Selasa, 19 Maret 2019

Membongkar UUD Negara Khilafah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)

sekedar info ttg HTI....
by gunromli.com March 11, 2018

Tidak banyak yang tahu kalau Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sudah menyiapkan Undang-undang Dasar (UUD) Negara Khilafah, mereka sudah memutuskan bentuk negara, sistem pemerintahan, perangkat dan aparat negara dan pemerintahan yang *jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika*.

UUD Negara Khilafah versi Hizbut Tahrir sudah diresmikan oleh Hizbut Tahrir Internasional, sebagai pusat partai politik internasional ini.

Tulisan ini akan mengulas dan membongkar UUD Negara Khilafah Hizbut Tahrir bersumber dari kitab-kitab utama mereka yang disebut “mutabanni” (kitab adopsian).

Namun sebelumnya saya ingin mengapresiasi siapa pun yang telah ikut menyebarkan tulisan saya sebelum ini “Membungkam Jubir Hizbut Tahrir, HTI di Pengadilan” baik menyebarkan melalui website, WA, facebook, twitter, instagram dll nya. Semoga usaha kita ini dicatat oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Swt sebagai bentuk kecintaan kita pada Ibu Pertiwi, Indonesia yang kini dirongrong oleh sebuah partai politik internasional yang ingin mengubah Republik Indonesia menjadi Negara Khilafah.

Saya pun berharap bagi semua warga negara Indonesia khususnya kaum Muslimin yang terpanggil *“hubbul wathan minal iman”* (mencintai tanah air adalah bagian dari iman Islam), ikut menyebarkan tulisan saya ini dan tulisan-tulisan saya berikutnya.

Terima kasih! Jazakumullah!

Dalam membongkar UUD Negara Khilafah Hizbut Tahrir saya berdasarkan 3 buku utama mereka dan 1 buku Manifesto Hizbut Tahrir Indonesia.

*3 buku utama mereka* adalah:

1. *Buku Nidzamul Islam*, karya pendiri Hizbut Tahrir, Taqiyudin An-Nabhani, yang merupakan buku sentran ideologi dan gerakan Hizbut Tahrir, karena buku-buku selanjutnya Hizbut Tahrir hanyalah penjelasan atas buku ini (tidak ada penambahan, apalagi koreksi! Karya-karya Taqiyudin bagi Hizbut Tahrir bersifat mutlak, tidak boleh seorang pun di kemudian hari menambahkan, apalagi mengoreksi, meskipun itu Amir/Pemimpin Tertinggi Pengganti Taqiyudin. Misalnya Abdul Qadim Zallum, Pengganti setelah Taqiyudin menulis kitab yang merupakan penjabaran atas buku “Nidzamul Islam” Taqiyudin diberi judul “Nidzamul Hukmi fil Islam”, sementara Atha Abu Ar-Rasytah pengganti Abdul Qadim Zallum di eranya menjabarkan “UUD Negara Khilafah” yang sudah ditulis oleh Taqiyudin dalam “Nidzamul Islam” dengan menerbitkan sebuah buku “Ajhizatu Dawlah Al-Khilafah” yang merupakan “blueprint” Bentuk dan Sistem pemerintahan dan  Administrasi Negara Khilafah versi Hizbut Tahrir.

2. *Buku “Ajhizatu Dawlah Al-Khilafah”* yang sudah disinggung di atas, yang ditulis dan diterbitkan pada era Amir Ketiga Hizbut Tahrir Internasional, Atha Abu Ar-Rasytah pada tahun 2005, tapi sebenarnya merujuk dan menjabarkan pada UUD Negara Khilafah Hizbut Tahrir yang sudah ditulis Taqiyudin pada tahun 1953.

3. *Buku “Ta’rif Hizbut Tahrir”*, buku tentang, statuta, definisi Hizbut Tahrir yang resmi dikeluarkan oleh *Hizbut Tahrir Internasional, yang ditetapkan 15 Jumadal Ula 1431 H/29 Naisan (April) 2010* dan termasuk dalam daftar buku-buku utama (mutabanni) Hizbut Tahrir.

4. *Manifesto Hizbut Tahrir Indonesia tahun 2009*, penggunaan istilah Manufesto oleh Hizbut Tahrir ini menarik, mengingatkan kita pada Manifesto Komunis yang ditulis oleh Karl Marx dan Friedrich Engels (1848). Saya sebagai saksi fakta yang dihadirkan di Pengadilan 8 Maret 2018 sebenarnya ingin menyinggung hal ini, tapi karena saya tidak boleh berpendapat, saya hanya boleh bersaksi atas apa yang saya lihat, dengar, ketahui dan alami, kalau pendapat merupakan wewenang saksi ahli, namun dalam kesempatan ini izinkan saya memfokuskan bahwa Hizbut Tahrir memiliki persamaan yang jelas dengan bentuk, struktur dan jaringan Komunis Internasional yang biasa disingkat Komintern.

Penggunaan kata *Manifesto adalah bukti yang utama, Manifesto Hizbut Tahrir Indonesia dan Manifesto Komunis, seperti halnya Komunisme Internasional, Hizbut Tahrir adalah partai politik internasional*, sama-sama memperjuangkan satu asas, satu bentuk negara, dan tunduk pada kepemimpinan internasional.

Namun soal kesamaan Hizbut Tahrir dengan Komunisme Internasional saya akan ulas di tulisan yang berbeda, dalam tulisan ini saya mau fokus pada masalah membongkar UUD

*Negara Khilafah Hizbut Tahrir*

Sebelum saya mengulas UUD dan Bentuk Negara Khilafah Hizbut Tahrir, saya mengajak anda untuk mengingat kembali apa itu Hizbut Tahrir dan apa tujuannya:

*Hizbut Tahrir adalah partai politik yang ideologinya adalah Islam. Politik aktivitasnya, Islam ideologinya, dan ia beraktivitas di antara umat dan bersamanya untuk menjadikan Islam sebagai topik utama, serta memimpin ummat untuk mengembalikan Khilafah dan hukum yang diturunkan oleh Allah*.

*Hizbut Tahrir adalah organisasi politik, bukan organisasi spiritual (seperti tarekat), bukan organisasi ilmiah/akademik (srt lembaga riset), bukan organisasi pengajaran (sprt madrasah, universitas, sekolah), bukan organisasi sosial kemasyarakatan (yg melayani sosial, ekonomi, pendidikan dan kemaslahatan masyarakat)*.

(Ini halaman 4 dari buku Ta’rif (Definisi Hizbut Tahriri) yang dikeluarkan resmi oleh Hizbut Tahrir internasional, 29 Naisan (April) 2010.)

