Jumat, 23 November 2012

JAMA'AH TABLIGH

Jama'ah Tabligh merupakan nama yang lebih populer di Malaysia. Sedangkan di Pakistan mereka terkenal dengan sebutan al-Jama'ah at-Tablighiyah atau al-Jama'ah al-Ilyasiyyah. Sementara di Indonesia mereka lebih terkenal dengan Jaulah. Karena mereka mempunyai lebih dari satu nama, sebagian pihak menuduh mereka sebagai bunglon, sering berganti-ganti atribut namun pelaku di dalamnya tetaplah sama. Namun menurut anggota Jama'ah Tabligh nama tersebut tidak berasal dari mereka, tetapi orang lainlah yang menyebut mereka demikian. Karena memproklamirkan sebuah nama sama artinya dengan memunculkan potensi perpecahan.



Dalam sebuah interview, salah seorang anggota jama'ah Tabligh ditanya, "Kenapa disebut Jama'ah Tabligh?", orang tersebut menjawab, "Nama JT (Jama'ah Tabligh) itu nggak ada, orang lain yang menamakan. Dari asal muasalnya pun tidak ada. Jaman Nabi pun kan tidak ada namanya, kita ingin seperti itu, sebab kalau kita kasih nama dan bendera, orang lain punya bendera, wah itu bukan bendera saya. Tapi kalau bilang kami ini Muslim, pasti semua saudara kita. Kita tidak merasa ini suatu kelompok atau golongan. Kita bekerja, dalam hal ini hanya mengendalikan tertib-tertib dakwahnya".
Namun di Indonesia nama jama’ah tabligh terjadi perbedaan menurut daerah. Di Nusa Tenggara Barat ada yang menyebut dengan nama Jama’ah Kompor karena sering menjinjing kompor dalam perjalanan khuruj. Di Aceh ada yang menyebutnya Awak Majeulih Taklem (Kelompok Majelis Taklim) karena sering mengajak masyarakat mendengar pembacaan taklim Kitab Fadhailul A’mal. Ada juga yang memanggil jamaah ini awak meukupiah puteh atau awak meujanggot. Penyebutan dengan nama dua terakhir ini karena para jama’ah menyenangi memakai peci putih (di Aceh sering disebut peci haji, karena biasanya orang yang baru pulang haji kerap memakai peci ini) dan memelihara jenggot sebagai usaha mengikuti Sunnah Nabi SAW. Untuk kawasan Medan, Jama’ah sering dipanggil dengan Jama’ah Jalan Gajah, karena markaz perhimpunan jama’ah terletak pada mesjid kecil di jalan Gajah Medan. Warga Jakarta dan Pulau Jawa menyebut jamaah ini dengan Jama’ah Mesjid Kebun Jeruk. Mesjid yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk No. 83 Jakarta Pusat merupakan pusat Jama’ah Tabligh di Jakarta dan sekitarnya.9
Dari sekian banyak nama-nama yang menjadi panggilan para jamaah, nampaknya nama Jama’ah Tabligh merupakan nama yang terpopuler dan dianggap resmi baik oleh para jama’ah sendiri maupun orang luar jama’ah.

A. PROFIL PENDIRI JAMAAH TABLIGH

Pendiri jama'ah ini adalah Muhammad Ilyas al-Kandahlawy lahir pada tahun 1303 H (1886) di desa Kandahlah di kawasan Muzhafar Nagar, Utar Pradesh, India. Ayahnya bernama Syaikh Ismail dan Ibunya bernama Shafiyah al-Hafidzah. Keluarga Maulana Muhammad Ilyas terkenal sebagai gudang ilmu agama dan memiliki sifat wara'. Saudaranya antara lain Maulana Muhammad yang tertua, dan Maulana Muhammad Yahya. Sementara Maulana Muhammad Ilyas adalah anak ketiga dari tiga bersaudara ini.

