dengan pelajaran ini sama sekali tidak disinggung-singgung sedikit pun di dalam buku pelajaran di sekolah. Kita dan anak-anak kita tidak pernah tahu jika ada suatu desa yang penduduknya nyaris sama dengan kaum Sodom-Gomorah, senang bermaksiat, yang oleh Allah swt dikubur seluruhnya dalam satu malam hingga tidak bersisa.
Satu desa bersama seluruh penduduknya lenyap dalam satu malam tertutup puncak sebuah gunung yang berada agak jauh dari lokasi desa itu. Siapa yang mampu memindahkan puncak gunung itu ke suatu tempat untuk mengubur satu desa kecuali Allah Yang Maha Kuasa?
Inilah kisah tentang Dukuh Legetang, yang masuk dalam wilayah Banjarnegara, Jawa Tengah. Kejadiannya di tahun 1955.
Dukuh Legetang adalah sebuah dukuh makmur yang lokasinya tidak jauh dari dataran tinggi Dieng-Banjarnegara, sekira 2 kilometer di sebelah utaranya. Penduduknya cukup makmur dan kebanyakan para petani yang cukup sukses. Mereka bertani sayuran, kentang, wortel, kobis, dan sebagainya.
Berbagai kesuksesan duniawi yang berhubungan dengan pertanian menghiasi dukuh Legetang. Misalnya apabila di daerah lain tidak panen tetapi mereka panen berlimpah. Kualitas buah dan sayur yang dihasilkan juga lebih baik dari yang lain.
Namun bukannya mereka bersyukur, dengan segala kenikmatan ini mereka malah banyak melakukan kemaksiatan. Barangkali ini yang dinamakan “ISTIDRAJ” suatu jebakan berupa kelapangan rezeki,padahal yang di beri kemudahan itu dalam keadaan terus menerus bermaksiat  pada Allah.
Dari Ubah bin Amir radhiallahu,Nabi Shallallahu'alai wa salam bersabda :
"Apabila kamu melihat Allah memberikan kenikmatan dunia kepada seorang hamba,sementara ia bergelimangan dengan maksiat,maka itu hakekatnya adalah istidraj dari Allah.
Masyarakat Dukuh Legetang umumnya ahli maksiat. Perjudian di dukuh ini merajalela, begitu pula minum-minuman keras. Tiap malam mereka mengadakan pentas Lengger, sebuah kesenian tradisional yang dibawakan oleh para penari perempuan, yang sering berujung kepada perzinaan. Ada juga anak yang malah melakukan kemaksiatan bersama ibunya sendiri. Beragam kemaksiatan lain sudah sedemikian parah di dukuh ini.
Pada suatu malam, 17 April 1955, turun hujan yang amat lebat di dukuh itu. Tapi masyarakat Dukuh Legetang masih saja tenggelam dalam kemaksiatan. Barulah pada tengah malam hujan reda. Tiba-tiba terdengar suara keras seperti sebuah bom besar dijatuhkan di sana, atau seperti suara benda yang teramat berat jatuh. Suara itu terdengar sampai ke desa-desa tetangganya. Namun malam itu tidak ada satu pun yang berani keluar karena selain suasana teramat gelap, jalanan pun sangat licin.
Pada pagi harinya, masyarakat yang ada di sekitar Dukuh Legetang yang penasaran dengan suara yang amat keras itu barulah keluar rumah dan ingin memeriksa bunyi apakah itu yang terdengar amat memekakkan telingan tadi malam. Mereka sangat kaget ketika di kejauhan terlihat puncak Gunung Pengamun-amun sudah terbelah, rompal.
Dan mereka lebih kaget bukan kepalang ketika melihat Dukuh Legetang sudah tertimbun tanah dari irisan puncak gunung tersebut. Bukan saja tertimbun tapi sudah berubah menjadi sebuah bukit, dengan mengubur seluruh dukuh beserta warganya. Dukuh Legetang yang tadinya berupa lembah, kini sudah menjadi sebuah gundukan tanah baru menyerupai bukit. Seluruh penduduknya mati. Gegerlah kawasan Dieng…
Masyarakat sekitar terheran-heran. Seandainya Gunung Pengamun-amun sekedar longsor, maka longsoran itu pasti hanya akan menimpa lokasi di bawahnya. Akan tetapi kejadian ini jelas bukan longsornya gunung. Antara Dukuh Legetang dan Gunung Pengamun-amun terdapat sungai dan jurang, yang sampai sekarang masih ada. Namun sungai dan jurang itu sama sekali tidak terkena longsoran. Jadi kesimpulannya, potongan gunung itu malam tadi terangkat dan jatuh menimpa dukuh Legetang.
Siapa yang mampu mengangkat separo gunung itu kalau bukan Allah Yang Maha Kuasa?
Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang dilangit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?” (QS Al Mulk 67: 16).
Untuk memperingati kejadian itu, pemerintah setempat mendirikan sebuah tugu yang hari ini masih bisa dilihat siapa pun. Ditugu tersebut ditulis dengan plat logam:
TUGU PERINGATAN ATAS TEWASNJA 332 ORANG PENDUDUK DUKUH LEGETANG SERTA 19 ORANG TAMU DARI LAIN-LAIN DESA SEBAGAI AKIBAT LONGSORNJA GUNUNG PENGAMUN-AMUN PADA TG. 16/17-4-1955
Wallahu A'lam Bishawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda untuk menambah silaturahim.