Intinya: *Hizbut Tahrir adalah PARTAI POLITIK Internasional, bukan Ormas, bukan lembaga pendidikan, bukan lembaga spiritual keagamaan, dst dan tujuannya: MENDIRIKAN NEGARA KHILAFAH*

UUD Negara Khilafah Hizbut Tahrir Bertentangan dan Menolak UUD 1945!

UUD Negara Khilafah dan Bentuk Negara Khilafah sudah diputuskan dan ditulis oleh Pendiri Hizbut Tahrir, Taqiyudin An-Nabhani sejak tahun 1953 dalam buku yang ia tulis “Nidzamul Islam” diterjemahkan dalam bahasa Indonesia “Peraturan Hidup dalam Islam”.

UUD Negara Khilafah dalam buku ini berisi 191 Pasal, yang tujuannya membangun sebuah negara agama yang mutlak dikendalikan oleh seorang pemimpin tertinggi dengan kewenangan yang absolut yang disebut Khalifah. Dalam UUD ini tidak ada pembagian kewenangan eksekutif, yudikatif dan legislatif, karena kewenangan ini semuanya ada di tangan Khalifah, dia tidak punya masa jabatan, punya hak melegislasi UU, mengangkat hakim-hakim peradilan.

Pasal 1 disebutkan: “Akidah Islam adalah dasar negara. Segala sesuatu yang menyangkut institusi negara, termasuk meminta pertanggungjawaban atas tindakan negara, harus dibangun berdasarkan akidah Islam.”

Pasal 2 membagi dua jenis negara menjadi 2 saja: Negara Islam dan Negara Kafir, dan buku Ta’rif Hizbut Tahrir disebutkan: tidak ada satu pun negara di dunia saat ini yang bisa disebut Negara Islam, semuanya Negara Kafir meskipun penduduknya mayoritas muslim, karena menjalankan Hukum Kafir (termasuk Indonesia) ini di halaman: 14 dan 95.

Pasal 3, menyebutkan Khalifah, sebagai pemimpin tertinggi juga punya kewenangan legislasi mutlak: “Khalifah melegislasi hukum-hukum syara’ tertentu yang dijadikan sebagai undang-undang dasar dan undang- undang negara. Undang-undang dasar dan undang-undang yang telah disahkan oleh Khalifah menjadi hukum syara’ yang wajib dilaksanakan dan menjadi perundang-undangan resmi yang wajib ditaati oleh setiap individu rakyat, secara lahir maupun batin.”—Dari perseptif UUD negara Indonesia, Khalifah ini menjadi Presiden sekaligus menjadi DPR yang punya hak membuat dan mengesahkan UU.

Pasal 7, Syariat Islam berlaku baik untuk muslim dan non muslim: “Negara memberlakukan syariah Islam atas seluruh rakyat yang berkewarganegaraan (Khilafah) Islam, baik Muslim maupun non-Muslim”

Pasal 8 menegaskan Bahasa Arab adalah bahasa resmi Negara Khilafah Hizbut Tahrir—meski banyak sekali elit-elit Hizbut Tahrir di Indonesia—apalagi pengikutnya—yang tidak bisa bahasa Arab. “Pasal 8 Bahasa Arab merupakan satu-satunya bahasa Islam, dan satu-satunya bahasa resmi yang digunakan negara.”

Pasal 11 tugas pokok negara adalah dakwah Islam, bukan “untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” seperti dalam Pembukaan UUD 1945, kalau Negara Khilafah tegak, maka ormas keagamaan kemasyarakat seperti NU, Muhammadiyah, Persis dll akan bubar karena tugasnya dakwah Islam sudah diambil Negara Khilafah. “Pasal 11: Mengemban da’wah Islam adalah tugas pokok negara.”

Kekuasan pemerintahan hanya diperuntukkan untuk kalangan laki-laki saja: “Pasal 19: Tidak dibenarkan seorang pun berkuasa atau menduduki jabatan apa saja yang berkaitan dengan kekuasaan, kecuali orang itu laki-laki, merdeka, baligh, berakal, adil, memiliki kemampuan dan beragama Islam.”

Meskipun partai politik diperbolehkan didirikan di Negara Khilafah tapi mutlak harus berdasarkan Islam, dan segala jenis perkumpulan yang tidak berdasarkan Islam dilarang secara mutlkak. “Dan negara melarang setiap perkumpulan yang tidak berasaskan Islam.” (Pasal 21).

Dalam Struktur Negara ditetapkan hanya 13 (tidak boleh ditambah atau dikurangi karena ini sudah keputusan mutlak Taqiyudin An-Nabhani) dan TIDAK ADA PENDIDIKAN dan lembaga Peradilan (Yudikatif) di bawah kekuasaan Khalifah:

“Pasal 23

Struktur negara terdiri atas tiga belas bagian:

a. Khalifah
b. Mu’awin Tafwidl
c. Mu’awin Tanfidz d. Al-Wulat
e. Amirul Jihad
f. Keamanan Dalam Negeri
g. Urusan Luar Negeri
h. Perindustrian
i. Al-Qadla
j. Kemaslahatan Umat
k. Baitul Mal
l. Penerangan
m. Majlis Umat (Musyawarah dan Muhasabah).”

Jadi anda akan membayangkan Khalifah dalam Negara Khilafah ini adalah Presiden sekaligus  Ketua MPR dan DPR, Ketua MA, Ketua MK, Ketua KPK, dan semua kewenangan yang terpusat pada satu orang: Khalifah!

Pasal 26, hak memilih Khalifah hanya milik muslim saja, NON-MUSLIM TIDAK PUNYA HAK MEMILIH, apalagi dipilih.

Setelah Khalifah diba’at dan dianggap sah, maka kaum muslim yang lain dipaksa untuk berbai’at. “Setiap orang yang menolak dan memecahbelah persatuan kaum Muslim, dipaksa untuk berbaiat.” (Pasal 27).

Pasal 36 menegaskan wewenang Khalifah baik sebagai Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, sekaligus sebagai Panglima Tertinggi Militer yang memiliki kekuasaan absolut, mutlak, dan setralistik.