B. MASA KECIL DAN PENDIDIKAN MAULANA MUHAMMAD ILYAS

Maulana Muhammad Ilyas, sebagaimana biasanya anak-anak dilingkungan keluarganya, memulai pendidikannya di ibtida’ belajar Alqur’an dan menghafalnya. Kepeduliannya terhadap agama dan dakwah sangat tinggi. Saudara tuanya, Maulana Muhammad Yahya berguru kepada seorang alim dan pembaharu, Syekh Rasyid Ahmad Al-Gangohi, di desa Gangoh kawasan Saharanpur, Utar Predesh, India. Mengikuti ajakan saudaranya itu, Maulana Muhammad Ilyas turut berguru kepada Syekh Rasyid Ahmad menyerap ilmu-ilmu agama ketika berusia sepuluh tahun atau sebelas tahun. Dan ketika Syekh Rasyid al-Gangohi wafat pada tahun 1323 H, Maulana telah menjadi seorang pemuda berusia dua puluh tahun. Dengan demikian beliau telah menemani Syekh Rasyid selama sepuluh tahun. Maulana Muhammad Ilyas mempunyai hubungan khusus dan istimewa dengan gurunya itu sehingga ketika meninggal Syekh Rasyid Ahmad Al-Gangohi, beliau pernah berkata :
“Pada saat kematian guruku, Syekh Al-Gangohi, sungguh aku telah menangis sehingga habis air mataku”. Dan Syekh Al-Gangohi telah menerima bai’at Maulana Muhammad Ilyas sewaktu dia masih pelajar.

C. SIAPAKAH SYEKH RASYID AHMAD AL-GANGOHI ?

Syekh Sayed Ahmad Syihabuddin menjelaskan bahwa beliau merupakan salah seorang diantara sekian banyak pengikut MUHAMMAD ABDUL WAHAB (pencetus ajaran Wahabi) yang mengkafirkan umat Islam karena bertawasul dengan Nabi dan hamba Allah SWT yang shalih.


Sebagaimana ikutannya, Muhammad bin Abdul Wahab, Syekh Rasyid Ahmad al-Qangohi menganggap bahwa membaca Maulid dan berdiri disaat zikir Maulid Nabi SAW adalah bid’ah yang keji dan perilaku yang yang berlebihan dalam agama yang tidak dikerjakan kecuali orang-orang yang bodoh. Dan demikian juga Rasyid al-Gangohi berpendapat membaca al-Fatihah pada hari ketiga atau keempat hari kematian tidak ada dasar hukumnya dan tidak dibenarkan sama sekali

Apakah Maulana Muhammad Ilyas terpengaruhi dengan ajaran pengikut Jama’ah Wahabiyah ini ? jawabnya wallahu a’lam bishshawab. Tetapi menurut Syekh Syihabuddin di atas, Rasyid adalah orang yang pertama yang menjadi panutan Maulana Muhammad Ilyas serta mengklaim bahwa Rasyid adalah seorang mujaddid dan qutub al-irsyad (dua gelar yang sangat dihormati dan dikagumi dalam dunia Islam.Hubungan Maulana Muhammad Ilyas dengan Rasyid al-Qangohi juga dapat disimak dari penuturan Muhammad Ilyas ketika bertemu dengan menantu Rasyid al-Qangohi :
“ Telah kudapatkan nikmat agama melalui ahli keluarga anda. Aku adalah budak keluarga anda. Apabila seorang budak mendapatkan sesuatu yang baik, maka sepatutnyalah ia menghidangkannya kepada tuannya sebagai hadiah. Aku ini budak, telah mendapatkan warisan kenabian dari keluarga anda”5