“Pasal 36 Khalifah memiliki wewenang sebagai berikut:
a. Dialah yang melegislasi hukum-hukum syara’ yang diperlukan untuk memelihara urusan-urusan umat, yang digali dengan ijtihad yang sahih dari kitabullah dan sunah rasul-Nya, sehingga menjadi perundang-undangan yang wajib ditaati dan tidak boleh dilanggar.

b. Dialah yang bertanggung jawab terhadap politik negara, baik dalam maupun luar negeri. Dialah yang memegang kepemimpinan militer. Dia berhak mengumumkan perang, mengikat perjanjian damai, gencatan senjata serta seluruh perjanjian lainnya.

c. Dialah yang berhak menerima atau menolak duta-duta negara asing. Dia juga yang berhak menentukan dan memberhentikan duta kaum Muslim.

d. Dialah yang menentukan dan memberhentikan para Mu’awin dan para Wali, dan mereka semua bertanggung jawab kepada Khalifah sebagaimana mereka juga bertanggung jawab kepada Majelis Umat.

e. Dialah yang menentukan dan memberhentikan Qadli Qudlat (Hakim Agung)

f. Dialah yang menentukan hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan anggaran pendapatan dan belanja negara. Dia pula yang menentukan rincian nilai APBN, pemasukan maupun pengeluarannya.”

Masa jabatan Khalifah tidak terbatas, hal ini ditegaskan dalam Pasal 39  *Tidak ada batas waktu bagi jabatan Khalifah. Selama mampu mempertahankan dan melaksanakan hukum syara’, serta mampu menjalankan tugas-tugas negara, ia tetap menjabat sebagai Khalifah”*

Demikian ulasan tentang UUD Negara Khilafah yang telah ditetapkan oleh Hizbut Tahrir Internasional sejak tahun 1953, apabila anda tertarik untuk membaca lebih lanjut silakan unduh buku

Nidzamul Islam (Arab) http://www.hizb-ut-tahrir.org/index.php/AR/bshow/39/

Nidzamul Islam, The System of Islam (english) http://www.hizb-ut-tahrir.org/index.php/EN/bshow/1694/

Dari bacaan di atas maka UUD Negara Khilafah tidak lebih sebagai:

1. Negara Agama, Negara Islam yang bersifat mutlak, tidak boleh ada partai dan perkumpulan apapun yang berdasarkan selain Islam

2. Khalifah memiliki wewenang yang absolut, mutlak dan sentralistik, kalau kita bandingkan pada sistem pemerintahan saat ini, seorang Khalifah itu sebagai Presiden, MPR dan DPR, MA, MK, KPK dll semua kekuasaan dan kewenangan berpusat pada dirinya, ditambah lagi tidak ada masa jabatan bagi seorang Khalifah.

Untuk ulasan lain terkait Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan, serta Manifesto Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) akan saya ulas dalam tulisan berikutnya.

Wallahul Muwaffiq ila Aqwamit Thariq

Mohamad Guntur Romli

Mohon bantu menyebarkan tulisan ini agar warga negara Indonesia, khususnya kaum Muslimin tidak tertipu oleh propaganda Partai Politik Internasional bernama Hizbut Tahrir yang aktivitasnya adalah politik bukan dakwah Islam, dan tujuannya mendirikan Negara Khilafah versi Hizbut Tahrir.

Cara Mendapatkan Kuota Internet Indosat Gratis

Gratis bonus kuota 750MB dengan instal myIM3 dan gunakan kode referral ERA2AD. Khusus pengguna baru myIM3. https://m2q7t.app.goo.gl/rewards

Senin, 18 Maret 2019

Gratis Kuota Internet Indosat

Gratis bonus kuota 750MB dari Indosat dengan instal myIM3 dan Jangan Lupa gunakan kode referral ERA2AD.
Khusus pengguna baru myIM3.
https://m2q7t.app.goo.gl/rewards

Rabu, 13 Maret 2019

Dana dengan bermacam-macam Bonusnya

Hi, aku mengundang kamu untuk mendownload aplikasi DANA di https://danareferral.onelink.me/MofA/8f49532e, gunakan kode dnGOgJ untuk mendapatkan hadiah !

Jumat, 08 Maret 2019

BOLEHKAH MENGGABUNG PUASA RAJAB DAN QADLA RAMADLAN?

Puasa Rajab
sebagaimana puasa sunnah lainnya sah dilakukan dengan niat berpuasa secara mutlak, tidak disyaratkan ta’yin (menentukan jenis puasanya).

Misalkan dengan niat “Saya niat berpuasa karena Allah”, tidak harus ditambahkan “karena melakukan kesunnahan puasa Rajab”.
Sementara puasa qadla’ Ramadhan tergolong puasa wajib yang wajib ditentukan jenis puasanya, misalkan dengan niat “Saya niat berpuasa qadla’ Ramadhan fardlu karena Allah”.

Menggabungkan niat puasa Rajab dengan puasa qadla’ Ramadhan hukumnya diperbolehkan (sah) dan pahala keduanya bisa didapatkan.

Bahkan menurut Syekh al-Barizi, meski hanya niat mengqadla’ puasa Ramadhan, secara otomatis pahala berpuasa Rajab bisa didapatkan.

Kesimpulan di atas didasarkan atas keterangan dalam kitab Fathul Mu’in beserta hasyiyahnya, I’anatuth Thalibin sebagai berikut:

ﻭﺑﺎﻟﺘﻌﻴﻴﻦ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﻨﻔﻞ ﺃﻳﻀﺎ ﻓﻴﺼﺢ ﻭﻟﻮ ﻣﺆﻗﺘﺎ ﺑﻨﻴﺔ ﻣﻄﻠﻘﺔ ﻛﻤﺎ ﺍﻋﺘﻤﺪﻩ ﻏﻴﺮ ﻭﺍﺣﺪ
( ﻭﻗﻮﻟﻪ ﻭﻟﻮ ﻣﺆﻗﺘﺎ ‏) ﻏﺎﻳﺔ ﻓﻲ ﺻﺤﺔ ﺍﻟﺼﻮﻡ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﻔﻞ ﺑﻨﻴﺔ ﻣﻄﻠﻘﺔ ﺃﻱ ﻻ ﻓﺮﻕ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﺑﻴﻦ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺆﻗﺘﺎ ﻛﺼﻮﻡ ﺍﻻﺛﻨﻴﻦ ﻭﺍﻟﺨﻤﻴﺲ ﻭﻋﺮﻓﺔ ﻭﻋﺎﺷﻮﺭﺍﺀ ﻭﺃﻳﺎﻡ ﺍﻟﺒﻴﺾ ﺃﻭ ﻻ ﻛﺄﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺫﺍ ﺳﺒﺐ ﻛﺼﻮﻡ ﺍﻻﺳﺘﺴﻘﺎﺀ ﺑﻐﻴﺮ ﺃﻣﺮ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﻭ ﻧﻔﻼ ﻣﻄﻠﻘﺎ
( ﻗﻮﻟﻪ ﺑﻨﻴﺔ ﻣﻄﻠﻘﺔ ‏) ﻣﺘﻌﻠﻖ ﺑﻴﺼﺢ ﻓﻴﻜﻔﻲ ﻓﻲ ﻧﻴﺔ ﺻﻮﻡ ﻳﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ ﻣﺜﻼ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﻧﻮﻳﺖ ﺍﻟﺼﻮﻡ ‏( ﻗﻮﻟﻪ ﻛﻤﺎ ﺍﻋﺘﻤﺪﻩ ﻏﻴﺮ ﻭﺍﺣﺪ ‏) ﺃﻱ ﺍﻋﺘﻤﺪ ﺻﺤﺔ ﺻﻮﻡ ﺍﻟﻨﻔﻞ ﺍﻟﻤﺆﻗﺖ ﺑﻨﻴﺔ ﻣﻄﻠﻘﺔ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﻜﺮﺩﻱ ﻣﺎ ﻧﺼﻪ ﻓﻲ ﺍﻷﺳﻨﻰ ﻭﻧﺤﻮﻩ ﺍﻟﺨﻄﻴﺐ ﺍﻟﺸﺮﺑﻴﻨﻲ ﻭﺍﻟﺠﻤﺎﻝ ﺍﻟﺮﻣﻠﻲ ﺍﻟﺼﻮﻡ ﻓﻲ ﺍﻷﻳﺎﻡ ﺍﻟﻤﺘﺄﻛﺪ ﺻﻮﻣﻬﺎ ﻣﻨﺼﺮﻑ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﺑﻞ ﻟﻮ ﻧﻮﻯ ﺑﻪ ﻏﻴﺮﻫﺎ ﺣﺼﻠﺖ ﺇﻟﺦ ﺯﺍﺩ ﻓﻲ ﺍﻹﻳﻌﺎﺏ ﻭﻣﻦ ﺛﻢ ﺃﻓﺘﻰ ﺍﻟﺒﺎﺭﺯﻱ ﺑﺄﻧﻪ ﻟﻮ ﺻﺎﻡ ﻓﻴﻪ ﻗﻀﺎﺀ ﺃﻭ ﻧﺤﻮﻩ ﺣﺼﻼ ﻧﻮﺍﻩ ﻣﻌﻪ ﺃﻭ ﻻ ﻭﺫﻛﺮ ﻏﻴﺮﻩ ﺃﻥ ﻣﺜﻞ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ ﻟﻮ ﺍﺗﻔﻖ ﻓﻲ ﻳﻮﻡ ﺭﺍﺗﺒﺎﻥ ﻛﻌﺮﻓﺔ ﻭﻳﻮﻡ ﺍﻟﺨﻤﻴﺲ ﺍﻧﺘﻬﻰ

“Dan dikecualikan dengan pensyaratan ta’yin (menentukan jenis puasa) dalam puasa fardlu, yaitu puasa sunnah, maka sah berpuasa sunnah dengan niat puasa mutlak, meski puasa sunnah yang memiliki jangka waktu sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama.

“Ucapan Syekh Zainuddin, meski puasa sunnah yang memiliki jangka waktu, ini adalah ghayah (puncak) keabsahan puasa sunnah dengan niat puasa mutlak, maksudnya tidak ada perbedaan dalam keabsahan tersebut antara puasa sunnah yang berjangka waktu seperti puasa Senin-Kamis, Arafah, Asyura’ dan hari-hari tanggal purnama. Atau selain puasa sunnah yang berjangka waktu, seperti puasa yang memiliki sebab, sebagaimana puasa istisqa’ dengan tanpa perintah imam, atau puasa sunnah mutlak”.

“Ucapan Syekh Zainuddin, dengan niat puasa mutlak, maka cukup dalam niat puasa Arafah dengan niat semisal, saya niat berpuasa.”

“Ucapan Syekh Zainuddin, sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama, maksudnya lebih dari satu ulamaberpegangan dalam keabsahan puasa sunnah dengan niat puasa mutlak.

Dalam kitabnya Syekh al-Kurdi disebutkan, dalam kitab al-Asna demikian pula Syekh Khatib al-Sayarbini dan Syekh al-Jamal al-Ramli, berpuasa di hari-hari yang dianjurkan untuk berpuasa secara otomatis tertuju pada hari-hari tersebut, bahkan apabila seseorang berniat puasa beserta niat puasa lainnya, maka pahala keduanya berhasil didapatkan.

Dalam kitab al-I’ab ditambahkan, dari kesimpulan tersebut, Syekh al-Barizi berfatwa bahwa apabila seseorang berpuasa qadla’ (Ramadhan) atau lainnya di hari-hari yang dianjurkan berpuasa, maka pahala keduanya bisa didapat, baik disertai niat berpuasa sunnah atau tidak. Ulama lain menyebutkan, demikian pula apabila berketepatan bagi seseorang dalam satu hari dua puasa rutin, seperti puasa hari Arafah dan puasa hari Kamis.

(Syekh Zainuddin al-Malibari dan Syekh Abu Bakr bin Syatha, Fathul Mu’in
dan Hasyiyah I’anatuth Thalibin, Surabaya, al-Haramain, tanpa tahun, juz 2, halaman 224).

Sabtu, 02 Maret 2019

KH. Ahmad Jauhari Umar, Pemimpin Pondok Pesantren Darussalam Tanggulangin Kejayan Pasuruan Jawa Timur