D.GURU-GURU MAULANA MUHAMMAD ILYAS

Guru-guru Maulana Ilyas antara lain :
1. Syekh Muhammad Ismail, ayah beliau sendiri
2. Syekh Rasyid Ahmad Aa-Gangohi, seorang alim, pembaharu pengikut Wahabi berdomosili di Desa Gangoh, kawasan Shaharanpur Wilayah Utar Pradesh, India
3. Syekh Mahmud Hasan, terkenal sebagai Syekh Hindi, Ketua Pengajaran dan Guru Hadits Darul Ulum Deoband, India
4. Syekh Muhammad Yahya, saudara kandungnya
5. Maulana Ilyas juga pernah berbai’at kepada Syekh Khalil Ahmad As-Shaharunpuri, penulis Kitab Badzlul Majhud Fi Hili al-Fafazhi Abi Daud 6
D. Meninggal Dunia
Pada malam hari tanggal 13 Juli 1944 M Maulana Muhammad Ilyas telah besiap-siap untuk menempuh perjalannya terakhir. Ketika malam menjelang pagi, beliau mencari puteranya, Syekh Muhammad Yusuf . Ketika datang, Maulana berkata kepada puteranya itu :
“Kemarilah engkau, aku ingin memelukmu, tidak ada waktu setelah malam ini. Sesungguhnya aku akan pergi “.

Sebelum azan Shubuh, Maulana Muhammad Ilyas menhembus nafas terakhir. Setelah Shalat Shubuh orang-orang telah mengangkat Syekh Muhammad Yusuf sebagai pengganti Maulana dan mereka mengikat sorban Maulana di kepalanya.


E. KELAHIRAN JAMAAH TABLIGH

Pada Bulan Syawal Tahun 1344 H, Maulana menunai ibadah haji yang kedua kalinya. Pada kesempatan haji yang kedua inilah terbuka hatinya untuk memulai usaha dakwah dan pergerakan agama yang menyeluruh. Sepulang beliau dari haji di Makkah, dalam sebuah pertemuan di Nooh, kawasan Mewat, Maulana menawarkan kepada khalayak ramai agar jama’ah untuk keluar (Khuruj) di kampung-kampung tetangga dalam rangka menyampaikan dakwah. Pada saat itu banyak hadirin yang bersedia dan meminta waktu untuk persiapan. Setelah genap satu bulan terbentuklah jama’ah dan mereka menentukan rute kampung yang akan dikunjungi (Jaulah). Seterusnya jama’ah tersebut bergerak dari satu rute ke rute lainnya. Inilah awal berdirinya gerakan Jama’ah Tabligh.

F. MOTIF BERDIRINYA JAMAAH TABLIGH

Menurut informasi yang telah populer, tugas mendirikan Jama'ah Tabligh ini langsung diterima oleh Muhammad Ilyas dalam sebuah mimpi sebagai kabar gembira. Abul Hasan Ali an-Nadawi pernah mengutip perkataan pendiri Jama'ah Tabligh ini sebagai berikut,

"Ketika aku bermukim di Madinah pada Tahun 1345 H, Allah mengabulkan maksudku dan memberikan kabar gembira (melalui mimpi) bahwa aku akan membentuk gerakan ini bersama kalian".

Mimpi menurut pendiri Jama'ah Tabligh mempunyai arti yang sangat urgen. Banyak tingkat keruhanian yang hanya bisa diperoleh melalui mimpi dan tidak bisa diperoleh melalui cara lain, dan ilmu yang diperoleh melalui mimpi merupakan bagian dari kenabian. Salah satu hasil yang diperoleh Muhammad Ilyas dalam mimpinya ialah metode dakwah sekaligus justifikasi pergerakannya.

Dalam sebuah tulisan Muhammad Mandzur Nu'mani, salah seorang karib Muhammad Ilyas disebutkan,

"Metode dakwah Jama'ah Tablighiyah ini pun aku dapatkan lewat mimpi, begitu juga mengenai penafsiran ayat "kuntum khoiro ummatin ukhrijat linnasi ta'muruna bil ma'ruufi wa tanhauna 'anil munkar wa tu'minuna billah" juga ku dapatkan melalui mimpi. Setelah itu aku menampakkan diri untuk dakwah kepada masyarakat luas seperti halnya pada Nabi. Sedangkan pada firman Allah "ukhrijat" memberikan isyarat bahwa dakwah ini tidak akan sempurna apabila dilakukan dengan cara menetap atau bermukim saja di suatu tempat atau daerah, akan tetapi seorang mubaligh harus keluar masuk dari daerah satu ke daerah lainnya, atau bahkan dari pintu ke pintu".