Riwayat Hidup KH. Ahmad Djauhari Umar Masyayikh di Pasuruan yang berasal dari Nepen Krecek Pare
Kitab Manaqib JAWAHIRUL MA'ANI adalah Manaqib (riwayat hidup yang menceritakan tentang Sulthonul Auliya' Syech Abdul Qodir Al Jaelani). Mulai dari kelahirannya, perjalanan beliau menuntut ilmu, karomah-karomahnya sampai pada wafatnya.
Kitab Manaqib ini disusun oleh seorang ulama’ Almarhum Almagfurillah KH. Ahmad Jauhari Umar. Pemimpin Pondok Pesantren Darussalam Tanggulangin Kejayan Pasuruan Jawa Timur.
KH. Ahmad jauhari umar mengajarkan dan mengijazahkan manaqib ini kepada para murid-murid beliau. Dari murid-murid beliau inilah manaqib ini akhirnya tersebar luas ke seluruh nusantara bahkan mungkin sampai ke negara tetangga juga.
Di dalam kitab manaqib (pada halaman belakang) tersebut juga dijelaskan manfaat dari manaqib tersebut dan cara pengamalannya. Misalnya: Supaya bisa mendapatkan ilmu Laduni , luas rizki maka setiap hari membaca wirid Ya Badii 946x dilanjutkan membaca manaqib Jawahirul Maani tersebut.
Syaikh Ahmad Jauhari Umar dilahirkan pada hari Jumat legi tanggal 17 Agustus 1945 jam 02.00 dini hari, yang keesokan harinya bertepatan dengan hari kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Tempat kelahiran beliau adalah di Dukuh Nepen Desa Krecek kecamatan Pare Kediri Jawa Timur. Sebelum berangkat ibadah haji, nama beliau adalah Muhammad Bahri, putra bungsu dari bapak Muhammad Ishaq. Meskipun dilahirkan dalam keadaan miskin harta benda, namun mulia dalam hal keturunan. Dari sang ayah, beliau mengaku masih keturunan Sultan Hasanudin bin Sunan Gunung Jati, dan dari sang ibu beliau mengaku masih keturunan KH Hasan Besari Tegal Sari Ponorogo Jawa Timur yang juga masih keturunan Sunan Kalijogo.
Pada masa kecil Syaikh Ahmad Jauhari Umar dididik oleh ayahanda sendiri dengan disiplin pendidikan yang ketat dan sangat keras. Diantaranya adalah menghafal kitab taqrib dan maknanya dan mempelajari tafsir Al-Quran baik mana maupun nasakh mansukhnya.
Masih diantara kedisiplinan ayah beliau dalam mendidik adalah: Syaikh Ahmad Jauhari Umar tidak diperkenankan berteman dengan anak-anak tetangga dengan tujuan supaya Syaikh Ahmad Jauhari Umar tidak mengikuit kebiasaan yang tidak baik yang dilakukan oleh anak-anak tetangga. Syaikh Ahmad Jauhari Umar dilarang merokok dan menonton hiburan seperti orkes, Wayang, ludruk dll, dan tidak pula boleh meminum kopi dan makan di warung. Pada usia 11 tahun Syaikh Ahmad Jauhari Umar sudah mengkhatamkan Al-Quran semua itu berkat kegigihan dan disiplin ayah beliau dalam mendidik dan membimbing.
Orang tua Syaikh Ahmad Jauhari Umar memang terkenal cinta kepada para alim ulama terutama mereka yang memiliki barakah dan karamah. Ayah beliau berpesan kepada Syaikh Ahmad Jauhari Umar agar selalu menghormati para ulama. Jika sowan (berkunjung) kepada para ulama supaya selalu membawa uang atau makanan untuk dihadiahkan kepada para ulama. Pesan ayahanda tersebut dilaksanakan oleh beliau, dan semua ulama yang pernah diambil manfaat ilmunya mulai dari Kyai Syafaat Blok Agung Banyuwangi hingga KH. Dimyathi Pandegelang Banten, semuanya pernah dihaturi hadiah oleh Syaikh Ahmad Jauhari Umar sesuai pesan ayahanda.
Sebenarnya, Syaikh Ahmad Jauhari Umar pernah menganut faham wahabi bahkan sampai menduduki posisi wakil ketua Majlis Tarjih Wahabi Kaliwungu. Adapun beberapa hal yang menyebabkan Syaikh Ahmad Jauhari Umar pindah dari faham wahabi dan menganut faham ahlussunahdiantaranya adalah sebagai berikut:
1. Beliau pernah bermimpi bertemu dengan kakek beliau yaitu KH. Abdullah Sakin yang wafat pada tahun 1918 M, beliau berwasiat kepada Syaikh Ahmad Jauhari Umar bahwa yang benar adalah faham ahlussunah.
2. Syaikh Ahmad Jauhari Umar pernah bertemu dengan KH. Yasin bin Maruf Kedunglo Kediri, pertemuan itu terjadi di warung / rumah makan Pondok Pesantren Lirboyo Kediri yang berkata kepada Syaikh Ahmad Jauhari Umar bahwa Syaikh Ahmad Jauhari Umar kelak akan menjadi seorang ulama yang banyak tamunya. Dan ucapan KH. Yasin tersebut terbukti, beliau setiap hari menerima banyak tamu.
3. Syaikh Ahmad Jauhari Umar pernah berjumpa dengan Sayyid Masum badung Madura yang memberi wasiat bahwa kelak Syaikh Ahmad Jauhari Umar banyak santrinya yang berasal dari jauh. Dan hal itu juga terbukti.
4. Syaikh Ahmad Jauhari Umar bertemu dengan KH. Hamid Abdillah Pasuruan, beliau berkata bahwa kelak Syaikh Ahmad Jauhari Umar akan dapat melaksanakan ibadah haji dan menjadi ulama yang kaya. Dan terbukti beliau sampai ibadah haji sebanyak lima kali dan begitu juga para putera beliau.
Hal tersebutlah yang menyebabkan Syaikh Ahmad Jauhari Umar menganut faham ahlussunah karena beliau merasa heran dan tajub kepada para ulamaahlussunah seperti tersebut di atas yang dapat mengetahui hal-hal rahasia ghaib dan ulama yang demikian ini tidak dijumpainya pada ulama-ulama golongan wahabi.
Dalam menghadapi setiap cobaan yang menimpa, Syaikh Ahmad Jauhari Umar memilih satu jalan yaitu mendatangi ulama. Adapun beberapa ulama yang dimintai doa dan barokah oleh beliau diantaranya adalah :
1. KH. Syafaat Blok Agung Banyuwangi
2. KH. Hayatul Maki Bendo Pare Kediri
3. KH. Marzuki Lirboyo Kediri
4. KH. Dalhar Watu Congol Magelang
5. KH. Khudlori Tegal Rejo Magelang
6. KH. Dimyathi Pandegelang Banten
7. KH. Ruyat Kaliwungu
8. KH. Masum Lasem
9. KH. Baidhawi Lasem
10. KH. Masduqi Lasem
11. KH. Imam Sarang
12. KH. Kholil Sidogiri
13. KH Abdul Hamid Abdillah Pasuruan
Selesai beliau mendatangi para ulama, maka ilmu yang didapat dari mereka beliau kumpulkan dalam sebuah kitab Jawahirul Hikmah.
Kemudian beliau mengembara ke makam  makam para wali mulai dari Banyuwangi sampai Banten hingga Madura. Sewaktu beliau berziarah ke makam Syaikh Kholil Bangkalan Madura, Syaikh Ahmad Jauhari Umar bertemu dengan Sayyid Syarifuddin yang mengaku masih keturunan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani RA. Kemudian Sayyid Syarifuddin memberikan ijazah kepada Syaikh Ahmad Jauhari Umar berupa amalan MANAKIB JAWAHIRUL MAANY dimana amalan manakib Jawahirul Maany tersebut saat ini tersebar luas di seluruh Indonesia karena banyak Fadhilahnya, bahkan sampai ke negara asing seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Pakistan, tanzania, Afrika, Nederland, dll.
Syaikh Ahmad Jauhari Umar pernah mengalami masa-masa yang sulit dalam segala hal. Bahkan ketika putera beliau masih berada di dalam kandungan, beliau diusir oleh keluarga isteri beliau sehingga harus pindah ke desa lain yang tidak jauh dari desa mertua beliau kira-kira satu kilometer. Ketika putera beliau berumur satu bulan, beliau kehabisan bekal untuk kebutuhan sehari-hari kemudian Syaikh Ahmad Jauhari Umar memerintahkan kepada isteri beliau untuk pulang meminta makanan kepada orang tuanya. Dan Syaikh Ahmad Jauhari Umar berkata, Saya akan memohon kepada Allah SWT. Akhirnya isteri beliau dan puteranya pulang ke rumah orang tuanya.
Kemudian Syaikh Ahmad Jauhari Umar mengambil air wudhu untuk melaksanakan shalat dluha dan dilanjutkan membaca manakib Jawahirul Maany. Ketika tengah membaca Manakib, beliau mendengar ada orang di luar rumah memberikan ucapan salam kepada beliau, dan beliau jawab di dalam hati kemudian beliau tetap melanjutkan membaca Manakib Jawahirul Maany hingga khatam. Setelah selesai membaca Manakib, maka keluarlah beliau seraya membukakan pintu bagi tamu yang memberikan salam tadi.
Setelah pintu terbuka, tenyata ada enam orang yang bertamu ke rumah beliau. Dua orang tamu memberi beliau uang Rp 10.000, dan berpesan supaya selalu mengamalkan Manakib tersebut. Dan sekarang kitab manakib tersebut sudah beliau ijazahkan kepada kaum Muslimin dan Muslimat agar kita semua dapat memperoleh berkahnya. Kemudian dua tamu lagi memberi dua buah nangka kepada beliau, dan dua tamu lainnya memberi roti dan gula.
Kemudian Syaikh Ahmad Jauhari Umar selalu melaksanakan pesan tamu-tamu tersebut yang menjadi amalan beliau sehari-hari. Tidak lama setelah itu, setiap harinya Syaikh Ahmad Jauhari Umar diberi rizki oleh Allah senanyak Rp. 1.500 hingga beliau berangkat haji untuk pertamakali pada tahun 1982.
Kemudian pada tahun 1983 Syaikh Ahmad Jauhari Umar menikah dengan Saidah putri KH. Asad Pasuruan. Setelah pernikahan ini beliau setiap hari diberi rizki oleh Allah sebanyak Rp. 3.000 mulai tahun 1983 hingga beliau menikah dengan puteri KH. Yasin Blitar.
Setelah pernikahan ini Syaikh Ahmad Jauhari Umar setiap hari diberi rizki oleh Allah SWT sebanyak Rp.11.000 sampai beliau dapat membangun masjid. Selesai membangun masjid, Syaikh Ahmad Jauhari Umar setiap hari diberi rizki oleh Allah Swt. sebanyak Rp. 25.000 hingga beliau membangun rumah dan Pondok Pesantren.
Setelah membangun rumah dan Pondok Pesantren, Syaikh Ahmad Jauhari Umar tiap hari diberi rizki oleh Allah SWT sebanyak Rp. 35.000 hingga beliau ibadah haji yang kedua kalinya bersama putera beliau Abdul Halim dan isteri beliau Musalihatun pada tahun 1993.
Setelah beliau melaksanakan ibadah haji yang kedua kalinya pada tahun 1993, Syaikh Ahmad Jauhari Umar setiap hari diberi rizki oleh Allah sebanyak Rp 50.000 hingga tahun 1995 M. Setelah Syaikh Ahmad Jauhari Umar melaksanakan ibadah haji yang ketiga kalinya bersama putera beliau Abdul Hamid dan Ali Khazim, Syaikh Ahmad Jauhari Umar setiap hari diberi rizki oleh Allah Swt. sebanyak Rp. 75.000 hingga tahun 1997.
Setelah Syaikh Ahmad Jauhari Umar menunaikan ibadah haji yang ke empat kalinya pada tahun 1997 bersama putra beliau HM. Sholahuddin, Syaikh Ahmad Jauhari Umar diberi rizki oleh Allah Swt. setiap hari Rp. 200.000 hingga tahun 2002.
Kemudian Syaikh Ahmad Jauhari Umar berangkat haji yang ke limakalinya bersama dua isteri dan satu menantu beliau, Syaikh Ahmad Jauhari Umar setiap hari diberi rizki oleh Allah Swt. sebanyak Rp. 300.000 sampai tahun 2003 M.
Di Pasuruan, Syaikh Ahmad Jauhari Umar mendirikan Pondok Pesantren tepatnya di Desa Tanggulangin Kec. Kejayan Kab. Pasuruan yang diberi nama Pondok Pesantren Darussalam Tegalrejo.
Di desa tersebut Syaikh Ahmad Jauhari Umar diberi tanah oleh H Muhammad seluas 2.400 m2 kemudian H Muhammad dan putera beliau diberi tanah oleh Syaikh Ahmad Jauhari Umar seluas 4000 m2 sebagai ganti tanah yang diberikan dahulu.
Sejak saat itu Syaikh Ahmad Jauhari Umar mulai membangun masjid dan madrasah bersama masyarakat pada tahun 1998. namun sayangnya sampai empat tahun pembangunan masjid tidak juga selesai. Akhirnya Syaikh Ahmad Jauhari Umar memutuskan masjid yang dibangun bersama masyarakat harus dirobohkan, demikian ini atas saran dan fatwa dari KH. Hasan Asyari Mangli Magelang Jawa Tengah (Mbah Mangli  almarhum), dan akhirnya Syaikh Ahmad Jauhari Umar membangun masjid lagi bersama santri pondok. AlhamduliLlah dalam waktu 111 hari selesailah pembanginan masjid tingkat tanpa bantuan masyarakat. Kemudian madrasah-madrasah yang dibangun bersama masyarakat juga dirobohkan dan diganti dengan pembangunan pondok oleh santri-santri pondok
Maka mulailah Syaikh Ahmad Jauhari Umar mengajar mengaji dan mendidik anak-anak santri yang datang dari luar daerah pasuruhan, hingga lama kelamaan santri beliau menjadi banyak. Pernah suatu hari Syaikh Ahmad Jauhari Umar mengalami peristiwa yang ajaib yaitu didatangi oleh Syaikh Abi Suja pengarang kitab Taqrib yang mendatangi beliau dan memberikan kitabtaqrib dengan sampul berwarna kuning, dan kitab tersebut masih tersimpan hingga sekarang. Mulai saat itu banyak murid yang datang terlebih dari Jawa Tengah yang kemudian banyak menjadi kiyahi dan ulama.
Silsilah Syaikh Ahmad Jauhari Umar :
a. Dari ayah beliah adalah sbb:
1. Syaikh Ahmad Jauhari Umar bin
2. H. Thohir/Muhammad Ishaq bin
3. Umarudin bin
4. Tubagus Umar bin
5. AbduLlah Kyai Mojo bin
6. Abu Maali Zakariya bin
7. Abu Mafakhir Ahmad Mahmud Abdul qadir bin
8. Maulana Muhammad Nasiruddin bin
9. Maulana Yufus bin
10. Hasanuddin Banten bin
11. HidayatuLlah Sunan Gunung Jati bin
12. AbduLlah Imamuddin bin
13. Ali Nurul Alam bin
14. Jamaluddin Akbar bin
15. Jalaluddin Syad bin
16. AbduLlah Khon bin
17. Abdul Malik Al-Muhajir Al-Hindi bin
18. Ali Hadzramaut bin
19. Muhammad Shahib Al-Mirbath bin
20. Ali Khola Qasim bin
21. Alwi bin UbaidiLlah bin
22. Ahmad Al-Muhajir bin
23. Isa Syakir bin
24. Muhammad Naqib bin
25. Ali Uraidzi bin
26. Jafar As-Shadiq bin
27. Muhammad Al-Baqir bin
28. Imam Ali Zainal Abidin bin
29. Imam Husain bin
30. Sayyidatina Fatimah Az-Zahra binti
31. Sayyidina Muhammad RasuluLlah SAW.
Meskipun beliau telah berpulang ke Rahmatullah semoga Beliau mendapat tempat yang mulia di sisi-Nya, dan berkah beliah selalu mengalir kepada kita semua.Amin
Bagi yang menghendaki kitab Jawahirul Maaany dan semua karya KH. Jauhari umar yg lain silahkan wa 082234168480 siap kirim seluruh Indonesia