Ada beberapa hal yang perlu kita diskusikan kembali dalam permasalahan ini, yaitu tentang mimpi yang mengilhami pembentukan Jama'ah Tabligh, dan mimpi yang dijadikan fundamen penafsiran ayat sebagai justifikasi gerakan mereka.


KEKELIRUAN-KEKELIRUAN JAMA’AH TABLIGH

1.MIMPI DIJADIKAN HUJJAH


Muhammad Ilyas berkata :
“Cara tabligh ini telah dikasyafkan kepada saya dalam mimpi….. dst”.
Ini merupakan kutipan dari Kitab Malfudhat karangan Mansur Nu’mani yang diterjemahkan dalam Bahasa Melayu (Malaysia). Untuk memudahkan memahami kutipan di atas, berikut ini redaksi pernyataan Muhammad Ilyas tersebut yang dikutip dari Kitab Malfudhat oleh pengarang Kasyful Syubhah yang diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia

“Karena ini wahai para pengikutku yang setia usahakanlah tidur pemimpinmu ini nyenyak dan nyaman. Apabila aku kurang tidur karena panas panggil dokter dan orang pintar, pakailah minyak wangi pada kepalaku bila petunjuknya demikian supaya lebih banyak tidurku. Ketahuilah ! aku menemukan jalan bertabligh ini melalui mimpi dan Allah juga mengajariku dalam mimpi penafsiran ayat"
{
Malfudhat,
Mansur Nu’mani, (Terjemahan kedalam Bahasa Melayu oleh Humayun Chowdhury)
Dan

Kasyful Syubhah Pengarang Syaikh Ahmad Syihabuddin,,(terjemahan oleh Syaikh Hasanul Basry HG)
}

2.AKIDAH YANG RANCU/BOLEH ASAL-ASALAN


Muhammad Ilyas juga mengatakan, "Dasar gerakan kita adalah meningkatkan keimanan dan keyakinan dalam beragama. Oleh karena itu, tidak usah mengungkit-ungkit permasalahan akidah". (Malfudhot:116). Dia juga mengatakan, "Pada suatu saat kalian menyinggung masalah bid'ah. Lain kali kata-kata itu jangan kalian sampaikan karena bisa memancing fitnah di tengah masyarakat". (Makatib:l42).


Mereka bahkan merangkul setiap orang yang telah berikrar mengucapkan dua kalimat syahadat, tanpa mempedulikan dari golongan apakah mereka.


4.MEMBAWA BENIH-BENIH WAHABI

Maulawi Abu Ahmad menyebut Muhammad Ilyas telah mengusung benih-benih ajaran Wahabi. Sebutan tersebut bukanlah tuduhan yang aprioris melainkan sebuah sikap pragmatis, berdasarkan sebuah analisa terhadap pernyataan Muhammad Ilyas mengenai kalimat ash-sholatu was-salamu 'alaika. Muhammad Ilyas mengatakan, "Dalam ucapan ini rawan sekali terjadi kebid'ahan apalagi dalam pengucapannya dibarengi perasaan akan kehadiran Nabi saw. Dalam presumpsinya Maulawi mengatakan, "Mari kita renungkan! Statemen Muhammad Ilyas yang merupakan manifesto mengenai larangan memanggil Nabi saw dengan menganggap seolah-olah hadir dan melihat kita, meski pun dalam keadaan dilanda rindu dendam kepada beliau. Padahal ketika dalam keadaan rindu dendam berarti sudah berada di luar kontrol. Selain itu, menghadirkan bayangan Nabi merupakan salah satu penyebab rusaknya akidah dan harus dijauhi. Statemen Muhammad Ilyas ini persis dengan statemen-statemen kaum Wahabi"


5.AKIDAH TIDAK ADA MANFAAT "APAPUN" JIKA TIDAK DISERTAI IBADAH




Syekh Muhammad Ilyas, adalah segi ibadah. Seterusnya disebutkan :
“ Sesungguhnya, akidah itu tidak bermanfaat apapun tanpa disertai ibadah”
Berdasar pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa menurut Maulana Muhammad Ilyas bahwa dosa besar dengan sebab meninggalkan ibadah dapat mengakibatkan seseorang hilang imannya.

Karena akidah yang dapat dipahami sebagai iman itu tidak bermanfaat kecuali disertai dengan ibadah.

Kalau seseorang yang berakidah tanpa beribadah, imannya masih ada, tentu akidahnya tersebut bermanfaat adanya.

Analisis
Dalam memahami status hukum seseorang akibat sebuah dosa besar, kaum muslimin terpecah dalam beberapa golongan. Kaum Khawarij yang sudah dianggap keluar dari garis-garis Islam, menetapkan bahwa setiap perbuatan dosa merupakan syirik kepada Allah. Karena itu orang berbuat dosa besar dapat dianggap sebagai kafir dan kekal dalam api neraka Khawarij dalam

mendefinisikan Iman, memahami bahwa amalan jawarih (amalan dzahir anggota tubuh) itu sendiri adalah merupakan iman. Sehingga kalau seseorang meninggalkan amalan dzahir, maka dia dapat digolongkan kepada kafir. Golongan Muktazilah berprinsip, bahwa amalan dzahir merupakan bagian dari iman, sehingga dosa besar itu dapat mengeluarkan seseorang dari keimanan, namun menurut Muktazilah, keluar dari keimanan tidak dapat menyebabkan seseorang menjadi kafir, tetapi statusnya diantara muslim dan kafir.


Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah golongan yang diredhai Allah berprinsip bahwa seorang muslim yang berbuat dosa besar tetap dalam keimanannya dan dia tetap dapat dianggap sebagai mukmin meskipun mukmin ‘ashii, (orang beriman yang berbuat maksiat yang dijanjikan Allah kena ‘azab dalam neraka kelak kalau dia meninggal dunia tidak sempat bertaubat).

Pemahaman Ahlussunnah wal Jama’ah ini atas dasar bahwa amalan dzahir tidak termasuk dalam bagian iman.



6.MAULAN ILYAS MENUDUH PARA NABI a.s. BAHWA HATI MEREKA TIDAK TERPELIHARA DARI DOSA-DOA


Berkata Maulana Ilyas :

“Para anbiya a.s. adalah ma’shum dan mahfuzh. Mereka menerima ilmu dan hidayah langsung dari Allah. Tetapi ketika mereka bercampur gaul dengan masyarakat awam menta’limkan dan mentablighkan usaha hidayah kepada mereka, maka hati mereka yang mubarok (penuh berkah) dan munawar (penuh cahaya) terpengaruh juga oleh kotoran masyarakat awam. Akhirnya mereka akan membersihkan KOTORAN-KOTORAN TERSEBUT dengan menyibukkan diri dalam dzikir dan ibadah”

Jika kita perhatikan perkataan Maulana Ilyas tersebut di atas, dapat dipahami bahwa Maulana Ilyas menuduh para Nabi a.s. bahwa hati mereka tidak terpelihara dari dosa-dosa. Artinya para Nabi a.s. dapat saja melakukan dosa-dosa hati karena pengaruh kesalahan-kesalahan masyarakat awam, sehingga perlu dibersihkan dengan berzikir dan beribadah. Kita tidak mengerti apa yang dimaksud dengan ma’shum menurut Maulana Ilyas, sehingga meskipun pada awalnya beliau menyebut para anbiya a.s. adalah ma’shum, tetapi kemudian menyatakan bahwa para anbiya tersebut dapat saja melakukan dosa-dosa.
Analisis
Tidak diragukan lagi, kita sebagai umat Islam yang beri’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah berkeyakinan bahwa para Anbiya a.s. adalah ma’shum dalam arti bahwa para anbiya a.s. tidak mungkin jatuh dalam perbuatan dosa. Berkata Zakaria al-Anshary as-Syafi’i seorang ulama besar beri’tiqad Ahlussunnah wal jama’ah bermazhab Syafi’i :
“Para Anbiya a.s. ma’shum (terpelihara) dari perbuatan dosa termasuk didalamnya dosa kecil yang dilakukan karena lupa. Oleh karena itu, tidak terjadi perbuatan dosa pada mereka, baik dosa besar maupun kecil, baik sengaja maupun dengan sebab lupa”.

Berkata Muhammad bin Manshur al-Hud-hudy :
“ Perbuatan para Anbiya a.s. berkisar antara wajib, sunat dan mubah. Hukum mubah ini bila ditinjau zat perbuatannya. Adapun bila ditinjau dari ‘awarizhnya (aspek lain), maka perbuatan para Anbiya itu tidak terlepas dari wajib dan sunat, karena perbuatan mubah tidak terjadi pada para Anbiya a.s. kecuali untuk qashad qurbah (ibadah), minimal untuk qashat tasyri’ (pensyari’atan) kepada orang lain (umat)”

Menurut perkataan dua orang ulama besar Ahlussunnah wal jama’ah tersebut di atas, perbuatan mubah saja tidak terjadi pada para Nabi a.s., lalu bagaimana dengan perbuatan dosa sebagaimana tuduhan Maulana Muhammad ilyas, nauzubillahi min zalik

7.JAMAAH TABLIGH MELARANG JAMA'AHNYA DALAM BERDAKWAH MENGHILANGKAN DAN MEMBERSIHKAN KEMUNGKARAN.

Sementara itu dalam kelompok Jama’ah Tabligh ada berbagai aliran sesuai dengan asal paham anggotanya termasuk didalamnya aliran-aliran yang keluar dari Ahlussunnah wal Jama’ah. Bahkan Sa’ad bin Ibrahim Syilbi, salah seorang penyebar ajaran Jama’ah Tabligh dalam bukunya Dalil-Dalil Da’wah dan Tabligh setelah mengakui ada segelintir anggota Jama’ah yang tidak ada pendalaman cukup terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah yang membenci dan memusuhi kaum salaf dan dua tokohnya, Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab, berkata :
"Ini demi Allah batil (tidak benar), kezhaliman dan kebohongan besar yang tidak halal dilakukan oleh seorang muslim’, selanjutnya Sa’ad bin Ibrahim Syilbi mengatakan ‘Kami hanya ingin mengatakan bahwa Jama’ah Tabligh tidak termasuk dalam kelompok orang yang membenci kaum salaf".15

.Padahal sebagaimana kita maklumi bahwa kedua tokoh salaf, Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab sudah difatwa oleh ulama-ulama Ahlusunnnah wal Jama’ah sebagai orang yang sudah keluar dari golongan yang benar dan sudah menyimpang dari jalan yang lurus
Berkata Dr. Abdul Khaliq Firzada :
“ Beliau (Muhammad Ilyas, pen.) mengajak setiap orang tanpa membedakan tingkat keilmuan, kelas sosial, maupun mazhab, baik orang alim maupun bodoh, kaya, miskin, pengikut Maliki, Syafi’i, Hambali atau Hanafi, bahkan Mazhab Salafi atau mazhab-mazhab kecil lainnya dikalangan umat Islam. 16

Dalam hal larangan Jama’ah Tabligh menghilangkan kemungkaran dapat disimak dari pengakuan Sa’ad bin Ibrahim Syilbi dalam bukunya,
“Bahwa tidak termasuk dalam metode Jama’ah Tabligh pengingkaran terhadap pemilik atau pelaku kemungkaran.
Sumber: https://www.facebook.com/groups/450582011631451/members/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda untuk menambah silaturahim.