KAJIAN TENTANG PANGGILAN DAN SEBUTAN KAFIR KEPADA NON MUSLIM, BOLEHKAH?

Banyaknya orang yang mudah mengkafir-kafirkan orang lain tak bisa dimungkiri memang sudah berada dalam fase yang sangat mengkhawatirkan. Terlebih di masa agama banyak dijadikan sebagai alat dalam perang politik seperti sekarang ini. Maklum, jaman sekarang, banyak orang yang sok-sokan pengin magang jadi tangan kanannya Tuhan.

Hal tersebut rupanya menjadi perhatian tersendiri bagi para kiai dan ulama yang hadir dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Banjar, Jawa Barat, pada Kamis, 28 Februari 2019 lalu.

Dalam sesi Sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah yang merupakan salah satu bagian dari agenda Munas Alim Ulama dan Konbes NU, para ulama dan kiai secara khusus membahas tentang penggunaan kata “kafir”.

Dalam sidang tersebut, para ulama sepakat untuk menyarankan warga Indonesia agar tidak melabelkan kata “kafir” kepada warga non-muslim. Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah menganggap bahwa pelabelan kafir mengandung unsur kekerasan teologis. Hal tersebut konteksnya untuk menunjukkan kesetaraan status Muslim dan non muslim di dalam sebuah negara yang tentunnya menyebut dengan sebutan non muslim lebih bijaksana.

*Pengertian Kafir*

Kafir (bahasa Arab: ﻛﺎﻓﺮ kafir; kata jama' ﻛﻔﺎﺭ kuffar). Kafir berasal dari kata kufur yang berarti ingkar, menolak atau menutup, menyembunyikan sesuatu, atau menyembunyikan kebaikan yang telah diterima atau mengingkari kebenaran. Dalam al-Quran, kata kafir dengan berbagai bentuk kata disebut sebanyak 525 kali.

Kata kafir digunakan dalam al-Qur'an berkaitan dengan perbuatan yang berhubungan dengan Tuhan, seperti :

*1. Mengingkari nikmat Tuhan dan tidak berterima kasih kepada-Nya*

لِيَكْفُرُوا۟ بِمَآءَاتَيْنٰهُمْ فَتَمَتَّعُوا۟ ۖ فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ

"Biarlah mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka; bersenang-senanglah kamu. Kelak kamu akan mengetahui (akibatnya)." (QS. An-Nahl : 55)

لِيَكْفُرُوا۟ بِمَآ ءَاتَيْنَٰهُمْ ۚ فَتَمَتَّعُوا۟ فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ

"Sehingga mereka mengingkari akan rahmat yang telah Kami berikan kepada mereka. Maka bersenang-senanglah kamu sekalian, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu)." (QS. Ar-Ruum : 34)

*2. Lari dari tanggung jawab*

إِنِّى كَفَرْتُ بِمَآ أَشْرَكْتُمُونِ مِن قَبْلُ إِنَّ ٱلظَّٰلِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Sesungguhnya aku mengingkari (tidak membenarkan perbuatanmu) mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih." (QS. Ibrahim : 22)

*3. Menolak hukum Allah*

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰفِرُونَ

"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS. Al-Maidah : 44)

*4. Meninggalkan amal soleh yang diperintahkan Allah*

مَن كَفَرَ فَعَلَيْهِ كُفْرُهُۥ وَمَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا فَلِأَنفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ

"Barangsiapa yang kafir maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan barangsiapa yang beramal saleh maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan)." (QS. Ar-Ruum : 44).

Ditinjau dari segi bahasa, kata kafir tidak selamanya berarti non muslim, karena ada penggunaan kata kafir atau pecahan dari kata kafir seperti kufur, yang bermakna ingkar saja, tidak sampai mengeluarkan seseorang dari keislaman. Contohnya kufur nikmat, yaitu orang yang tidak pandai/mensyukuri nikmat Tuhan, atau dalam istilah lain disebut sebagai kufrun duna kufrin (kekufuran yang tidak sampai membawa pelakunya kafir/keluar dari islam).

Secara istilah, kafir adalah orang yang menentang dan menolak kebenaran dari Allah Subhanahu wa Ta'ala yang di sampaikan oleh Rasul-Nya. atau secara singkat kafir adalah kebalikan dari iman. kalau dilihat dari sisi istilah, bisa dikatakan bahwa kafir sama dengan non muslim, yaitu orang yang tidak mengimani Allah dan Rasul-Nya serta ajarannya. Kafir adalah Lawan dari Iman.

*Kata Kafir Dalam Al-Qur’an*

Di dalam Al-Qur’an, kata kafir dan variasinya digunakan dalam beberapa penggunaan yang berbeda, diantaranya :

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ

"Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman." (QS. Al-Baqarah : 6)

فَٱذْكُرُونِىٓ أَذْكُرْكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لِى وَلَا تَكْفُرُونِ

"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku (la takfurun)." (QS. Al-Baqarah : 152)

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ...

"Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dan daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu (kafarna bikum)…” (QS. Al-Mumtahanah : 4)

فَلَمَّا جَاءَهُم مَّا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ ۚ

"Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar (kafaru) kepadanya." (QS. Al-Baqarah : 89)

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ

"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani (kuffar)." (QS. Al-Hadid : 20)

*Macam Macam Kafir*

Dalam Kitab Syarah Safinatun Najah dijelaskan bahwa kafir itu ada empat macam :

*1. Kafir inkar* yaitu orang yang tidak mengenal Allah sama sekali dan tidak mau mengakui-Nya.

*2. Kafir Juhud* yaitu orang yang mengenal Allah dengan hatinya, namun tidak mau mengakui / mengikrarkannya dengan lidahnya seperti kufurnya Iblis dan Yahudi.

*3. Kafir Nifaq* yaitu orang yang mau berikrar dengan lisan namun tidak mempercayai-Nya dalam hatinya.

*4. Kafir ‘Inad* yaitu orang yang mengenal Allah Ta'ala dalam hatinya, dan mengakui dengan lidah-Nya, namun tidak mau melaksanakan ajaran-Nya, seperti Abu Thalib.

Merujuk kepada makna bahasa dan beragam makna kafir dalam ayat al-Quran, Kafir terbagi menjadi
beberapa golongan, berikut ini adalah kenis-jenis kafir :

*1. Kafir Harbi*

Yaitu orang kafir yang memerangi Allah dan Rasulullah dengan berbuat makar diatas muka bumi.

فَإِذَا لَقِيتُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ فَضَرْبَ ٱلرِّقَابِ حَتَّىٰٓ إِذَآ أَثْخَنتُمُوهُمْ فَشُدُّوا۟ ٱلْوَثَاقَ فَإِمَّا مَنًّۢا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَآءً حَتَّىٰ تَضَعَ ٱلْحَرْبُ أَوْزَارَهَا

"Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir...." (QS. Muhammad : 4)

*2. Kafir Dzimmi*

Yaitu orang kafir yang tunduk pada penguasa islam dan membayar jizyah/upeti

قَٰتِلُوا۟ ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَلَا بِٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ ٱلْحَقِّ مِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ حَتَّىٰ يُعْطُوا۟ ٱلْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَٰغِرُونَ

"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk." (QS. At Taubah : 29)

*3. Kafir Muahad*

Yaitu orang kafir yang tinggal di Negara kafir, yang ada perjanjian damai dengan Negara islam.

وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِن قَوْمٍ خِيَانَةً فَٱنۢبِذْ إِلَيْهِمْ عَلَىٰ سَوَآءٍ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْخَآئِنِينَ

"Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat." (QS. Al-Anfal : 58)

Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

“Siapa yang membunuh kafir mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari no. 3166)

*4. Kafir Musta’man*

Yaitu orang kafir yang masuk ke Negara islam,dan mendapatkan jaminan keamanan dari pemerintah.

وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ ٱلْمُشْرِكِينَ ٱسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَٰمَ ٱللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُۥ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْلَمُونَ

"Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui." (QS. At-Taubah : 6)

Penyebutan kata-kata kafir, tidak selamanya mempunyai konotasi berakhlak buruk, jahat, dan sifat-
sifat kotor lainnya. dan tidak juga pelecehan nilai-nilai kemanusiaan, karena semua manusia adalah ciptaan Allah. dan dari segi humaniti semua manusia adalah saudara. Akan tetapi penyebutan kata kafir lebih kepada masalah keimanan, dimana mereka tidak mau mengimani Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai Tuhan, dan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai Rasul-Nya serta mengingkari ajaran-ajarannya.

Sebenarnya jika mereka memahami arti dan konsekuensi dari kata non muslim, sebenarnya tanpa
disadari mereka rela *disebut sebagai kafir* dari perspektif islam, Hanya mungkin kedengarannya lebih halus, ketimbang *dipanggil kafir.* Bagaimana tentang orang-orang kafir ternyata berakhlak mulia ? Bisa saja orang-orang kafir berakhlak baik, seperti jujur, tidak korupsi, tidak berzina, berbuat baik dengan tetangga, menyantuni orang miskin, dll. Namun akhlak baik itu tidak cukup untuk menghapuskan status dia dari katagori orang kafir, manakala mereka tetap ingkar kepada Allah, atau ingkar kepada rasul-rasulnya termasuk Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan ajarannya.

Dalam al-Qur'an surat al-Maidah ayat 5 dijelaskan,

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ

" (Dan dihalal­kan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di an­tara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang men­jaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab se­belum kalian..." (QS. Al-Maidah : 5)

Artinya ada dari kalangan mereka yang secara manusiawi melakukan akhlak atau perilaku yang baik. Dalam kehidupan sehari-hari, tidak seharusnya seorang muslim memanggil orang kafir dengan sebutan kafir (wahai orang kafir), meskipun seorang muslim wajib yakin bahwa orang selain islam adalah kafir karena Al-Qur'an telah jelas menyatakan hal itu.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam berinteraksi dengan orang-orang yahudi, atau orang musyrik, kafir quraisy, yang mana mereka adalah golongan orang-orang kafir, Rasulullah tidak memanggil dengan sebutan ”ya kafir”. Tapi beliau menyebut misalnya orang yahudi, nasrani, quraish, bahkan ketika mengirim surat ke raja romawi menggunakan kata-kata ”ya adhimu rum” dan bukan "ya kafir".

Nah, jika Nabi telah mencontohkan etika dan akhlak yang begitu mulia dalam berinteraksi dengan masyarakat non muslim (yahudi, nasrani dan kafir quraisy) akankah kita melakukan diluar yang di contohkan beliau?

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin